Warga Laporkan Pemilik Lahan dan Oknum BPN Ternate ke Kejati Malut
Melalui kuasa hukum para warga melaporkan dugaan mafia tanah ke Kejaksaan Tinggi Maluku Utara. |
TERNATE, BRN – Warga RT 14/RW 06, Kelurahan Mangga Dua, Kota Ternate
Selatan, melaporkan seorang oknum di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ternate ke
Kejaksaan Tinggi Maluku Utara. Mereka juga melaporkan pemilik tanah atas nama Andi
TCakra.
Keduanya diperkarakan atas dugaan
tindak pidana mafia tanah di Kecamatan Mangga Dua Utara, atau tepatnya di Mangga
Dua Parton.
Andi Tcakra (terlapor I) memiliki luas
lahan 9.900.33 meter persegi berdasarkan sertifikat kepemilikan yang
diterbitkan BPN Kota Ternate. Kepemilikan lahan warga Manado, Sulawesi Utara
itu masuk dalam kawasan laut yang direklamasi dan ditempati warga setempat.
Kuasa hukum warga, Agus Salim R.
Tampilang menjelaskan, penerbitan sertifikat kepemilikan lahan di atas kawasan
reklamasi merupakan tindakan melawan hukum yang coba dilakukan terlapor I dengan
salah seorang oknum di BPN Kota Ternate.
Sertifikat atas nama Andi Tcakra dikeluarkan
sejak 23 Juli tahun 2003. Luas lahannya mencapai 9,900. 33 meter persegi.
“Kami laporkan ini ke kejaksaan
(Kejaksaan Tinggi Maluku Utara) karena sertifikat tersebut sangat diragukan,
sebab laut itu bukanlah objek sertifikat. Sertifikat bisa berdiri hanya dua hal,
yaitu di atas bangunan rumah dan di atas tanah, bukan lautan,” kata Agus, saat
disembangi usai memasukkan laporan, Senin, 23 Mei.
Agus berpendapat, pembuatan sertifikat kepemilikan
di atas laut bertentangan dengan Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960.
Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa objek sertifikat adalah tanah, bukan
laut.
Juga bertolak belakang dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 61 Tahun 2016 tentang daerah pesisir pantai yang tidak bisa
dimiliki siapapun.
Larangan lainnya yaitu Undang-undang Nomor
7 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir Pantai dan Pulau Terluar, serta Rancangan
Tata Ruang Wilayah Kota Ternate.
“Undang-undang Nomor 7 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Pesisir Pantai dan Pulau Terluar itu jelas disebutkan bahwa
perorangan tidak bisa miliki pesisir pantai dan pulau secara pribadi, namun
anehnya di situ bisa diterbikan sertifikat. Ini sama halnya dengan Rancangan
Tata Ruang Wilayah Kota Ternate yang menyebutkan laut tidak bisa terbitkan
sertifikat,” sebutnya.
Agus berharap dan meminta kepada
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara agar serius menangani laporan tersebut. Agus
juga meminta perhatian khusus dari Pemerintah Kota Ternate.
“Ada sekitar 50 kepala keluarga yang
melaporkan, karena mereka menempati lahan itu sudah puluhan tahun. Para warga
sangat berharap ada perhatian khusus dari Pemerintah Kota Ternate,” ucapnya.(ham/red)