Brindonews.com






Beranda Headline Praktisi Hukum Minta KPK Periksa Kasus Pembelian Lahan Rumdis Gubernur Malut

Praktisi Hukum Minta KPK Periksa Kasus Pembelian Lahan Rumdis Gubernur Malut

Iskandar Yoisangadji.


TERNATE, BRN
– Keputusan Kejaksaan
Negeri (Kejari) Ternate menghentikan kasus dugaan korupsi pembelian lahan eks
Rumah Dinas Gubernur Maluku Utara mendapat protes dari praktisi hukum, Iskandar
Yiosangadji.





Pengajar Fakultas Hukum UMMU itu menilai, penghentian perkara yang menyeret nama
Rizal Marsaoly, Kepala Bappelitbangda Kota Ternate ini tidak cukup beralasan.



Menurutnya,
aset pemerintah tidak boleh dibeli atau dibayar oleh pemerintah.





“Menurut
saya tidak cukup alasan menurut hukum. Kenapa demikian, karena rumah dinas ini
merupakan aset Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Putusan Pengadilan Negeri Ternate
yang mana telah diperkuat melalui putusan Mahkamah Agung Nomor 191 K/PDT/2013.
Kok kenapa dihentikan dengan alasan tidak cukup bukti,” katanya, Selasa, 27
Desember.

Iskandar
mengatakan, Kejaksaan Negeri Ternate perlu memahami putusan Pengadilan Negeri
Ternate. Dalam putusan, tegas disebutkan bahwa lahan yang dibayar senilai Rp
2,2 miliar itu adalah aset Pemerintah Provinsi Maluku Utara.

“Apakah
secara hukum dapat dibenarkan untuk dilakukan transaksi jual beli?, apakah
secara hukum pembayaran yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Ternate terhadap
pihak ketiga juga dapat dibenarkan? Jika tidak ada alasan hukum, maka transaksi
jual beli itu merupakan perbuatan melawan hukum”.





“Apalagi
pada saat pembayaran itu juga disaksikan oleh pihak kejaksaan. Artinya kejaksaan
juga telah mengantongi bukti transaksi pembayaran tersebut. Bagaimana bisa
tidak menemukan adanya bukti permulaan. Bukankah pembayaran itu menggunakan
anggaran APBD yang nilainya Rp 2,2 miliar?,” ucapnya.

Iskandar
menyebut, penanganan perkara pembelian aset pemerintah ini sangat terang bagi
pihak jaksa. sebab, langkah jaksa mendapatkan bukti permulaan terbuka lebar.

“Transaksi
ini menggunakan anggaran daerah. Jika aset ini adalah aset pemerintah daerah,
maka logikanya pemerintah membeli aset pemerintah sendiri dan anggaran itu
mengalir kepada pihak ketiga. Tetapi anehnya Kejaksaan Negeri Ternate
menghentikan dengan menyatakan tidak ditemukan adanya bukti permulaan kerugian
negara. Di akhir tahun ini saya menganggap ini bukan suatu prestasi yang baik.
Saya berharap agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah saatnya memeriksa
kasus ini,” sebutnya. (red)








Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Iklan