Cuek Hasil Rapat, Produksi Antam di Halmahera Timur Dihentikan
Petinggi Antam Saling Lempar Wewenang
Empat excavator milik PT. Antam di Site Monoropo nampak parkir akibat penghentian produk sementara waktu. (Foto: Akmal Lule) |
HALTIM, BRN – PT. Aneka Tambang atau Antam UBPN Maluku Utara
memutuskan menghentikan produksi sementara waktu di Halmahera Timur.
Antam
menutup krang ekspor nikel keluar itu karena tidak mencapai target pengaktifan
pabrik pemurnian atau smelter sesuai kesepakatan hasil rapat bersama tim
negosiator.
Perusahaan plat
merah itu sebelumnya menggelar rapat bersama tim negosiator di Kantor Pusat
Antam di Jakarta pada 16 November 2021 lalu. Poin yang dibahas yaitu target
capaian pengaktifan smelter harus 100 persen di wilayah Desa Maba Pura,
Kecamatan Maba.
Pertemuan ini kemudian disepakati bahwa
pihak Antam harus mengaktifkan smelter paling lambat 31 Desember 2021. Hingga 7
Januari 2022, pihak perusahaan tak kunjung mengoperasikan smelter.
Kesepakat dan perjanjian ini tertuang
dalam surat berita acara rapat Antam dan tim negosiator percepatan
pengoperasian pabrik ferronikel Pemerintah Kabupaten Halmahera Timur. Berita
acara ditandatangani oleh Direktur Sumberdaya Manusia PT Antam, Luki Setiawan
Suardi dan Wakil Bupati Anjas Taher.
Hasil kesepakatan tersebut bermula ketika
karang taruna se-Kecamatan Maba melakukan aksi boikot aktivitas Antam pada 10
November lalu. Pemerintah daerah berinisiatif membentuk tim negosiator da langsung ke Jakarta bertemu dengan pihak Antam
di ibu kota.
“Benar kesepakatan itu (surat berita
acara rapat bersama Antam pusat). Saya bersama Direktur SDM PT. Antam Luki
Setiawan Suardi yang menandatangani langsung,” kata Wakil Bupati Halmahera
Timur, Anjas Taher ketika disembangi Media Brindo Grup (MBG), di Kediamannya di
Kota Maba, Jum’at siang, 7 Januari 2022.
Hasil yang tidak bermuara pada
kesepakatan ini Anjas Taher justru menyalahkan PT Antam. Menurutnya, kelalaian
itu menjadi kesalahan PT Antam. Upah buruh dan dana comdev maupun CSR harus dipertanggungjawabkan
oleh Antam.
“Padahal masalah yang ada di sana (pabrik
feronikel Antam) tinggal power plan
yang kurang lebih tersisa tiga persen. Janji Antam mengoperasikan smelter itu
sudah lama, sejak 2011 sampai sekarang. Ini yang masyarakat bertanya-tanya ada
apa sebenarnya. Antam selalu ingkar janji,” ujarnya.
“Tinggal power plan, masa Antam tidak bisa. Tiga persen inikan mungkin tidak
sampai Rp100 M. Dari pada Antam korbankan investasi uang negara, lebih baik
selesaikan pabrik feronikel. Kami juga sudah sampaikan ke Antam pusat, bahwa
ada proyek mangkrak kenapa tidak harus diselesaikan,” sambung Anjas, yang juga tim
negosiator Pemerintah Halmahera Timur itu.
Manajer External Releation dan Security
PT. Antam, Tri Wiyono, enggan berkomentar banyak ketika dikonfirmasi MBG melalui
sambungan telepon seluler. Tri berdalih karena tidak punya wewenang
membicarakan persoalan Antam.
“Kalau konfirmasi satu hal di
perusahaan (PT. Antam), saya tidak punya wewenang. Kalau kata-kata (pernyataan)
saya dijadikan dasar pemberitaan itu tidak boleh, karena di sini (Antam) punya
jenjang wewenang yang paling tertinggi yang bisa memberikan keterangan.
Langsung ke Pak Koko (Presiden Corporate
Social Responsibility PT. Antam) saja,
karena dia wakil di sini,” kata Tri.
President VP. HC dan CSR PT. Antam Tbk. UBPN Provinsi
Maluku Utara, A. Toko Susetio tidak merespon konfirmasi MBG berupa pertanyaan
yang dikirim melalui aplikasi tukar pesan WhatsApp. Upaya konfimasi kedua
dilakukan namun belum bersambut. Sampai berita ini dipublis, pihak perusahaan
BUMN itu belum memberikan menjawab atau memberikan keterangan resmi. (mal/red)