Brindonews.com






Beranda Headline 1000 Karyawan Tambang di Maluku Utara Dirumahkan

1000 Karyawan Tambang di Maluku Utara Dirumahkan

Foto Ilustrasi 





SOFIFI,BRN
Ribuan karyawan yang bekerja di perusahan tambang, dipastikan pada 1 Januari
2020, akan dirumahkan. Pasalnya, pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan
larangan ekspor biji Nikel yang berlaku tahun depan, yang berdampak pada tenaga
kerja, yang mayoritas tenaga kerja Maluku Utara 
di perusahaan tambang.

Kepala Bidang (Kabid) PHI dan
Pengawasan Dinas Ketenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi
Maluku Utara, Abujan Abd Latif saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (17/12/2019)
mengatakan, perusahaan yang bakal melakukan PHK tenaga kerja yang sudah
terkonfirmasi yakni PT Harita Group  dan
PT. Wanatiara.

Pemutusan kontrak kerja dua
perusahan tersebut, dengan alasan terjadi penurunan produksi, setelah peraturan
pemerintah pusat, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang
mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM RI Nomor 11 tahun 2019 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 tahun 2018 Tentang Pengusahaan
Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Akibat berdampak pada PHK
karyawan, dimana PT Harita Nickel sebanyak 
700 karyawan  dan PT. Wanatiara
300 tenaga kerja yang kontraknya tidak diperpanjang.





 “Peraturan ini menyebutkan, per 1 Januari 2020
tidak ada lagi ekspor ke luar negeri. Sebagai konsekuensinya, pemanfaatan nikel
ore hanya sebatas kapasitas permintaan smelter sendiri sehingga produksi ore
turun drastis, akibatnya ada akaryawan yang di PHK,” katanya.

Menurutnya, selain dua
perusahan tersebut, juga ada beberapa perusahaan tambang lain dengan masalah
yang sama. Lanjut dia, tenaga kerja yang bakal di PHK perusahaan, rata-rata
kontrak mereka akan berakhir di tahun 2019, namun sebelum di PHK, untuk di PT
Harita Nickel diberikan dua pilihan, dirumahkan atau di PHK. ”Rata-rata tenaga
kerja di PT Harita Nickel yang di PHK yang kontrak kerjanya berakhir di tahun
ini, namun pihak perusahaan membayar upah sampai Februari 2020,” katanya.
Dirinya menambahkan, PHK yang dilakukan dua perusahana ini, bukan karena
gejolak di internal, tapi dampak dari kebijakan pemerintah pusat yang melarang
ekspor nikel, sehingga berdampak pada tenaga kerja.

Sementara itu, Anie Rahmi,
Corporate Communication Manager PT. Harita Nickel yang dihubungi, Ahad
(15/12/2019) membenarkan, bahwa PT Harita Grup atau Harita Nickel, yang terdiri
dari PT Trimegah Bagun Persada (PT TBP) dan PT Gane Permai Sentosa (PT GPS)
tidak akan memperpanjang kontrak 700 karyawan.





Alasan PT. Harita kata mantan
presenter Metro TV ini, karena terpaksa yang disebabkan peraturan pemerintah
pusat, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang mengeluarkan
Peraturan Menteri ESDM RI Nomor 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 tahun 2018 Tentang Pengusahaan Pertambangan
Mineral dan Batubara (Minerba).

Menurutnya, perusahaan akan
mempertahankan kestabilan berusaha, namun karena kelebihan kapasitas
produksi,  dengan berat hati dan terpaksa
oleh keadaan, manajemen PT TBP dan PT GPS memutuskan untu mengkaji ulang
perjanjian kerjasama, baik terhadap mitra kerja maupun tenaga kerja.

Dan dengan sangat terpaksa,
sebagian kerjasama tidak diperpanjang atau di akhiri sebelum jangka waktu
berakhir melalui prosedur yang telah ditentukan oleh perundang-undangan.





“Contoh, karyawan habis
kontraknya bulan Februarai maka gajinya dan semua haknya sampai Februari 2020
harus dilunasi, meskipun pada Desember 2019 ini semuanya sudah di PHK,”
katanya.

Kata dia, meski mengalami
penurunan kapasitas produksi secara drastis, perusahaan tetap menjaga
keterlibatan tenaga kerja lokal dalam setiap operasinya dan memberikan
kontribusi positif terhadap masyarakat di sekitar wilayah operasi, serta
berpartisipasi pada pembagunan daerah dan nasional. (tim/red)





Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan