Brindonews.com






Beranda Daerah Roslan : Upaya Jainal Mus Bisa Dilakukan Secara Perdata

Roslan : Upaya Jainal Mus Bisa Dilakukan Secara Perdata

Ketua Kantor Advokat Indonesia (KAI) Tikep, Roslan

TERNATE, BRINDOnews.com
Rencana pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkama Konstitusi (MK) oleh
terpidana kasus Korupsi pembangunan jembatan Waikalbota,
  Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara
(Malut), mendapat respon dari salah satu praktisi Hukum
  Malut.





“Peninjauan kembali adalah
upaya hukum luar biasa yang dilakukan terhadap putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap,” kata Roslan saat dikonfirmasi, Sabtu (19/8/17) kemarin.

Dilanjutnya, dasar hukum
Peninjauan Kembali atau Request Civiel adalah Pasal 263 Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan yang berhak mengajukan PK adalah terpidana atau
ahli warisnya.

“Adanya PK karena
secara historis filosofis, merupakan upaya hukum yang lahir demi melindungi
kepentingan terpidana.” Terang Roslan.

Dasar atau Syarat PK
sendiri, lanjut Roslan, yakni harus sesuai dengan pasal 263 ayat 2 KUHAP, salah
satunya adalah harus ada novum (bukti baru).





Lanjut Roslan, yang menjadi
perdebatan di kalangan akademisi maupun praktisi tentang PK saat ini, adalah
pasal 268 ayat (3) KUHAP tentang batas pengajukan PK atas suatu putusan yang
hanya dapat di lakukan satu kali saja.

Dirinya menambahkan, namun,
jika kita melihat Putusan MK nomor : 34/PUU-XI/2013 dalam amar putusannya, pada
poin ke 1.2 sudah jelas bahwa pasal 263 ayat 3 KUHAP tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.

Artinya, kata Ruslan,
Peninjauan kembali dapat dilakukan lebih dari satu kali, selama syarat-syarat
dalam pengajuan tersebut terpenuhi.





Ketua Kantor Advokat
Indonesia (KAI) Tikep ini menambhakan, untuk perkara Jainal Mus yang divonis 6 tahun
oleh Pengadilan Tipikor Ternate dan ingin mengajukan PK, sah-sah saja jika
ingin melakukannya.

Akan tetapi, Roslan
menjelaskan, jika MK membenarkan alasan pemohon dalam hal ini Jainal Mus, maka
MK dapat membatalkan putusan yang dimintakan PK tersebut.

Akan tetapi, menurutnya,
dalam hal PK, Mahkamah Agung hanya dapat menjatuhkan putusan bebas, putusan
lepas dari segala tuntutan hukum, dan putusan tidak dapat menerima tuntutan
penuntut umum, serta putusan dengan menerapkan pidana yang lebih ringan.





“Jika Jainal Mus
menuntut untuk pemberian sisah uang pembayaran proyek senilai Rp150 juta, itu
bisa dilakukan secara perdata,” tuntas Roslan. (bud)

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan