Perempuan, Partisipasi, dan Kesejahteraan

![]() |
RULFI MUHLIS | Penulis adalah mahasiswa Fakultas Fisipol Universitas Bumi Hijrah. Dia juga aktif mengikuti kajian di GAMHAS. |
Perempuan Indonesia turut terlibat dan menjadi bagian
penting dalam perjuangan reformasi. Gerakan perempuan bahkan membawa budaya
politik baru, yang berlandaskan pada etika kepedulian ditengah
politik maskulin (laki-laki). Bahkan, gerakan perempuan mendorong terwujudnya
kebijakan pro perempuan.
Undang-undang
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga,undang-undang perlindungan perempuan dan anak dalam
kekerasan seksual dibawah umur,kesetaraan gender dalam berpolitik, melawan praktek
kekerasan perempuan, dan diskriminasi berdasarkan gender serta keadilan
sosial lainnya adalah buah momen bersejarah ini.
Reformasi
politik 1998, membawa angin segar bagi peradaban Indonesia. Merombak sistem pemerintahan otoriter, dan mengantikannya dengan sistem
yang lebih demokkratis. Perubahan itu dilakukan untuk mempercepat kesejahteraan
sosial masyarakat dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.Masih membekas betul dalam ingatan, gebrekan besar itu terjadi karena perjuangan terorganisir kaum mudah progresif yang terus
mengawal kebijakan atau sistem pemerintahan yang tidak pro terhadap rakyat.
Mewujudkan
demokrasi sejati dan membebaskan rakyat dari belenggu penindasan adalah cita-cita yang harus diwujudkan. Disampin itu, perubahan lewat
reformasi, juga tidak lepas dari partisipasi dan pergerakan perempuan untuk memperjuangkan dan membela hak-hak perempuan.
Meskipun begitu, setelah 20 tahun reformasi belum membuahkan hasil. Sebut saja, misalnya, hak-hak perempuan yang belum mampu diwujudkan. Hal
itu terlihat dari kebijakan pemerintah yang cenderung abai terhadap hak-hak
perempuan. Seperti
halnya beberapa pekan akhir ini, sering muncul kasus-kasus yang merugikan
perempuan: praktek kekerasan seksual dibawah umur,
hak buruh perempuan (upah dan jam kerja), biaya
pendidikan dan kesehatan melambung tinggi (mahal), dan lapangan pekerjaan makin sempit. Terlebih lagi, RUU
Omnibus Law yang diyakini merugikan masyarakat
pada umumnya dan khususnya mencederai hak-hak perempuan. Seyogyanya
perempuan selalu dijadikan objek penindas
untuk kepentingan terselubung negara, baik pusat maupun daerah.
Hak Buruh Perempuan (upah dan jam kerja)
Orientasi
pekerja buruh perempuan bukan untuk mendapatkan kehidupan yang layak atau
terbebas dari kemiskinan. Melainkan ada variabel-variabel penentu perempuan
harusnya bekerja sebagai seorang buruh. Variabel
tersebut, yaitu biaya pendidikan anak yang kian hari makin mahal, biaya
tunjangan kesehatan, dan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga baik primer maupun sekunder. Dengan demikian, pekerja buruh
perempuan harus mendaptkan hak yang selayaknya.
Sebut saja pemberian dispensasi waktu istrahat bagi perempuan yang sedang berhalangan_hamil (mengandung),melahirkan, menyusui, datang bulan, dan
sakit. Tragisnya, para pekerja perempuan diharuskan bekerja
sekalipun berhalangan, sehingga terkesan adanya unsur paksaan dari pihak
perusahan untuk mencapai target keuntungan.Tegasnya, kebijakan peusahan membikin kehidupanpekerja
perempuan terbangkalai. Hal itu sangat mencemaskan
masa depan pekerja perempuan.Karenanya, seharusnya ada
perhatian serius dari pemerintaha agar tidak terjadinya diskriminasi terhadap
perempuan.
Badan
Pusat Statistik (BPS) 2019, mencatat kesenjangan antara upah laki-laki dan
perempuan semakin melebar. Upah pekerja
laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Kesenjagan ini merupakan
isu yang sudah cukup lama, karena ada anggapan perempuan kurang berkonstribusi
dalam pekerjaan.
Hal ini menjadi tantangan baru bagi perempuan untuk
mendapatkan pekerjaan, pendapatan, dan posisi kesetaraan kerja. Terlepas dari kesenjangan yang ada, masalah lain yang dihadapi pekerja
perempuan adalah keterlambatah pemberian gaji dengan dalil yang sering tidak
rasional, tidak sesuai dengan ketentuan waktu kerja yang telah disepakati.
Labor
Institute Indonesia, menyatakan secara umum ada tiga permasalahan mendasar
yang masih dialami para pekerja, yakni kekerasan berbasis gender, sulit
mendapatkan hak maternity, dan sulit mendapatkan hak kepersertaan BPJS. Untuk itu, perlunya
pemerintah dapat memerhatikan secara serius kondisi buruh/pekerja perempuan, yaknimembuat
regulasi dan pengawasan ketenagakerjaan yang intens di setiap industri
perusahaan dan instansi perkantoran. Selanjutnya, kementrian
ketenagakerjaan dan kementrian pemberdayaan perempuan dan anak perlu
mensinerjiskan program perlindungan dan kesejahteraan bagi pekerja atau buruh
perempuan agar fungsi kontrol dapat berjalan dengan baik.
Partisipasi Politik Perempuan
Partisipasi
politik sebagai alat perjuangan baru untuk pembebasan, dan
mampu mengakumodir hak perempuan yang mengalami kesenjangan cukup lama.
Keterwakilan perempuan dalam ranah politik menjadi bahasan yang cukup penting,
lewat representasi perempuan di dunia politik merupakan sebuah keharusan agar
dapat bersuara, dapat menyampaikan aspirasi berdasarkan hak dan
kepentingan perempuan lainnya. Berungtunya, sebagai upaya meningkatkan partisipasi perempuan dalam polik,
negara memberikan fasilitas kuota 30 persen kepada kaum perempuan dalam parlemen.
Meskipun demikian, kaum hawaini selalu mengalami diskriminasi
dalam kehidupan sosial–politik. Perempuan selalu dianggap rendah dan dianggap tidak pantas untuk
menduduki bangku pemeritahan. Kasarnya, perempuan
hanya mengurusi rumah dan keluargga.
Paradigma
seperti ini perlu dirubah demi mewujudkan kesetaraan gender dan kesejahteraan
bagi perempuan. Semestinya, hadirnya partisipasi
perempuan dalam mewakili, mengawal, memengaruhi agenda dan proses pembuatan
kebijakan, serta pembangunan yang berdampak luas bagi masyarakat harus terus diberikan dukungan.
Lewat
hal ini, tindakan afirmatif menjadi langkah untuk memajukan dan meningatkan
representasi partisipasi perempuan di bidang politik, agar dapat
mengawal kebijakan dan keputusan pemerintah menjadi responsif gender. Perjuangan
perempuan dalam politik menjadi kunci memanifestasikan kesetaraan gender, membebaskan perempuan dari penindasan atau diskriminasi. Namun
tak terlepas dari kerja sama yang akuntabel dari kelompok perempuan dikalangan
masyarakat dan kelompok pekerja perempuan lainnya. Artinya, saling mendukung
kepentingan perempuan, membuka jalan baru dalam kanca pencaturan politik.
Pemeberdayaan Perempuan
Perempuan
saat ini memiliki peran yang cukup beragam, mulai pendidikan sampai dengan
karirnya. Tak bisa dipungkiri, saat ini banyak perempuan tidak hanya menjadi ibu untuk keluarga dan juga berperan selayaknya kaum
laki-laki yang
memberikannafkah kepada keluarga.
Olehnya itu, membutuhkan perhatian
khusus dari pemerintah berupa pendidikan dan
pemberdayaan yang dapatmeningkatkan kemampuan
kognitif,efektif dan psikomotorik untuk menunjang
sektor-sektor produktif serta menghadirkan nilai tambah bagi kesejahtaran
perempuan. Pemberdayaan bertujuan dalam rangka meningkat ekonomi masyarakat
agar dapat membuka luas lapangan pekerjaan agar terhindar dari faktor
kemiskinan (Baca UU Nomor 20 Tahun 2018
tentang prinsip dan tujuan pemberdayaan).
Dari
problem perempuan diatas, mestinya
menjadi perhatian dari berbagai pihak untuk dapat memperjuangkan hak-hak
perempuan. Utamanya kepada pembuat kebijakan untuk mewujukan partisipatif dan
kesejahteraan bagi kaum, sebagai satu wujud perjuangan pemerintah pro rakayat. (*)