Brindonews.com
Beranda News Mainan PT FMI hingga Polsek Wasile Jadi Tempat Transaksi Lahan

Mainan PT FMI hingga Polsek Wasile Jadi Tempat Transaksi Lahan

Camat Wasile: Tidak Ada Sosialisasi AMDAL





Ilustrasi.

HALTIM, BRN– Konflik lahan
antara masyarakat dengan PT. Forward Metrics Indonesia di Dusun Subaim,
Kecamatan Wasile, Kabupaten Halmahera Timur, bisa saja terjadi. Penyebabnya yaitu
pembayaran yang tidak sesuai harga kesepakatan.

Camat Wasile, Abbas Saban mengatakan,
perselisihan tersebut dimungkinkan terjadi kalau PT FMI tidak
membayar harga yang disepakati. Perusahaan harus membayar Rp25 ribu per meter
(belum termasuk harga tanaman), bukan Rp15 ribu per meter.







“Tetapi saat pembayaran dilakukan
tidak sesuai yang disepakati semula. PT. Forward Metrics Indonesia (FMI) bayar
per meternya Rp15 ribu. Ini sudah tidak sesuai dengan kesepakatan meraka dengan
warga pemilik lahan. Bahkan pembayaran lahan pun di panggil satu per satu dan
pembayarannya dilakukan di Polsek Wasile. Malamnya dorang (mereka) lakukan
pembayaran, besoknya baru saya diminta tanda tanggan surat jual beli lahan dari
pemilik ke pembeli PT FMI,” jelas Abbas, begitu disembangi di Kantor BUpati
Halmahera Timur, Senin, 19 Desember.

Abbas menyebutkan sudah ada sembilan
bidang tanah milik warga dibayar perusahaan. Namun berapa besar luasnya ia
mengaku tidak tahu pasti.

“Ada utusan dari perusahaan yaitu Pak Kefin dan
Pak Kotu. Kemudian setahu saya itu ada utusan lain yaitu laki-laki empat
orang dan perempuan satu orang. Ada juga dugaan keterlibatan
oknum kepala desa
yang bahkan terlibat mengatur skenario pembayaran lahan dengan PT FMI
,” ucapnya. 








Tidak
Ada Sosialisasi AMDAL
 

Abbas menambahkan, ada beberapa
alasan eksplorasi FMI boleh dibilang ilegal. Pertama, melakukan aktivitas di
atas lahan tambang
PT Kemakmuran Pertiwi Tambang.





Kedua,
tidak ada sosialisasi AMDAL sebelum beroperasi. Ketiga, tidak memeliki izin
lingkungan dari Pemerintah Kabupaten Halmahera Timur maupun Pemerintah Provinsi
Maluku Utara. Juga tidak punya dokumen berupa surat izin usaha di atas lahan
yang sementara di produksi.

“Parahnya
lagi, menurut informasi mereka beroperasi bukan di wilayah IUP.
Bahkan
dokumen AMDAL mereka pun tidak ada dan kami tidak pernah lihat. Sosialisasi
AMDAL juga mereka tidak bernah lakukan tiba-tiba perusahaan sudah beroperasi di
wilayah pegunungan yang begitu dekat dengan Dusun Subaim,” terangnya.

Areal pertambangan PT FMI dilihat
dari Minerba One Map Indonesia Kementerian
ESDM, lanjut Abbas, tak jauh dari Desa Cemara Jaya dan Bumi Restu. Konsesi
lahan PT FMI terpantau berdekatan dengan dua perusahaan tambang lain yaitu PT
Alam Raya Abadi dan PT Jaya Abadi Semesta.





“Sementara sebagian yang dia (PT
FMI) pakai itu arealnya eks perusahaan PT KPT, termasuk dengan jety yang mereka
pakai,” ungkapnya.
 

“Sejauh ini pihak PT FMI tidak pernah menunjukan
kelengkapan dokumen perusahaan ke pemerintah daerah, karena itu kami tidak tahu
legalitas perusahaan secara pasti. Kalau memang dorang itu perusahaan, paling
tidak dokumen perusahaan harus ditunjukan ke pemerintah, karena kami pemerintah
berkewajiban melindunggi kehadiran investasi sepanjang prosedurnya dipenuhi.
Saya selaku pemerintah kecamatan tetap ikuti instruksi pak bupati. Minta pihak
perusahaan break (setop sementara) sementara sambil menyiapkan seluruh dokumen
perusahaan, kalau tidak yan anti kita lihat. Karena yang dirugikan adalah
masyarakat,” tuturnya. (red/brn)








Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Iklan