Brindonews.com
Beranda Headline SK Wali Kota Tauhid tentang Pelantikan Kepsek Dinilai Cacat Hukum dan Inprosedural

SK Wali Kota Tauhid tentang Pelantikan Kepsek Dinilai Cacat Hukum dan Inprosedural

Heny Sutan Muda.


TERNATE, BRN
Dugaan blunder Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman dalam perombakan
kabinet di jajaran kepala sekolah boleh dibilang benar adanya. DPRD mengklaim
surat keputusan perihal pelantikan kepala sekolah dasar maupun PAUD pada Jumat
kemarin dianggap cacat hukum dan inprosedural.





Kejanggalan ini, menurut DPRD, dari
regulasi yang dipakai sebagai acuan pengambil keputusan. Pertama, masih berpatokan
pada pedoman lama, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Managemen
ASN. Padahal sandaran ini tidak lagi berlaku, alias telah dirubah kedalam PP
Nomor 17 Tahun 2020 sebagai pengganti. Kedua, yakni poin 10 sebagaimana diatur Permendikbud
Nomor 6 Tahun 2018. Aturan ini juga sama, mengalami perubahan atau penggantinya
yaitu Permendikbud Ristek RI Nomor 40 Tahun 2021.

Wakil Ketua DPRD Kota Ternate, Heny
Sutan Muda mengatakan, kejanggalan lainnya yaitu pemberhentian kepala sekolah (kepsek)
penggerak di SD Negeri 27 Ternate.

Dalam SK, kepala sekolah pengganti
merupakan sarjana Diploma II. Padahal ketentuannya, syarat menjabat kepala
sekolah penggerak seharusnya Strata I.





“Harusnya kan paling tidak yang
menggantikan (kepala sekolah lama) pernah menduduki jabatan kepala sekolah
penggerak juga. Atau kepala sekolah sebelumnya bermasalah hukum dan/atau
mengundurkan diri, tetapi  ke tiga syarat
tidak terbukti,” kata Heny, Senin, 21 Februari 2022.

“Alasan Pemerintah Kota Ternate
pergantian berdasarkan evaluasi, tapi ketika DPRD minta hasil evalusi, mereka
tidak sampaikan ke kita. Bagi kami ini adalah sesuatu yang membuat pemerintah tidak
berhati-hati dalam menempatkan orang (kepala sekolah). Dalam kajian hukumnya
juga kami juga sayangkan,” tambah Heny.

Politisi Demokrat itu menyatakan, Surat
Keputusan (SK) Wali Kota Tauhid perlu ditinjau kembali. Pengangkatan dan
pemberhentian kepala sekolah mestinya bermanfaat bagi peningkatan mutu pendidikan,
bukan sekadar menggaungkan.





“Kalau kita mengacu ke Pasal 31
Undang-undang tentang Kualitas Pendidikan dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003,
Permendikbud Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah
Penggerak, tidak selaras. Ditambah Wali Kota Ternate mengabaikan MoU antara Pemerintah
Kota Ternate dan Pemerintah Indonesia. Yang kami hkawatirkan sanksi yang nantinya
diterima Pemerintah Kota Ternate,” ucapnya.
 

Bentuk Pansus

Heny menambahkan, dalam temuan DPRD, terdapat
satu nama diketahui menjabat dua jabatan di satu sekolah yang sama, yaitu
sebagai guru ahli muda dan kepala sekolah.





“Pemerintah Kota Ternate seakan-akan membuat
SK ini lalai, karena pertimbangan hukum juga tidak ada. Kemudian tidak
melibatkan sekretaris daerah, dinas pendidikan, juga dewan pendidikan atau
pengawas sekolah. Padahal pengangkatan kepala sekolah ada tim pertimbangan,”
ujarnya.

“Dari teman- taman DPRD lainnya katakan apa
yang menjadi keputusan DPRD tidak diindahkan (meninjau ulang SK), maka DPRD akan bentuk panitia khusus (pansus). Karena dari hasil rapat bersama
Pemerintah Kota Ternate, mereka bersikeras pertahankan surat keputusan
tersebut. Sama sekali kita tidak ada kepentingan politik, kita hanya selamatkan
mutu pendidikan di Kota Ternate saat ini. Sayang, kalau orang yang tidak punya
kompeten lalu dilantik menjabat kepala sekolah, bagaimana mutu pendidikan
kedepan nanti,” sambungnya. (ham/red)





Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Iklan