Brindonews.com
Beranda Opini Pemekaran Wilayah sebagai Solusi Pemerataan Pembangunan

Pemekaran Wilayah sebagai Solusi Pemerataan Pembangunan

Mohammad A. Adam
Oleh: Mohammad A. Adam
Pemerhati Pembangunan Maluku Utara, Tim Penyusun Database Pemekaran Provinsi dan Kabupaten Maluku Utara

 

Maluku Utara adalah permata di timur Indonesia, wilayah ini diberkahi kekayaan alam yang melimpah dari tambang nikel, emas, batu bara, hingga kekayaan bahari dan budaya, namun hingga kini belum menikmati pemerataan pembangunan sebagaimana mestinya. Di tengah potensi luar biasa tersebut, Maluku Utara justru tertatih dalam hal pelayanan publik, infrastruktur, serta tata kelola wilayah yang optimal.





Pemekaran wilayah kabupaten dan kota kini menjadi wacana strategis dan solusi cerdas dalam rangka percepatan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan. Tuntutan ini bukan sekadar ambisi politik lokal, melainkan kebutuhan nyata masyarakat yang telah memperjuangkan selama hampir satu dekade.

Sejak terbentuknya Provinsi Maluku Utara pada 4 Oktober 1999, dinamika pembangunan terus bergulir. Namun, sampai hari ini, provinsi ini belum memiliki ibu kota yang definitif secara hukum. Meskipun pusat pemerintahan telah berpindah ke Sofifi.

Kota ini secara administratif masih berstatus sebagai kelurahan di bawah Kota Tidore Kepulauan. Hal ini menimbulkan ketimpangan dan stagnasi kebijakan pembangunan, karena Sofifi belum memiliki kewenangan administratif yang penuh.





Walaupun Maluku Utara hanya memiliki 1474 pulau yang dihuni 89 pulau dan memiliki delapan kabupaten dan dua kota tapi saat ini tidak mampu menjangkau seluruh wilayah secara adil dan efektif. Akibatnya, pulau-pulau kecil padat penduduk di pinggiran seringkali tertinggal dalam pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Meskipun Maluku Utara memiliki potensi besar untuk menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya di sektor pertambangan, perikanan, dan pariwisata, bahkan cadangan nikel di Halmahera termasuk yang paling terbesar di dunia. Tapi kekayaan laut dan keindahan bahari belum tergarap optimal.

Itu sebab, 11 daerah calon Daerah Otonomi Baru (DOB) mau berpisah dari kabupaten induk mereka. Kini CDOB tersebut tengah disiapkan dan dalam tahap finalisasi data, sesuai amanat Undang-undang dan regulasi pemekaran wilayah.





Daerah-daerah tersebut antara lain, Kabupaten Galela Loloda, Kabupaten Kao Raya, Kabupaten Wasile, Kabupaten Patani Gebe Kepulauan, Kabupaten Kepulauan Makayoa, Kabupaten Kepulauan Obi, Kabupaten Mangoli Raya, Kabupaten Gane Raya, Kota Sofifi, Kota Bacan, dan Kota Jailolo.

Di Utara Halmahera, Kabupaten Galela Loloda diwacanakan menjadi DOB. Kawasan bersejarah ini memiliki nilai strategis dalam ekspansi kekuasaan kolonial. Kabupaten Kao Raya Kawasan yang berjasa dalam perjuangan melawan penjajahan Jepang dan Belanda. Kota Jailolo, sebagai bekas pusat Kesultanan Jailolo, simbol peradaban Moloku Kieraha.

Di Halmahera Timur, ada wacana DOB Kabupaten Wasile, tuan rumah tambang nikel raksasa berskala Asia hingga dunia. Dan Kabupaten Patani-Gebe di Halmahera Tengah sebagai lokasi pertama eksplorasi nikel pada era Orde Baru yang kini terabaikan.





Kabupaten Kepulauan Makayoa adalah gugusan pulau kaya perikanan dan wisata bahari, dengan nilai sejarah Kesultanan Moloku Kieraha. Kota Bacan sebagai pusat sejarah dan kekuatan ekonomi berbasis batu mulia Bacan dan hasil laut. Kabupaten Gane Raya dinekal punya penyangga potensial jika Bacan naik status sebagai kota.

Kabupaten Kepulauan Obi memiliki tambang multi-mineral seperti nikel, emas, batu bara, dan batu gamping. Sedangkan di Mangoli Raya pernah menjadi pusat industri plywood terbesar di Indonesia Timur.

Pemekaran bukan hanya soal administrasi. Ini adalah panggilan untuk menghadirkan keadilan pembangunan bagi seluruh warga negara. Maluku Utara punya semua syarat untuk menjadi provinsi unggulan.





Sumber daya alam yang kaya, sejarah yang agung, serta masyarakat yang siap membangun daerahnya sendiri. Namun jika pemekaran terus diabaikan, ketimpangan sosial dan ketidakpuasan publik bisa menjadi bara yang membakar kepercayaan terhadap negara.

Jangan biarkan kami hanya menangisi nasib di atas tanah yang mengandung nikel, emas, dan tambang lainnya. Kami juga rakyat Indonesia yang layak menikmati arti kemerdekaan. Kami tidak menuntut jalan tol, rel kereta api, atau transportasi mewah. Kami hanya ingin hidup layak, seperti saudara-saudara kami di barat dan tengah Indonesia. Jika suara kami terus diabaikan, semangat juang para leluhur kami akan bangkit dan bersuara lebih lantang.

Sudah saatnya pemerintah pusat memberikan perhatian serius atas aspirasi pemekaran Maluku Utara. Ini bukan hanya soal administrasi, tetapi tentang masa depan 1,3 juta jiwa yang menginginkan keadilan, kemajuan, dan pengakuan. Maluku Utara bisa menjadi tumpuan kekuatan ekonomi Indonesia Timur—bila diberi ruang untuk bertumbuh secara mandiri. (*)





Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan