Brindonews.com
Beranda Kabar Faifiye Pansus Temukan Dugaan Ijazah Palsu hingga Kejanggalan PSU Pilkades Halmahera Timur

Pansus Temukan Dugaan Ijazah Palsu hingga Kejanggalan PSU Pilkades Halmahera Timur

Yusak Kiramis.


HALTIM, BRN
Panitia Khusus atau Pansus DPRD Halmahera Timur, menemukan
beberapa persoalan dalam pemilihan kepala desa serentak.
 





Terhadap temuan ini, panitia tingkat kabupaten
dinilai tidak berpedoman pada Peraturan Bupati Nomor 14 tahun 2021 sebagai
dasar hukum atau legal standing pelaksanaan pemilihan.

Beberapa masalah yang ditemukan ini
dianggap mengganjal. Mulai dari calon kepala desa berstatus ASN, dan format pemungutan
suara ulang atau PSU yang tidak diatur sama sekali dalam peraturan bupati. Termasuk
dugan ijazah palsu salah satu calon.

Ketua Pansus DPRD Halmahera Timur, Yusak
Kiramis mengemukakan, kendati tidak diatur dalam peraturan bupati, panitia kabupaten
dengan beraninya melaksanakan PSU. Padahal, ini jelas diluar pedoman.





Rekomendasi DPRD, lanjut Yusak, perlu
menjadi catatan sesuai permasalah sengketa pilkades. Ikhtiar ini perlu
memerhatikan dasar hukun atau acuan pelaksaan PSU Pilkades apa. Yang kedua
adalah acuan mana yang dipakai panitia.

“Sementara Perbub Nomor 14 Tahun 2021
tidak mengatur soal PSU,” kata Yusak ketika membacakan rekomendasi Pansus DPRD saat
rapat paripurna di ruang legislatife, Selasa 18 Januari kemarin.

Ketua Komisi I itu menyatakan, tata
cara pemilihan kepala desa diatur dalam empat produk hukum. Pertama,
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa; kedua, Peraturan Pemerintah
Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014.





Lalu Permendagri Nomor 112 Tahun 2012 tentang
Pemilihan Kepala Desa, dan keempat yaitu Peraturan Bupati Nomor 14 Tahun 2021 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa secara serentak.

“Keempat produk hukum ini tidak
ditemukan satupun peraturan yang mengatur ihwal PSU. Oleh karena itu, DPRD
menilai bahwa PSU tidak cukup memiliki dasar hukum. DPRD merekomendasikan,
pertama, tidak perluh ada rekomendasi PSU dari panitia pemilihan tingkat kabupaten.
kedua, perlu adanya penyempurnaan perda atau perbub Nomor 14 Tahun 2021 tentang
Pilkades,” sebutnya.
 

Tanpa
Surat Persetujuan
 





Yusak menambahkan, Pansus DPRD
menemukan tiga orang Aparatur Sipil Negara atau ASN yang mencalonkan diri tanpa
surat persetujuan dari sekertaris daerah ataupun bupati selaku pembina kepegawaian.

Ketiganya hanya mengunakan surat edaran
panitia pilkades tingkat kabupaten sebagai syarat pencalonan. Aturannya jelas, calon
kepala desa dari kalangan ASN harus mengundurkan diri yang dibuktikan dengan
tanda terima surat.

“Dalam surat edaran menyebutkan, Pasal
29 Perbub Nomor 14 Tahun 2014 tidak mengatur secara eksplisit maka dianggap
terjadi kekosongan hukum. Namun pada Pasal 47 ayat 1 Permendagri 112 Tahun 2014
mengatur itu. Bahwa PNS yang ikut mencalonkan diri pada pilkades harus
mendapatkan persetujuan tertulis dari pejabat pembina kepegawaian. Pasal 29
ayat 1 Perbub Nomor 14 Tahun 2021 pun demikian, bahwa ASN, TNI-POLRI ikut calon
(kepala desa) harus mendapat surat persetujuan yang sama dari pejabat pembina
kepegawaian atau pimpinan TNI-Polri. Di pasal 2, disebutkan persetujuan
diberikan berdasarkan pertimbangan teknis dan analisi jabatan dari perangkat
daerah,” sambungnya.





“Pertanyaannya apakah poin yang diatur
dalam surat edaran panitia kabupaten ini dibenarkan sebagai dasar hokum pengunduran
diri PNS. Surat edaran memiliki batasan dan tidak bisa dijadikan dasar hukum.
Edaran tersebut dianggap tidak berbanding lurus dengan Perbub 14 Tahun 2021. Keputusan
pemberhentian dari status PNS itu kemudian disampaikan ke panitia kabupaten,
paling lambat tiga hari sebelum ditetapkan sebagai calon. Hal berbeda jika
dalam keputusan pemberhentian setelah melewati tenggang waktu tiga hari, maka
calon berstatus PNS dianggap telah mendapatkan persetujuan bupati,” kata Yusak.
 

Diduga
Palsu
 

Selain menemukan kerja pantia kabupaten
yang dinilai amburadul, Pansus DPRD juga menemukan ijazah paket B salah satu
calon kepala yang keabsahannya masih diragukan.





Yusak mengatakan, calon kepala desa tersebut
tidak mampu membuktikan keaslian ijazah sekolah asal. Atas temuan ini, politisi
Demokrat itu menyarakan untuk dilakukan ualng verifikasi faktual ijazah oleh
panitia.

“Juga merekomendasikan para calon yang
sudah menempuh jalur hukum, proses pelantikan tetap jalan, sambil menunggu
ketetapan dan pengambilan hukum tetap. Penyelesaian sengketa tidak sesuai
dengan tahapan, penanganan sengketa tidak cukup mendapatkan perhatian,” ujarnya.
(mal/red)





Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Iklan