Lonceng Pembuka Tahun Untuk Humas dan Protokol Halteng

![]() |
FAIZAL IKBAL (Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta) |
Tindakan penghapusan pendapat dengan
membuat user facebook di
laman resmi facebook merupakan aksi tidak terpuji. Setidaknya ini yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah
(PemkabHalteng).
Sikap PemkabHalteng memilih membuka jalur komunikasi publik lewat media sisoal (facebook), yang
dikelola Humas dan Protokoler Pemkab Halteng, sekaligus
tidak menghargai martabat demokrasi yang kian lama di anut bangsa ini. Sekedar
diketahui, group facebook resmi
Pemkab Halteng menjaring anggota kurang lebih 4. 883
pengguna,termasukakun Bupati Halteng
(@Elang Halmahera), Wakil Bupati Halteng (@Abd
Rahim),SKPD lingkup pemerintah, anggota DPRD Halteng, mahasiswa
dan masyarakat.
Grup itudibuat
sebagai inisiatif pemerintah untuk mewadahi komunikasi publik
yang tersalurkan, mulai dari obrolan publik tentang counter public
polisy dan juga repost
keberhasilan rezim kepemimpinan
Elang-Rahim.Keadaan ini, merepresentasikan transformasi
pesat dalam mass communication
(komunikasi massa), yang oleh
Blumler dan Kavanagh mengistilahkan sebagai era kumunculan komunikasi politik
generasi ketiga.
Pada generasi pertama hanya mengandalkan
kekuatan face-to-face internal.
Generasi kedua dengan kekuatan media arus utama (mainstream) misalnya,televisi,
surat kabar, radio, majalah dan sebagainya.Tiba
di generasi ketiga mengandalkan kekuatan interaksivitas dan multimedia yang
tentu menegaskan bahwa, orang saling bertukar pikiran atau bertautan
tidak harus bertemu secara fisik, dari sinilah sering muncul istilah populer,
era new mediaatau media
baru.
Sebagai ruang publik baru (new public sphere) yang memanfaatkan
tren web 2.0 hasil perbaharui kelemahan awal web 1.0,
dalam konteks menyebarluaskan pesan yang lebih interaktif. Dengan dukungan
kecangihan teknologi misalnya bulletin
board system (BBSs) Text Chat, multiuser
domain or dungeon (MUDs) graphical worlds, telah
memberikan khazanah komunikasi yang statis ke lebih dinamis (baca: Gun-Gun Heryanto: Problematika
Komunikasi Politik. Hal:78-79). Dalam perspektif tersebut menghendaki
pengguna facebook (netizen)
yang teringklut dalam Group Facebook Humas dan ProtokolerHalteng
untuk menyampaikan unek-uneknya tentang perkembangan dan situasi Halmahera
Tengan lewat laman facebook @humas dan Prokol
sebagai upaya dedikasi moral. Entah itu posisi
pengontrol, subsidi ide atau pressure group.
Aksi sortir_menyortir
(memilih/memilah) postingan di laman FB @humas dan
prokol yang ditenggarai admin akun merupakan tindakan mengkapitalisasi ruang
dialektis, dan juga menghimpit jantung demokrasi yang
nyatanya menjadi nafas publik. Jika perilaku tersebut berkepanjangan, tentu,
akan berakibat pada public trust (kepercayaan
publik).Tentangpemerintah
yang mendiskreditkan dan mensubordinasi prinsip-prinsip percakapan masyarakat.
Seperti yang dialami akun @Andri Esau,
yang menulis dilaman fecebook atas kekecewaanya pada pemerintah (dinas
maupun keterwakilan) yang tidak bisa hadir di acara symposium kebudayaan dan kedaulatan pangan yang
dihelat Mahasiswa Desa Tepeleo Kabupaten Halmahera Tengah. Postingan tertanggal
28 Desember 2019, pukul 23:11 WIT itu
menandai grup @humas dan prokol, menjelang pukul 00:15 WIT.
Postinganya tersebut tiba-tiba di hapus tanpa ada
keterangan jelas dari keluhan mahasiswa atas kendala tidak bisa menyepatkan waktu dalam acara yang cukup bsesar tersebut.Pangkal dihapusnya
postingan itupun tanpa sebab yang jelas.
Keluh lain juga datang dari @Rifki Alaudin. Pemilik
akun ini membagikan tautanya di laman yang sama(@humas dan protokol)pada 28
Desember 2019 pukul 22:30 WIB, selang
waktu 50 menit kedepan postingan yang berisi tautan mengevaluasi kebijakan
pemerintahan Elang-Rahim dua periode
dihapus serta dikeluarkan dari group.Dan data
terakhir yang dihimpun penulis adalah pemilik akun FB @Syahrizal Jalil. Ia menuliskan
kesalnya pada postingan tertanggal 31 Desember
2019 pukul 19:30 WIT. Kurang
lebih begini: “paling tidak kasih
keterangan soal status layak dan tidak layak. Jangan main hapus itu kesanya
membatasi hak demokrasi seseorang. Dan itu juga mengabaikan perintah
konstitusi.”.
Sejauh ini, admin akun belum mengeluarkan
pernyataan resmi untuk memastikan bahwa akun @humas dan protokol di retas atau
di bobol.Itu artinya, netizen atau komunitas virtual
akan selalu menancapkan persepsinya pada fenomenasabotase
demokrasi, dan pasti akan menggeser kesan publik soal reputasi
kepemimpinan dan eksistensi rezim yang tidak membuka gerbang komunikasi publik
yang seluas-luasnya. Kalau di pikir-pikir, benar adanya argumentasi seorang
sosiolog Italia, Vilfredo
Pareto tentang Sirkulasi Elit, yang
bersifat saling tergantung (interdependent). Jadi,
memang ada bagian yang saling mengikat, jika beberapa bagian tidak terhubung
maka bisa berimpact ke bagian lain. Misalnya sebagian menilai kemampuan leadership Elang-Rahim
baik, akan tetapi ketika kerja elit seperti yang di tunjukkan humas
dan protokoler lumpuh. Tentu, akan meninggalkan citra rezim ke publik yang
tidak sedap.
Kalau ditilik lebih eksplist, sebenarnya
humas dan protokol harus menjadi paltform,menjembatani mulut masyarakat ke
kuping pemerintah sebagai regulator, terlepas dengan Undang-undang baku yang disandangnya.
Peran serta fungsi humas dan protokol yang memanfaatkan media
sosial, menjadi gerak komunikasi pemerintah untuk menjabarkan secara rinci
antusias pemerintah daerah membangun,serta alur
kebijakan-kebijakan daerah yang berhubungan dengan masyarakat. Dan memungkinkan
ada pernyataan dan pertanyaan netizen lewat akun grup pada prinsipnya harus di
ladenin dengan gaya komunikasi admin akun Facebook @humas dan potokol yang kuat
dengan big data pemerintah.Sehingga,terciptanyaFeedbeck, yang berdampak pada pengelolaan harapan publik bukan
dengan gelagat offensif.Kenyataan ini, berpotensi menggerakkan kesadaran
pemilik konten di beberapa akun facebook yang dihapus untuk mengkosolidir diri
pada dunia nyata. seperti yang ditegaskan Ernest Bourman dalam teori
Konvergensi Simbolik, di mana orang berinteraksi dan berbagi kesadaran bersama
melalu cara pandang, ideologi maupun paradigma berpikir.
Kondisi pembuka tahun ini, harus menjadi
refleksi prinsipil Humas dan prokol untuk mereformasi kembali interaksi virtual
pada akun resmi Facebook @humas dan protokol, Dengan mempertegas posisi sebagai
corong pemerintah daerah dan masyarakat yang berdiri di atas kaki demokrasi
deliberatif yang memandang kritik bukan sebagai langkah mendelegitimasi tetapi
melegitimasi pikiran. dengan begitu, barulah, tiba pada apa yang disebut
sebagai pemerintahan komunikatif. [**]
*) Opini kolumnis ini
adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi brindonews.com.