Keluhkan Puluhan Rumpon Ilegal Asal Bitung, Begini Sikap DKP Malut
Abdullah Assagaf: Laporannya Kami Sudah Terima
Sebuah kapal ikan asal Bitung saat menepi di teluk Desa Soligi. |
TERNATE, BRN– Praktik illegal
fishing di Perairan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan masih marak terjadi.
Kelompok nelayan di Desa Soligi, Kecamatan Obi Selatan, mencatat sebanyak
kurang lebih 50 rumpon ilegal beroperasi di perairan Soligi. Semuanya
terindikasi tidak memiliki surat izin pemasangan rumpun (SIPR).
“Karena itu rumpon
pemiliknya orang Bitung, namun dijaga oleh seorang pengusaha di Desa Soligi
bernama La Pama. Jadi semacam bagi hasil begitu,” kata Ketua Nelayan Desa
Soligi, M. Jamri saat ditemui di Kedai MBG, Kelurahan Jati, Ternate Selatan,
Senin sore, 6 Februari.
Jamri mengatakan,
masalah rumpon ilegal tersebut sudah diadukan ke Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Halmahera Selatan. Hanya saja tidak ada titik terang.
“Kami bahkan lima
kali mediasi dengan pemerintah desa, tapi tidak hasil dan terkesan memihak ke
La Pama. Waktu kami koordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera
Selatan, mereka bilang tidak pernah keluarkan izin karena bukan lagi kewenangan
mereka. Semua izin dikeluarkan di provinsi,” katanya.
Jamri menambahkan,
karena tidak mendapat titik terang, perwakilan kelompok nelayan Desa Soligi
kemudian mendatangi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara.
Kedatangan mereka mengadukan keberadaan rumpon illegal di perairan Soligi.
“Kata orang kantor
mereka (kepala Dinas DKP) ke Jakarta. Tapi kami sudah menyurat, semoga
ditindaklanjuti. Kami sangat berharap,” ucapnya.
Ihwal serupa disampaikan
oleh Ibrahim, nelayan Desa Soligi. Ia mengatakan, keberdaan rumpon-rumpon tidak
berizin ini sudah berlangsung lama.
“Sudah empat tahun
belakang ini. Kapal asal Bitung kapasitasnya besar,” ucapnya.
Ibrahim berharap masalah
rumpon ilegal ini menjadi perhatian serius Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Maluku Utara.
Ada Kelompok Pro Kontra
Perwakilan Nelayan Desa Soligi saat menemui Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan ((DKP) Provinsi Maluku Utara. |
Kepala Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara, Abdullah Assagaf menjelaskan,
beroperasinya rumpon ilegal di perairan Obi dipicu oleh kubu pro kontra. Selain
itu, merupakan problem dari tahun ke tahun.
“Itu akar
masalahnya (ada masyarakat yang pro). Insyah Allah pertengahan Februari kami
turun tindak. Kami sudah terima laporannya,” katanya saat menemui perwakilan Persatuan
Nelayan Desa Soligi di kediamannya, kompleks Pohon Pala, Kelurahan Kota Baru,
Ternate Tengah, Senin malam, 9 Februari.
Abdullah
mengatakan, pengawasan rumpon ilegal perlu kolaborasi. Bahu membahu antar pihak
terkait dianggap penting meminimalisir lalu-lalang kapal-kapal tangkap ikan dari
Bitung, Sulawesi Utara.
“Pengawasan illegal
fishing tidak bisa dititikberatkan pada OPD teknis saja. Karena armada dan
sumber daya kami masih terbatas,” ucapnya.
Abdullah
menyatakan, selama ini, dinas kelautan dan perikanan kabupaten kota selalu
beralibi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
“Padahal
pengawasan perikanan tidak selalu melekat di dinas kelautan dan perikanan
provinsi. Yang terjadi, pemerintah kabupaten kota selalu alasannya bahwa
kewenangan pengawasan ada pemerintah provinsi. Kita di pemerintah provinsi
dapat mengeluarkan surat tugas pengawasan kalau ada permohonan dari kabupaten
kota. Selama inikan tidak dilakukan. Dinas yang membidangi perikanan itu wajib
hukum mengawasi, bukan saling lempar tanggung jawab,” sebutnya.
Abdullah meminta kepada dinas kelautan dan perikanan
kabupaten kota agar tidak lagi menjadikan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
sebagai kendala pengawasan. (red)