Brindonews.com
Beranda Daerah Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Halbar Meningkat

Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Halbar Meningkat

Fransiska Renjaan

JAILOLO, BRN – Kasus Kekerasan
seksual terhadap anak di Kabupaten Halmahera Barat (Halbar) terus bergerka
naik. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Halbar mencatat
enam kasus.

Kepala DP3A Halbar
Fransiska Renjaan menyatakan, dari jumlah itu ada kenaikan 3 kasus menjadi 6 kasus
dibanding pada 2018 hanya 3 kasus. “Ini tercatat dari Januari hingga September 2019.
Perkara yang dilaporkan ke kami itu kebanyakan
pemerkosaan,” katanya, Senin
(30/9).





Fransiska mengatakan hal
yang sama terjadi pada kasus kekerasa fisik. Selama periode 2018 kurang dari 7
kasus di tangani. Semantara kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT mengalami
penurunan.

“Tahun ini kami belum
mendapat atau menerima laporan soal kekerasan fisik terhadap anak. Untuk KDRT dari
27 kasus di 2018 turun menjadi 22 kasus di 2019. Penurunannya 5 kasus,” terangnya.
“Yang menonjol di tahun ini yaitu kasus kekerasan seksual terhadap anak,” katanya
menambahkan.

Menurutnya, tingkat kekerasan
baik seksual maupun KDRT yang tercatat di DP3A Halbar belum terdata semuanya. Dia
meyakini masih ada sejumlah kasus kekerasan diluar sana belum dilaporkan.





Dahulukan Langkah Persuasif

Fransiska mengemukanan, proses
penyelesaian masalah mengutamakan langkah persuasif. Jalur hukum boleh saja
diambil kalau proses mediasi tidak membuahkan hasil. “Tapi kalau kekerasan
seksual kita langsung rekomendasi ke Polres guna di proses hukum secepatnya. Kalau
korban seksual ini jika dari pihak keluarga mau visum, kita dampingi si korban,
begitu juga dengan pelayanan. Rehabilitasi tetap dilakukan, karena umumnya mereka
alami trauma,” katanya.

Di Halbar sendiri
pemerintah kabupaten dan DPRD setempat belum lama ini menyetujui dan
mengesahkan Peratutan Daerah atau Perda tentang Perlindungan Perempuan dan
Anak. Produk hukum daerah ini diharapkan menjadi tameng bagi kaum hawa maupun anak terhadap pelbagai kejahatan yang
mengancam mereka.





Fransiska berharap adanya
perda tersebut membawa angin segar. Selain meningkatkan peran lembaga
pemasyarakatan, juga memberikan ruang bagi masyarakat terlibat langsung.

“Ruang-ruang itu
misalnya, forum anak, atau komunitas-komunitas sosial lainnya yang memang
arahnya kesana (pencegahan kekerasan anak dan KDRT). Akan ada juga forum perlindungan
anak terpadu dan Satgas PPA,” katanya.

Fransiska mengatakan, Satgas
PPA bertujuan melindungi sekaligus menjangkau perempuan-perempuan di desa.
tiap-tiap desa ditempati 2 anggota satgas. “Mereka-mereka itulah yang berperan
aktif dan di bantu pemerintah desa mengakomodir lembaga-lembaga tersebut. Membuat
kegiatan-kegiatan menyangkut pencegahan semacam sosialisasi yang didanai oleh dana
desa ,” katanya.





“Dais dinas selalu siap
kalau di undang menjadi narasumber kegiatan,” sambungnya. (haryadi/red)

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan