Brindonews.com
Beranda Opini Kebijakan Purbaya Bawa Petaka, Babak Baru Periode Kedua Ubaid-Anjas

Kebijakan Purbaya Bawa Petaka, Babak Baru Periode Kedua Ubaid-Anjas

Akmal Lule

 Oleh: AKMAL LULE

Membangun sebuah negara, daerah sudah menjadi tanggungjawab pemerintah, baik pusat, daerah. Konteks kewajiban ini tak hanya melekat semata pada lembaga eksekutif, tapi juga DPR, DPRD yang bagian dari pemerintah yang tak bisa lepas pisa.

Tentu dari lembaga legislatif, ada fungsi vital yang akan mendorong, baik sisi legislasi maupun aspek budgeting sebagai penopang implementasi kebijakan.

Tanggungjawab ini sama halnya di Halmahera Timur. Ubaid Yakub dan Anjas Taher selaku kepala daerah yang menjadi kunci, bukan sekedar pelengkap administratif pusat ke daerah. Tapi peranya sangat substantif dalam merumuskan kebijakan pembangunan, baik pemenuhan infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan ekonomi.

Ketiga sektor pembangunan tersebut menjadi titik fokus pengendalian kebijakan Bupati Ubaid Yakub dan Wakil Anjas Taher. Meskipun ditengah kebijakan pusat yang tak menentu.

Sejak periode awal, 2021-2024, keduanya sudah mendorong infrastruktur dasar yang paling fenomenal yaitu jalan dan jembatan sebagai konsentrasi utama untuk konektivitas wilayah yang dari dulu masih terputus di dua kecamatan, Maba Utara dan Wasile Utara.

Dengan kebijakan yang konstruktif, dua wilayah yang jauh dari Ibu Kota Pemerintahan di Kota Maba, sudah terkoneksi, walaupun belum semulus yang diharapkan warga. Paling tidak, bisa diakses dan sudah keluar dari ketimpangan dan ketertinggalan infrastruktur yang belum jamak sejak belasan tahun.

Dana TKD yang dipangkas oleh pemerintah pusat, tentu berdampak pada pendapatan daerah yang makin kecil. Apalagi daerah tidak punya pendapatan alternatif lain. Kebijakan pusat berkonsekuensi, apalagi negara sedang membutuhkan biaya besar untuk mencukupi kebutuhan program makan bergizi gratis.

Belum lagi Prabowo membiayai mega proyek hasil peninggalan mantan Presiden Jokowi yang menyulap hutan di Kalimantan menjadi rencana Ibu Kota Nusantara termasuk program Koperasi Merah Putih Prabowo-Gibran yang akan kuras APBN.

Itu sebab, daerah harus terima resiko atas kebijakan transefer pusat yang mengecil. Transfer ini menurun Rp 24,7 persen atau setara 650 terliun dibanding sebelumnya yang masih mencapai 864,1 terliun. Kebijakan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa itu termasuk diprotes 18 Gubernur karena kena dampak.

Kebijakan Menkeu Purbaya ini terpaksa Halmahera Timur kehilangan porsi TKD sebesar Rp 473 miliar. Termasuk berdampak pada rancangan KUA PPAS APBD 2026 yang dirancag turun 33,62 persen.

Dalam pidato di paripurna penyampaian KUA PPAS APBD 2026 pada 23 Oktober, Bupati Ubaid sudah  mengatakan bahwa,  Pendapatan Daerah dirancang hanya sebesar Rp 935.6 miliar karena TKD susut Rp 473 miliar. Jumlah ini lebih kecil dibanding target Pendapatan Daerah 2025 Rp 1,4 terliun.

Sementara PAD 2026 naik tipis 0,19 persen Rp 83 miliar. Transfer Pemerintah Pusat sisa Rp 859 miliar turun Rp 474 miliar, DBH hanya Rp 312 miliar karena turun 49,95 persen.  DAU Rp 371 miliar turun 25,38 persen. Sedangkan Pemda Halmahera Timur kehilangan porsi DAK pada 2026.

Sedangkan pendapatan yang dirancang tersisa Rp 935,6 miliar tentu beresiko pada pembiayaan program, terutama, infrastruktur, Pendidikan, Kesehatan dan Ekonomi termasuk belanja pegawai dan belanja daerah yang lain karena fiskal daerah selama ini bergantung dari transer pusat.

Itu sebab, pimpinan SKPD harus mampu menjawab fenomena pemangkasan TKD untuk menggenjot PAD sehingga bisa memaksimalkan resiko belanja program. Terutama harus mampu berinovasi untuk menjawab realitas fiskal yang terjun bebas.

Ironisnya, kabupaten penghasil tambang nikel ini hanya bergantung pajak retribusi yang dipungut dari pelaku usaha. Sementara sektor pariwisata belum tergarap karena masih terkendala alasan klasik yaitu RIPDA.

Memang fakta pemangkasan TKD oleh Menkeu Purbaya bukan hanya Ubaid yang pusing kepala, tapi satu Indonesia. Fenomena kebijakan negara yang pasang surut ini memiliki resiko pada daerah yang pendapatanya kecil, tapi fiskal Halmahera Timur yang ada, masih lebih dari cukup untuk membiayai kebutuhan. Walaupun dibeberapa item program lain harus menjadi korban.

Sebab, kemunculan Purbaya menjadi fenomena baru pengelolaan APBN. Apalagi Purbaya yang terkesan ketat soal serapan anggaran negara. Karena alasan Purbaya memangkasan TKD sebagai timbal balik dari dana transfer yang ditemukan tidak efektif terserap. Dibeberapa kesempatan, Purbaya sering berbicara soal anggaran yang bocor termasuk banyak yang mengendap di bank Himbara.

Bagi saya, bupati Ubaid sudah harus merubah pola kebijakan lama, terutama setiap rupiah yang keluar harus tepat sasaran dan efektif untuk menjawab kebutuhan warga di 102 desa.

Walaupun sudah lima tahun menjabat tercatat hingga di periode kedua tidak perlu lagi menaru keraguan sisi pengelolaan anggaran, tapi dengan ruang yang serba terbatas dalam konteks fiskal, harus meruba orientasi dan menentukan kebijakan yang tepat sasaran.

Sehingga rupiah tidak hanya dihabiskan pada kegiatan yang sifatnya cerimonial. Tapi harus benar-benar menyentu langsung pada penguatan ekonomi rakyat, pengelolaan sumber pertanian, perkebunan dan perikanan yang relativf nyata. Sekian..!! (*)

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan