Fenomena Komunikasi Haji Robert, NHM, Karyawan dan Masyarakat

![]() |
Dr. Helmi Direktur Lembaga Strategi Komunikasi dan Politik (Leskompol) dan Dosen Prodi |
Akhir-akhir ini PT. Nusa Halmahera
Minerals dan Hi. Robert Niticahyo Wachjo
mendapat perhatian dari masyarakat Maluku Utara, dimana Robert yang merupakan
komisaris dari perusahaan tambang tersebut gencar melakukan tindakan-tindakan
sosial dengan aktif membantu kaum miskin dan membagi beasiswa untuk mahasiswa,
termasuk bantuan rumah ibadah untuk kaum nasrani dan muslim di seputaran daerah
tambang.
Yang terakhir,
orang kaya itu membantu anak berpenyakit kronis di kabupaten Halmahera Selatan
setelah mendapat masukan dari bupati terpilih Halmahera Selatan. Robert tidak
hanya menanggung biaya pengobatan untuk anak sakit itu, tetapi mengirimkan
helikopter untuk menerbangkan si sakit dari Halmahera Selatan ke Jakarta.
Perilaku
dermawan dari pemilik NHM itu yang menarik perhatian dari masyarakat Maluku
Utara, mengingat jumlah uang yang disalurkan pak haji ini tidak sedikit
jumlahnya. Apalagi bukan hanya atas nama perusahaan, tetapi juga atas nama
pribadinya. Tidak hanya itu, haji kaya ini juga menjadi imam saat salat di Masjid
Kao hingga sempat memberi nasehat kepada beberapa jamaah di masjid tentang Islam.
Karena itu ada
yang mewacanakan di media sosial kalau sang komisaris itu patut diusung sebagai
gubernur di 2024 nanti. Di lain pihak ada yang merespon “sinis”. Robert langsung
merespon kalau dirinya sama sekali tidak memikirkan itu dan hanya ingin membantu
masyarakat dengan ikhlas, mengingat apa yang telah didapat oleh dirinya dan
perusahaan di tambang sudah sangat besar sehingga dirinya merasa patut
memberikan bantuan tersebut dengan mengurai pemberian perusahaannya untuk
daerah dan untuk negara yang sebesar tujuh triliun. Haji Robert mungkin sangat
percaya bahwa pada prinsipnya, semakin mirip latar belakang sosial budaya akan
semakin efektif komunikasi.
Adapun prinsip komunikasi
yang lain bahwa setiap perilaku adalah potensi komunikasi. Dalam konteks ini,
bahwa perilaku haji Robert ditafsirkan sebagai sang komisaris bermaksud menarik
perhatian (“manuver”) dari masyarakat Maluku Utara. Sengaja atau tidak perilaku
kita ditafsirkan orang lain. Ya, kita tidak dapat mengontrol penafsiran orang
lain atas perilaku kita. Penulis lebih melihat kalau haji ini tidak bermaksud
mengkampanyekan dirinya untuk kepentingan politik pribadi, tapi perilakunya
tersebut lebih sebagai fenomena humas yang ditampilkannya untuk kepentingan
perusahaannya (NHM). Penulis beranggapan logis kalau pemilik NHM ini hanya
menyeimbangkan apa yang didapat dengan apa yang harus dilakukan untuk mendapat
keterimaan dari masyarakat. Robert lebih identik dengan NHM itu sendiri.
Tiba-tiba masyarakat
Maluku Utara jadi tersentak dengan ulah dua karyawan magang di PT. NHM. Bagaimana
tidak, perilaku Prilly dan Dandy lewat video yang tersebar di media sosial yang
dengan lancang mengatakan bahwa lamaran dari masyarakat ke PT. Nusa Halmahera Minerals
telah dibuang oleh mereka dengan nada konyol. Sontak pernyataan tersebut
menimbulkan reaksi kecewa dari masyarakat terhadap NHM yang dianggap tidak
berempati pada pelamar kerja terutama dari Maluku Utara.
Padahal
sebelumnya pihak NHM menjanjikan akan menerima karyawan lokal (asal Maluku
Utara) sebanyak 60 persen dari lowongan yang ada. Pihak perusahaan pun kelabakan
dan bereaksi menonaktifkan dua karyawan magang tersebut. Prilly dan Dandy
buru-buru meminta maaf dengan alasan bahwa video tersebut tidak lebih dari
sekedar candaan karena memang mereka di kantor sering bercanda di saat-saat
santai.
Komunikasi
melibatkan prediksi peserta komunikasi. Artinya apa yang kita katakan tentu
seharusnya konek dengan reaksi yang kita harapkan. Apalagi menggunakan media
sosial yang pesannya diterima secara serempak. Ternyata dalam konteks ini bahwa
perilaku Dandy dan Prilly dimaknai masyarakat tidak hanya merupakan sikap yang
ngaur tapi juga congkak dan kasar, sehingga reaksi publik pun begitu ramai
dengan kekecewaan dan rasa gemas.
Di sini
terlihat bahwa kedua anak muda ini tidak pernah memprediksi sebelumnya kalau
keisengan mereka begitu berdampak buruk, tidak hanya kepada mereka tetapi juga
buat perusahaan tempat mereka magang dan sang dermawan haji Robert khususnya.
Kedua orang ini
memang langsung mengungkapkan permintaan maaf lewat video dengan nada menyesal,
dan penulis percaya kalau mereka memang tidak sengaja dan merasa bersalah atas
ulahnya yang sembrono itu. Tapi apakah permintaan maaf itu sekonyong-konyong
akan melenyapkan kekecewaan masyarakat dan pemilik NHM terhadap mereka? Tentu
saja tidak, mengingat komunikasi bersifat irreversible.
Artinya, apa
yang telah dinyatakan tidak akan dapat ditarik kembali atau peribahasa
mengatakan piring yang sudah retak tidak dapat disambung kembali. Ya,
masyarakat dan haji bule yang dikenal dermawan itu mungkin akan memaafkan
tetapi tentu tidak akan dapat melupakan kecerobohan itu. Robert memang pantas
kecewa mengingat dirinya dan pihak manageman NHM sejak satu tahun terakhir
berusaha membangun komunikasi dengan masyarakat di seputar tambang yang lebih
egaliter dan humanis. Dalam komunikasi, semakin mirip latar belakang sosial
budaya akan semakin efektif komunikasi.
Kasus serupa
ini sesungguhnya pernah juga terjadi, dimana salah seorang manager di
perusahaan tersebut dengan lantang melontarkan pernyataan di media yang
menyudutkan salah seorang calon bupati pada pilkada serentak beberapa waktu
lalu. Dan tanpa ampun perusahaan tersebut langsung menindak sang manager dengan
menonaktifkan sang karyawan tersebut dari posisinya.
Komunikasi
berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan. Dalam hal ini, statmen dari
manager tersebut bisa dianggap mewakili perusahaannya sehingga berpotensi
membuat hubungan perusahaan dengan calon bupati tersebut terganggu, apalagi
belakangan ini kita bisa liat tingkat hubungan antara haji Robert dengan bupati
terpilih itu dalam kerja sama membantu anak sakit di Halmahera Selatan belum
lama ini.
Di sini juga
terlihat kalau komunikasi berlangsung dalam konteks ruang dan waktu. Dimana
komunikasi lebih dilihat kepada siapa yang mengatakannya, bagaimana dia
mengucapkannya dan dimana dia berada.
Selain itu juga, komunikasi memiliki dimensi isi dan dimensi hubungan. Artinya
bahwa terkadang isi komunikasi tidak terlalu menjadi penting atau menjadi
perhatian kalau hubungan kita dengan orang itu sangat dekat (akrab) saat kita
melontarkan kritikan terhadapnya atau bercanda yang agak “berlebihan”, tetapi
sebaliknya akan sangat kontra reaksinya saat hubungan kita kurang akrab atau
hubungan yang sangat dingin.
Dalam hal ini
kita bisa melihat bagaimana usaha dari haji Robert untuk mengangkat citra
perusahaan yang sebelumnya dianggap tidak terlalu bersahabat dengan masyarakat
di sekitarnya menjadi tercoreng dengan ulah karyawannya. Namun terlepas dari
itu semua, orang dapat beranggapan bahwa kejadian-kejadian tersebut di atas
dapat diasumsikan bahwa PT. NHM belum memiliki atau belum berjalan efektif atas
sistem komunikasi di dalam perusahaan tersebut.
Ternyata
polemik tidak berakhir sampai di situ, namun menjadi melebar saat kritik dari
KNPI terhadap pihak PT. Nusa Halmahera Minerals diduga direspon oleh pemilik
NHM ini dengan rekaman suara yang menyerang pihak KNPI dengan kata-kata yang
mungkin berlebihan. Sikap KNPI pun direspon oleh GP Ansor dan PD PM yang
membela H Robert dan menilai KNPI Malut terlalu baper dan berlebihan. Dari
pihak-pihak yang berkonflik di atas kita dapat melihat bagaimana masing-masing
pihak dengan persepsinya dalam melihat masalah. Kembali melihat komunikasi
memiliki dimensi isi dan dimensi hubungan, dimana kita dapat menggambar
relasi-relasi dan persepsi diantara mereka yang berkonflik. Artinya bahwa
terkadang isi komunikasi tidak terlalu menjadi penting atau menjadi perhatian
kalau hubungan kita dengan orang itu sangat dekat (akrab) saat kita melontarkan
kritikan terhadapnya atau bercanda yang agak “berlebihan”, tetapi sebaliknya
akan sangat kontra reaksinya saat hubungan kita kurang akrab atau hubungan yang
sangat dingin.
Persepsi adalah
inti dari komunikasi, jika persepsi kita positif kita akan bereaksi positif
terhadap orang lain, dan sebaliknya kalau persepsi kita negatif atau kita
berprasangka. Persepsi bersifat subyektif. Tapi bagaimanapun, komunikasi memang
bukan panasea (obat mujarab). Sebab komunikasi memiliki dua mata pedang yang
sama-sama tajam. Di satu sisi, karena komunikasi kita dapat menciptakan
perdamaian dengan komunikasi yang efektif, tapi di pihak lain komunikasi bisa
menjadi penyebab timbulnya konflik. Semoga kita semua belajar dari kejadian
ini. (*)