Honorer di Halmahera Timur Diduga jadi Korban Sentimen Politik
Anjas Taher: Itu Tidak Benar
Ilustrasi. |
Pemberhentian
96 honorer di Halmahera Timurmenuai protes. Bahkan,
langkah Bupati Ubaid Yakub memberhentikan puluhan honorer tersebut dinilai
bermuatan sentimen politik 9 Desember 2020 lalu.
Dugaan lainnya
yang beredar adalah pemerintah diduga “bermain
mata”. Apalagi keputusan merumahkan para honorer ini dalam kondisi pandemi
yang masih mewabah.
Penjelasan
ini mengemuka dalam hearing Ampera, DPRD dan Pemerintah Halmahera Timur di
Kantor DPRD Halmahera Timur, Selasa 27 Juli.
Sekertaris
Jendral Ampera Muhibu Manda mempertanyakan alasan Bupati Ubaid perihal Surat
Keputusan pemberhentian. Menurutnya, lahkah tersebut bersifat politis.
“Bahkan
ada dua orang honorer di Sekretariat DPRD yang terhitung sejak 2006 lalu juga
diberhentikan (berdasarkan SK lama). Sementara SK baru, dua orang ini diloloskan
(diakomodir kembali). Jadi jangan bicara soal kelompok, karena pilkada sudah
berakhir. Mereka (honorer) juga mencari hidup mereka,” kesal Muhibu dalam
hearing bersama.
Muhibu berpendapat,
pemerintah daerah harus menjadi garda terdepan dalam menyudahi perbedaan pilkada.
“(Bukan
membangun kelompok-kelompok yang menguasai pemerintahan). Kalau alasan
pemberhentian tenaga honorer karena mempertimbangkan kemampuan ABPD
(pendapatan) maka dinilai tidak masuk akal. Bagi kami tindakan ini adalah
kriminalisasi masyarakat. Kami meminta agar bupati dan wakil bupati segera
mengevaluasi BKD dan sekertaris daerah terkait pemberhentian tenaga honorer,” ujarnya.
Wakil Bupati
Halmahera Timur Anjas Taher membantah kalau pemerintah tidak memberhentikan
atau memecat tenaga honorer, baik P3K maupun PT2D.
“Pemerintah
daerah tidak samasekali melakukan pemecatan atau memberhentikan tenaga P3K, ini
harus kami diluruskan kembali. Kalau SK menyangkut PT2D yang disebut sebagai
honorer iya, pemerintah daerah merevisi SK 2021. Karena pada saat pemeriksaan
keuangan daerah oleh BPK terhadap realisasi anggaran honorer ada kurang lebih
96 orang (tenaga honorer) yang namanya ada dalam SK gaji sudah di blok/dinonaktifkan
karena tidak pernah aktif. Ini berpotensi merugikan keuangan daerah,” terang
Anjas.
“Terhadap
96 orang berdasarkan rekomendasi kepala-kepala SKPD harus dikeluarkan dari SK
karena sudah jadi temuan oleh BPK. Oleh karena itu, untuk menghindari hal itu,
maka pemerintah daerah wajib mengevaluasi kembali terhadap SK PT2D setelah
hasil pemeriksaan BPK keluar tanpa harus menunggu februari tahun depan,” sambungnya.
Sekertaris
BKD Halmahera Timur Jamal Esa menyatakan, keputusan memberhentikan sebagian
tenaga honorer tersebut tidak ada unsur politis maupun tendensi politik. Pemberhentian
berdasarkan hasil evaluasi Sekertaris Daerah Ricky CH Ricfat selaku pembina
kepegawaian.
“BKD
memproses itu (SK bupati tenaga honorer) tentu sesuai evaluasi dari
pimpinan (sekertaris daerah). Praktis
satu dua orang di SKPD maupun di rumah sakit nama mereka tidak termuat dalam SK
honorer yang baru. Jadi menurut saya, pemberhentian honorer tidak mengarah ke
politik, ini murni hasil evaluasi,” sebut Jamal.
“BKD
tidak pernah memecat tenaga honorer dilingkup Pemerintah Halmahera Timur,
tetapi hanya nama mereka tidak diakomodir dalam SK bupati. Kalau pemecatan
berarti ada dasar hukum atau dibuktikan dengan surat keputusan bupati tentang
pemecatan tenaga honorer, tapi inikan tidak, hanya saja belum diakomodir,”
ujarnya. (mal/red)
Catatan
redaksi: Berira ini sudah dilakukan revisi satu kali
untuk memperbaiki judul. Sebelumnya ditulis “Honorer
di Halmahera Timur Diduga jadi Korban Sentimen Politik Ubaid-Anjas” diralat
menjadi “Honorer di Halmahera Timur
Diduga jadi Korban Sentimen Politik” seperti tertulis pada judul diatas.
Atas kekeliruan ini redaksi brindonews.com meminta maaf yang sebesar-besarnya.
Mohon maaf juga atas ketidaknyamanannya.