Beda Kepentingan dan Peran Tim Sukses Penyebab Keharmonisan TULUS Retak
Helmi Alhadar. |
Issue ketidakharmonisan Wali Kota M. Tauhid Soleman
dan Wakil Wali Kota Jasri Usman menjadi pembicaraan hangat beberapa hari
terakhir. Keretakan hubungan keduanya ini pun mengundang banyak spekulasi
publik Ternate.
Diantara
banyaknya spekulasi tersebut dua diantaranya dianggap “akar rumput” masalah. Yaitu pencopotan Kepala Dinas PUPR Risval
Tri Budiyanto dan pembehentian 80 satgas pasar. Imbasnya, Wakil Wali Kota Jasri Usman yang juga Ketua
DPW PKB ini pun mulai jarang berkantor.
Direktur
Lembaga Strategi Komunikasi dan Politik atau Leskompol Maluku Utara, Helmi
Alhadar berpendapat, gesekan pada level pucuk pimpinan bukan lagi barang baru.
Miskomunikasi semacam ini sebenarnya hal yang biasa terjadi dalam batas
tertentu.
Helmi
mengatakan ketidakharmonisan Tauhid dan Jasri tidak boleh dianggap remeh. Ini
akan menjadi serius kalau saja tidak diselesaikan secepatnya.
“Gesekan
politik ini jika tidak terselesaikan dan berdampak pada bawahannya, terutama masyarakat
Nah, sepertinya konflik Wali Kota dan Wakil Wali Kota Ternate bisa berkepanjangan,
dan tentu sangat berdampak pada pelayanan masyarakat. Untuk itu, perlu disikapi
secara bijak oleh kedua pihak dengan komunikasi yang berdampak baik untuk
pemerintahan mereka,” kata Helmi dalam keterangannya yang diterima brindonews,
Kamis pagi, 29 Juli.
Akademisi
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara ini
mengemukakan, keputusan Wali Kota Tauhid menghentikan 80 satgas pasar dapat dipahami.
Merupakan alasan yang masuk akal mengingat kondisi keuangan daerah yang lagi
payah.
Di pihak lain, sikap
Wakil Wali Kota Jasri mempertahankan para satgas pasar juga benar. Selain mempertimbangkan
kepentingan hidup (nafkah keluarga) dan kebutuhan pekerjaan, pertimbangan lain
adalah wabah virus corona yang belum melandai.
“Untuk kebaikan
Tauhid-Jasri, sebaiknya mereka berdua bersatu kembali dengan mahu sedikit mengabaikan
kepentingan dan ego masing-masing, termasuk
para kelompok. Mengedepankan kepentingan rakyat, mengingat kondisi
ekonomi masyarakat yang sudah sangat terpuruk akibat covid 19,” ujarnya.
Ada Peran Tim Sukses
Helmi
menyarankan Tauhid dan Jasri secepatnya memperbaiki ketidakharmonisan yang
belakangan diperbincangkan. Apalagi ketidakharmonisan ini terjadi dalam situasi
pandemi yang masih mewabah di Kota Ternate.
“Sudah saatnya
kembali baikan, ketimbang berkonflik yang hanya akan menimbulkan sikap tidak
simpati masyarakat. Masyarakat sangat butuh perhatian yang ekstra dari pemerintah,”
tuturnya.
Menurutnya,
ketidakharmonisan imbas dari miskomunikasi ini tidak begitu saja terjadi.
Penyebabnya selain mengamankan kepentingan masing-masing, didalmnya juga ada
peran “tim sukses” saat Pilkada 9 Desember 2020 lalu.
“Kelompok lain
yang berperan dalam kmnangan mereka pada
pilwako lalu. Tidak ada pilihan lain, kecuali pasangan ini harus mau berkorban
kalau memang beritikat baik untuk kepentingan masyarakat. Karena saat ini
kondisi kita tidak dalam keadaan baik-baik saja atau tidak normal karena
hantaman covid 19.
Sebagai wali kota,
lanjut Helmi, Tauhid jelas harus meningkatkan kinerja sekaligus memperbaiki
gaya komunikasi yang selama ini terkesan kering dan tawar. Bahkan terkesan sedikit
“arogan” dengan tidak terlalu merespon simbol-simbol komuniksi pihak lain.
“Begitupun
Wakil Wali Kota Jasri. Mestinya harus lebih lincah dan tulus serta tidak trlalu
reaktif, sehingga ada gebrakan-gebrakan yang dapat dirasakan oleh masyarakat.
Jika konflik ini tidak terselesaikan, maka dapat dipastikan merugikan keduanya,
termasuk masyarakat. Apalagi konflik ini lebih terkesan karena kepentingan mereka
dan bukan pada kepentingan rakyat,” ujarnya.
“Artinya bahwa
masyarakat bisa berpikir begitu mengingat orang-orang yang digeser wali kota kemungkinan
tidak mendukung pasangan TULUS pada pilwako lalu. Sementara sang wakil terkesan
ingin “memanfaatkan” kondisi ini untuk mendapat simpati dari pihak-pihak
yang kecewa dengan wali kota, padahal mungkin tidak benar-benar seperti itu. Tapi
siapa yang bisa mencegah kalau ada masyarakat yang brpikir demikian?,”
sambungnya.
Kemungkinan Lebih Ekstrem
Helmi
mengahawatirkan konflik ini kembali terjadi. Jarak ini kemungkinan terulang
kalau masing-masing kubu tidak mengubah model komunikasi.
Melihat perjalanan
Tauhid-Jasri bakal terkesan rentan akan konflik. Selain punya perbedaan latar belakang
sosial, budaya serta pendidikan, model komunikasi inear atau mekanistis
(obyktif) yang dimiliki wali kota, dan gaya komunikasi wakil wali kota yang lebih
menekankan gaya komniksi subyektif bakal membuka ruang atau konsep komunikasi yang
lebih ekstrem.
“Belum lagi Pak
Risval yang sebelumnya sempat berada di ruangan Jasri sebelem dicopot oleh Wali
Kota Tauhid. Ini berarti Risval kemungkinan sangat dekat deng pihak Jasri. Belum
lagi ada persaingan perebutan pengaruh dibwahan dan masyarakat untuk kepantingan
2024 nanti. Memang tidak mudah dalam menyatukan kembali kedua tokoh ini kalau melihat
tingkat konflik dan prnytaan-pernyataan terbuka yang terkuak di publik, tapi kalau
mau tulus menyelesaikan pasti bisa dangan rela berkorban demi kepentingan masyarakat
ketimbang pribadi dan kelompok,” pungkasnya.
“Persoalan di Kota
Ternate sudah sangat rumit dan kompleks, belam lagi issue-issue yang kurag enak belakangan ini cenderung memojokan
posisi wali kota. Sehingga selain pemimpin cerdas, juga butuh ketulusan dan
kearifan dari pemimpin dengan memainkan jargon-jargon politik yang dapat menggerakan
masyarakat untuk mendukung pemerintahan TULUS, apalgi pemerintahan kedua org
ini efektifnya kurang lebih tiga tahun.
“Konflik ini menyadarkan
kita tentang resistnsi diantara pemimpin kita di Maluku Utara. Gesekan terbuka
ini juga terjadi di level Gubnur Abdul Gani Kasuba dan Wakil Gubernur M. Ali
Yasin yang beberapa waktu lalu menampilkan fenomena yang agak mirip. Moga hal-hal
seperti ini segera trslesaikan,” ujarnya. (red)