Hasrul Buamona Jadi Saksi Ahli Sidang Aslam-Jokowi
Dr Hasrul Buamona, S.H,M.H, menjadi saksi ahli untuk Muhammad Aslam dalam sidang di PTUN Jakarta. Dalam perkara ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai pihak Tergugat. |
TERNATE, BRN – Pakar hukum
kesehatan, Hasrul
Buamona menjadi saksi ahli dalam persidangan di PTUN Jakarta, Rabu
24 November, pukul 09.00 WIB kemarin.
Hasrul
mengatakan sidang dengan nomor
perkara:188/G/2021/PTUN.JKT tersebut, Muhammad Aslam sebagai Penggugat. Sedangkan
Tergugatnya Presiden Joko Widodo.
Kasus ini bermula ketika Muhammad Aslammerasa
dirugikan dari kebijakan PPKM yang dibuat oleh Presiden Joko Widodo melalui menteri dalam negeri
sebagaimana termuat dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 31 tahun 2021.
“Perkara ini perbuatan melanggar hukum pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo terkait
penerapan PPKM dalam penanggulangan Covid-19,” kata Hasrul dalam keterangan tertulisnya.
Ahli hukum Kesehatan
Fakultas Hukum Universitas Mataram Yogyakarta ini menerangkan, terdapat beberapa hal penting dalam Pasal
49 ayat (1) Undang-undang Kekarantinaan Kesehatanyang selanjutnya menjadi norma dalam pasal dan ayat
tersendiri.
Pertama, mitigasi
faktor; kedua, kedaruratan kesehatan masyarakat; ketiga,
karantina rumah;
keempat, karantina wilayah; kelima,
karantina rumah sakit;
keenam, pembatasan sosial berskala besar oleh pejabat karantina kesehatan.
“Dalam norma-norma hukum diatas sudah jelas mengatur
terkait dengan ruang lingkup dan batasan-batasan, sehingga norma-norma diatas
juga menjadi acuan bagi menteri kesehatan
dan kepala daerah untuk membuat
aturan teknis penanganan Covid-19. Sejatinya dalam UU Wabah dan UU
kekarantinaan kesehatan sudah jelas bahwa yang memiliki kewenangan
untuk penanganan Covid-19 adalah kementerian
kesehatan, sehingga tidak dibenarkan secara hukum presiden melakukan penunjukan langsung kepada menteri marves atau lainnya. Hal ini dikarenakan Covid-19 memang darurat atau bencana non
alam, tapi tidak terjadi kekosongan hukum dan tidak terdapat multitafsir norma
hukum baik dalam UU Wabah dan UU Kekarantinaan Kesehatan,” jelas Hasrul dalam memberikan
keterangan ahli melalui zoom meeting.
Hasrul mengemukakan,
dengan dimuatnya undang-undang wabah dalam Konsiderans
Kepres 12
Tahun 2020 yang menetapkan
Covid-19 sebagai bencana non alam, maka sebenarnya ini menjadi petunjuk hukum
yang jelas bagi Presiden Joko Widodo. Bahwa
kewenangan penanganan Covid-19 hanya bisa dijalankan oleh menteri kesehatan dan bukan yang
lain.
Sehingga,
menurut ahli, INMEDAGRI 31 Tahun 2021 (BELEIDSREGELS) adalah produk hukum yang melanggar dari undang-undangwabah. Alasan hukum ahli tindakan Tergugat melanggar Undang-undangwabah dan kekarantinaan
kesehatan ialah, pertama,
INMENDAGRI 31Tahun 21 diterbitkan pada saat tidak terjadi adanya kekosongan
hukum. Kedua, Tergugat telah
melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan politik
hukum kesehatan, dimana Tergugat
Presiden Joko Widodo melalui menteri dalam negeri membuat istilah/terminologi
PPKM Level 4 yang tidak pernah ada atapun tidak diatur dalam undang-undang wabah dan kekarantinaan kesehatan.
“Menurut ahli, dalam undang-undangwabah dan undang-undangkekarantinaan kesehatan,
sudah sangat jelas mengatur kewenangan dalam penanganan Covid-19 merupakan
adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan. Artinya sekalipun Covid-19 merupakan keadaan kedaruratan
kesehatan masyarakat, akan tetapi tidak terdapat kekosongan hukum,” ujarnya. (red)