Investasi UMKM Digital di Ibu Kota Nusantara
Oleh: Muhamad Dimas Hadi Akrom | Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Pernyataan Basuki Hadimuljono Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), menyebut pembangunan ibu kota nusantara (IKN) masih sepenuhnya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN (APBN) (Kumparan, 2/5/2023).
Hal ini menjadi babak baru bagi persoalan pembangunan IKN, dimana persoalan utamanya adalah tingginya keraguan investor untuk menanamkan modal investasi di IKN. Sekalipun Presiden Jokowi telah turun tangan menjadi konsultan dalam berbagai forum dunia, dengan menawarkan investasi ke IKN. Memang tidak mudah meyakinkan Investor dengan angka investasi yang fantastis.
Simalaka pun muncul dari internal kekuasaan istana, apakah melanjutkan dengan anggaran yang terseok-seok ataukah berhenti di tengah jalan yang berpotensi melahirkan hambalang jilid II. Sebuah pembangunan mega proyek besar yang berhenti hingga kini.
Tentu ini akan menampar wajah Presiden Jokowi yang selama ini kerap kali di antitesiskan dengan era Presiden Susilo Bambang Yudhyono yang tidak melanjutkan pembangunan hambalang. Apalagi pembangunan IKN hingga kini telah menelan anggaran dari APBN hingga triliunan rupiah.
Isu yang berseliweran di publik sampai saat ini tidak bisa dihindari, yakni dugaan terancam gagalnya pembangunan IKN. Hal ini disebabkan belum adanya nama-nama perusahaan besar yang akan melakukan investasi di IKN. Artinya opini publik tersebut seirama dengan persoalan investor, yang belum menemui titik terang dalam gelap dari cahaya yang jauh (belum jelas).
Penulis melihat ada jalan lain sebenarnya yang dapat diambil Pemerintah, untuk mendapatkan investor secara cepat. Melalui mengundang para pebisnis UMKM digital untuk berinvestasi di IKN. Meragukan karena tidak banyak kemudian yang yakin dengan kondisi IKN masih hutan, akan membuat para pebisnis menanamkan modalnya sejak dini.
UMKM Digital Sebagai Sebuah Solusi
Penulis hendak mengutip pendapat Stephenson (1970) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Two Newly Created Capitals: Islamabadan and Brasilia”.
Stephenson berpendapat sosio-ekonomi menjadi pertimbangan penting dalam memindahkan ibu kota khususnya untuk mengurangi ketimpangan wilayah di negara-negara yang hendak memindahkan ibu kotanya.
Pendapat Stephenson demikian bukanlah tanpa alasan. Jika kita kaitkan dengan Indonesia, posisi Jakarta yang sudah tidak layak huni dan tinggal. Mengharuskan ibu kota berpindah agar pembangunan dapat merata di seluruh Indonesia. Gagasan besar untuk tidak menciptakan pembangunan jawa sentris, harus diacungi jempol. Mimpi besar revolusioner Bung Karno yang di lanjutkan Presiden Jokowi adalah sikap negarawan yang mulia.
Tetapi sikap realistis harus juga berbarengan dengan gagasan besar tersebut. Penulis meyakini dengan adanya investasi UMKM digital dapat menjadi sebuah solusi. Kumparan pada tahun 2021 tepatnya di bulan Agustus merincikan setidaknya ada 15 juta UMKM yang telah memanfaaatkan saluran digital dalam menjalankan usaha.
Bayangkan kalau stengah saja dari 15 juta UMKM menanamkan modalnya di IKN, maka negara akan sangat terbantukan. Sayangnya UMKM masih dianggap belum mampu berkontribusi dengan maksimal.
Tidak heran jika ide untuk mendorong UMKM digital masuk dalam investor IKN hampir tidak dilihat. Apabila UMKM digital telah di dorong untuk berinvestasi ke IKN, maka posisi UMKM yang tadinya cenderung dikenal konvensional dan terbelakang akan mampu menjadi kendaraan ekonomi nasional, yang baik dan memiliki masa depan yang cerah. Hal ini semakin memberikan motivasi bagi UMKM untuk bertransformasi memanfaatkan tekhonologi digital.
Solusi persoalan anggaran atas lambannya pembangunan IKN dapat teratasi dengan hadirnya investor UMKM digital. Sejatinya Pembangunan IKN tidak boleh berhenti di tengah jalan. Sudah saatnya gagasan besar ini di dorong oleh segenap komponen bangsa. Alasan untuk mendorong gagasan besar ini, disebabkan rendahnya anggaran sesungguhnya mengancam keberhasilan pembangunan IKN.
Kejadian kegagalan membangun ibu kota negara, dapat kita lihat pada Korea Selatan. Yakni pada tahun 2012 Korea Selatan yang hendak memindahkan Ibu Kota Seoul ke Ibu Kota Sejong, tidak selesai hingga kini. Penyebabnya karena besarnya anggaran yang dibutuhkan.
UMKM digital menjadi secercah harapan baru bagi punggung anggaran pembangunan IKN, demi Indonesia yang lebih baik. Jakarta sudah tidak representatif untuk ditinggali sebagai sebuah Ibu Kota Negara. Sudah saatnya Indonesia memiliki ibu kota baru dengan segala pengharapan di dalamnya, agar hidup hajat orang banyak dapat di rasakan.
Kegagalan IKN jika terjadi sesungguhnya hanyalah menjadi konsumsi politik para oposisi pemerintah, bukan merupakan keuntungan yang akan di raih bagi masyarakat secara ekonomi. (*)