DPRD Temukan Inprosedural SK Penghentian Kades Tedeng

DPMD Lindungi Danny Missy
![]() |
SUASANA RAPAT DENGAR PENDAPAT |
HALBAR, BRN – Komisi I DPRD
Halmahera Barat (Barat) menemukan kejanggalan pemberhentian Kepala Desa Tedeng,
Besti Alexander Tan. Mereka menilai SK bupati dengan nomor: 103/KPTS/VIII/2019
tertanggal 15 Agustus 2019 itu inprosedural.
Ketua Komisi I DPRD
Halbar Djufri Muhammad mengatakan, carut marutnya administrasi pemberhentian sementara Besti Alexander Tan
menunjukkan adanya mispresepsi pemerintah daerah. Data-data administrasi
terlihat kacau alias dasar-dasar SK pemberhentian atau semisal rekomendasi
Inspektorat hanya mengonfirmasi kebingungan pemerintah.
“Kalau alasan
pemberhentiannya ada kepala desa yang bermasalah misalnya setelah di periksa
oleh Inspektorat atau BPK dan mendapatkan temuan, maka di berikan waktu 60 hari
menyelesaikan temua itu. Dalam rentan waktu tidak mampu selesaikan maka
prosesnya bisa di bawa ke ranah Hukum, sehingga saat ditetapkan tersangka maka
itu menjadi pintu masuk dasar Hukum untuk diberhentikan,” kata Djufri
menjelaskan.
“Seharusnya dalam
tatanan ini bagi kami masih dalam tahapan evaluasi maupun pembinaan, tidak
seharusnya dicopot jabatannya,” sambung Djufri.
Politisi NasDem ini
berpendapat ada dua alasan mendasar pemberhentian itu disebut inprosedural. Pertama
usulan penghentian tidak melalui BPD sebagaimana mekanisme, dan kedua tidak
dicantumkan soal penghentian sementara Kades Tedeng dalam rekomendasi
Inspektorat.
“Hanya merekomendasi agar
DD Tedeng tahap I 2019 jangan dulu dicairkan dan oknum kades bersangkutan menindaklanjuti
temuan Inspektorat, namun ini kemudian tiba-tiba pelaksana tugas kades sudah
ada,” katanya.
Menurutnya, bupati boleh
ambil keputusan pemberhentian kalau sang kades terlilit kasus narkoba, operasi
tangkap tangan maupun pembunuhan. Sesuai mekanisme, pemecatan perangkat desa maupun
pengehntian atau apapun sejenisnya harus melalui BPD setempat. “Ini tarada,
begitu dengar langsung angkat Plt. Harusnya sekertaris desa ditunjuk Plt, bukan
angkat orang luar. Pemberhentian sementara ini ujung-ujungnya berlaku selamanya,” katanya.
Kepala DPMD Asnath Sowo
membantah adanya inprosedural. Dia mengatakan, dasar pemecatan itu tentang
kewajiban kepala desa sebagai upaya penyelenggaraan pemerintahan yang baik
dalam mengelola keuangan dan aset desa.
“Dalam Pasal 75 juga
mengatakan menyalahgunakan wewenang hak dan atau kewajiban lainnya. Inilah yang
menjadi dasar kami karena memang sistem pengolahan keuangan desa sudah diatur
dalam Permendagri nomor 20 tahun 2018 yang sebelumnya menggunakan Permendagri No
113,” kilahnya.
Asnath bilang, selain
mewujudkan good govemence, pemecatan
itu untuk memenuhi permintaan warga Tedeng soal subtansi norma pertanggungjawaban.
“Sehingga diterbitkanlah
SK pemberhentian sementara dalam rangka pembenahan dan evaluasi yang
bersangkutan untuk memenuhi standar-standar norma pertanggungjawaban sehingga
dalam APBDes 2018 ini di penuhi,” katanya. “Saat Kades menerima Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) saya secara pribadi berulang-ulang kali bilang ke kades
harus sampaikan tanggapan”.
Disisi lain, warga Desa
Tedeng justru mempertanyakan legalitas SK Bupati Danny Missy soal pemberhentian
sementara. Donal Bunga, salah satu warga Tedeng menyebut pemerintah daerah
seakan-akan memainkan peran. “Ini Cuma masalah
administrasi,” sebut Donal dalam RDP bersama DPRD Halbar Rabu tadi.
Dia mengatakan,
pengalihan anggaran Rp 100 juta untuk pembayaran lahan sudah disepakati bersama
dalam musyawarah antara kades maupun warga setempat.
“Nomenklaturnya memang pekerjaan
rumah adat sasadu. Tapi setelah musyawarah uang itu dialihkan untuk bayar lahan, jadi sudah tidak ada masalah,” katanya.
“Inspektorat, ngoni (kalian) anggap BPD iti apa ?. Surat
peringatan ngoni kasih itu tidak
diketahui BPD, kok tiba-tiba ada SK pemberhentian sementara kades ?, dapa referensi dari mana ?,”
sambungnya. (brn/red)