Diduga Takut, Kejari Halsel Diamkan Kasus TPPU dan Kredit Macet BPRS

JAKARTA,BRN – Kejari Haslel diduga takut tetapkan tersangka kasus dugaan tindak pidana Pencucian Uang dan Gratifikasi Kredit Macet Bank Saruma yang menyeret sejumlah pejabat Pemda Halsel.
Nama sejumlah pejabat Saiful Turuy (mantan Sekda Halsel), Aswin Adam (mantan Kepala BPKAD), Ichwan Rahmat (Direktur Utama BPRS Saruma), Leny Lutfi (debitur kredit macet), juga diduga ikut terlibat.
Meski begitu sampai saat ini belum juga ada penetapan tersanga, yang menjadi pertanyanya apakah Kejari Halsel takut ataukah tidak mampu menyesalikan kasus tersebut. Tidak boleh masuk ke jalur kompromi atau berhenti pada kepentingan politik pragmatis. Sebaliknya, harus segera dibuka terang benderang agar keadilan dapat ditegakkan tanpa pandang bulu.
Ketua PB-Formalut Jabodetabek M Reza Sidik kepada media Brindo Grup, via WhatSApp Senin (22/9/2025) menegaskan, kewenangan penyidik dan penuntutan TPPU diatur dalam Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Dasar aturan tersebut, Aparat Penegak Hukum dalam hal ini Kejari Halsel segere menetapkan nama-nama pejabat yang diduga terlibat dalam kasus kredit macet sebagai tersangka. Secara substansi lanjut Reza, kasus BPRS Saruma telah lama menarik perhatian publik, katanya.
Menurutnya, kasus ini pertama kali diungkap pada tahun 2020 oleh mendiang Almarhum Bupati Halmahera Selatan, Usman Sidik, dalam proses penyidikan, Kejari Halsel telah meningkatkan status perkara pada September 2023 setelah menemukan setidaknya dua alat bukti yang cukup.
“ Dugaan tindak pidana Pencucian Uang (TPPu) dan gratifikasi kredit macet Bank BPRS, yang diduga menyeret sejumlah nama pejabat Kabupaten Halmahera Selatan, hingga kini belum ada titik terang dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Halsel”.
Perlu diketahui sebagain kerugian negara senilai Rp10 miliar dikabarkan telah dikembalikan seorang kontraktor ternama berinisial FA melalui transfer bank, namun proses tersebut dilakukan tanpa mekanisme resmi rapat BPRS Saruma.
Kata Aktivis Maluku Utara, Reza, anehnya lagi masih ada sisa kerugian, sekitar Rp5 miliar yang belum dikembalikan, pertanyaannya apakah hukum akan tunduk pada logika akuntansi manipulatif atau tetap berpijak pada asas lex stricta et certa (hukum yang pasti dan jelas. (red/tim)