Surayani Antarani Diduga Otak Pemalsuan Nota Belanja

TERNATE,BRN – Dugaan tindak korupsi anggaran makan minum, alat tulis kantor dan Bahan Bakar Minyak pada Badan Pengelolaan Keuangan dan asset daerah Kabupaten Pulau Morotai tahun 2024 senilai Rp2,8 miliar, perlu diseriusi oleh aparat penegak hukum.
Ketua Harian PA GMNI Maluku Utara Mudasir Ishak, kepada media ini,Selasa (7/10/2025) mengatakan, aparat penegak hukum perlu dijadikan atensi khusus dalam mengungkap siapa otak dibalik pemalsuan nota belanja pada laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran di BPKAD Morotai.
“ Aparat penegak hukum segera menelusuri siapa otak dibalik dari pemalsuan belasan nota belanja makan minum, ATK dan belanja Bahan Bakar Minyak”
Menurutnya, peran mantan kepala BPKAD Morotai yang saat ini menjabat sebagai sekertaris keuangan Provinsi Maluku Utara Suryani Antarani wajib mempertanggungjawabkan perbuatanya dihadapan penegak hukum, selaku kuasa pengguna anggaran yang mengetahui aliran pencairan dana yang tidak termuat dalam dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah tahun 2024.
Dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan anggaran pada BPKAD Morotai terungkap atas laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan BPK Perwakilan Maluku Utara nomor . 20.B/LHP/XIX.TER/05/2025 tanggal 26 Mei tahun 2025.
BPK perwakilan Maluku utara menemukan adanya kejanggalan dalam lenggunaan anggaran di BPKAD Morotai tahun 2024. penggunaan anggaran senilai Rp2,8 miliar ini tidak dapat dipertanggungjawabkan, anehnya saat pemeriksaan BPK menemukan bukti pertanggungjawaban nota atau kwitansi yang disajikan BPKAD Morotai palsu (rekayasa).
Alumni GMNI ini menyebutkan, aparat penegak hukum harus menjadikan temuan BPK sebagai dasar pemanggilan dan pemeriksaan mantan kepala BPKAD Morotai Suryani Antarani, karena temuan tersebut sudah mengarah ke unsur pidana.
lanjut dia, perlu diketahui kebenaran transaksi belanja yang menggunakan belasan nota palsu itu senilai Rp 2,8 miliar. Kepada penyedia pada tanggal 8 maret tahun 2025. Penyedia BBM tidak mengakui adanya belanja senilai Rp 447.882.000.00, sementara penyedia ATK juga tidak mengaku adanya belanja senilai Rp2,065.718.000.00. serta pengakuan lain juga muncul pada penyedia Rumah Makan atas belanja makan minum senilai Rp324.900.000.00.
Penyalahgunaan anggaran makan minum dapat berkonsekuensi hukum serius, termasuk pidana penjara, denda, dan kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara, sesuai dengan undang-undang tindak pidana korupsi (UU Tipikor) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pelaku juga dapat dikenakan pasal penggelapan atau pemalsuan dokumen serta berpotensi menghadapi sanksi tambahan seperti pencabutan jabatan dan kerusakan reputasi, tergantung pada kerugian yang ditimbulkan dan tingkat keparahan perbuatannya (tim/red)