Brindonews.com
Beranda Headline Wakil Ketua MPR RI Sebut Sofifi Layak jadi Ibu Kota Maluku Utara

Wakil Ketua MPR RI Sebut Sofifi Layak jadi Ibu Kota Maluku Utara





Infografis.

TERNATE,
BRN
– Kota Sofifi dinilai layak menjadi Ibu Kota Provinsi
Maluku Utara. Pemekaran dianggap solusi dalam mengejar ketertinggalan, terutama
dalam rentang kendali pelayanan pemerintah.

Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid mengemukakan, pembentukan
otonomi daerah suatu daerah sudah diamanatkan undang-undang. Pemekaran
menjadikan Sofifi sebagai ibu kota atau daerah otonom tentu tetap memerhatikan
syarat-syarat dan kajian.





“Pemekaran untuk sebuah daerah sudah diatur dalam
undang-undang tentang otonomi, sisanya tinggal dipenuhi saja. Kota Sofifi
setahu saya status sudah moratorium,” kata Jazilul usai kegiatan sosialsi empat
pilar kebangsaan di Royal Ternate, Sabtu sore, 23 Oktober.

Jazilul mengatakan Sofifi sudah layaknya dimekarkan menjadi Ibu
Kota Provinsi Maluku. Selain mewujudkan konektivitas antar kota dan kabupaten,
juga menjadikan Sofifi sebagi pusat pemerintahan, sekaligus percepatan
pembangunan infrastruktur.

“Nah kalau semisal moratorium ini diicabut, Sofifi sudah
tentu mengurus diri sendiri, termasuk instansi, badan, maupun lembaga
kementerian dan non kementerian dibawa Pemerintah Provinsi Maluku Utara
semuanya sudah pindah ke sana (Sofifi), karena di sana pusat aktivitas mereka,”
ujarnya.





Wakil Gubernur Maluku Utara, M. Al Yasin Ali menambahkan, pembahasan
Sofifi sebagai ibo kota sudah dilakukan sejak lama. Hanya saja, belum terwujud
karena masih mendapat penolakan dari Pemerintah Tidore Kepulauan.

“Kami (Pemerintah Maluku Utara) mendukung, karena ini sesuai
dengan bunyi Pasal 9 ayat 1 Undang-undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang
Pembentukan
Propinsi Maluku Utara.
Dan itu sudah jelas
tertulis Sofifi sebagai ibu kota. Saya juga sudah berbicara dengan Mendagri RI,
M. Tito Karnavian waktu kunjungan STQ di Sofifi, dan Pak Tito bilang sejauh ini
sudah 127 kabupaten kota dan delapan provinsi sudah dimekarkan. Maka menurut
Pak Tito, pemekaran Sofifi sementara ditahan dulu karena masih adanya covid,” ucapnya.

“Kalau Wakil Wali Kota Tidore berkomentar jangan campur
urusan gubernur dan wakil gubernur, padahal undang-undang ini yang harus kita
luruskan (Tidore berbeda dengan Daerah Istimewah Yogyakarta). Tujuan pemekaran
Sofifi ini untuk kepentingan masyarakat di Provinsi Maluku Utara, karena itu
saya dan pak gubernur punya komitmen harus membangun semua fasilitas infastruktur
yang ada di Sofifi,” tambah Yasin Ali.





Muhktar Adam mengatakan perintah Sofifi dijadikan ibu kota
tertuang dalam Undang-undang Nomor 46 Tahun 1999. Penegasan pembentukan daerah
otonom Sofifi dipertegas dalam Pasal 18 undang-undang ini.

“Sofifi sudah disebutkan dalam Undang-undang Nomor 46 Tahun
1999, dan saat itu Tidore masih di menjadi kecamatan. Artinya posisinya jauh
lebih kuat dari Sofifi. Sekarang sudah 22 tahun pemekaran, dan kita masih berdebat soal Sofifi,” ucapnya.

Muhktar mempertanyakan alasan mengapa Pemerintah Tidore
bersikeras tidak mau melepas Sofifi. Padahal, Sofifi bukan
Central Business District atau CBD-nya Tidore.





“Apa yang melatarbelakangi pikiran mereka (Pemerintah
Tidore) sehingga tidak mau
legowountuk tidak mengiginkan Ibu Kota Sofifi
dimekarkan. Sofifi bukan pusat pemerintahan mereka. Apakah dengan dimekarkan
Sofifi itu mengakibatkan Tidore miskin, justru tidak. Bahkan Maitara dan Mare
dimekarkan pun tidak mengurangi DAU, sebab pendapatan itu sudah dijamin undang-undang.
Lalu apa mereka yang ditakuti,” sebutnya. (ves/ham/red)

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Iklan