Brindonews.com
Beranda Ekopol Sosialisasi UU Pilkada, Ini Harapan Bawaslu Halbar

Sosialisasi UU Pilkada, Ini Harapan Bawaslu Halbar

JAILOLO, BRN– Badan Pengawasan Pemilu Kabupeten Halmahera Barat
(Bawaslu Halbar) mensosialisasikan Undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang
Pemilihan Kepala Daerah, Rabu (27/11) di Hotel d’Hoek, Desa Hatebicara, Kecamatan
Jailolo, Halbar, Maluku Utara. Hadir
Ketua Bawaslu Maluku Utara Muksin Amrin, Komisioner Bawaslu Halbar, organisasi
kepemudaan atau OKP, tokoh agama,
dan tokoh masyarakar se-Kabupaten Halbar.





Ketua Bawaslu Halbar, Alwi Ahmad menerangkan,
maksud sosialisasi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 merupakan langkah awal
untuk mengantisipasi terjadinya kecurangan pada pemilihan kepala daerah atau
pilkadaserentak 2020. Memahami proses pilkada sehingga semua stakeholder terhindar
dari masalah pelanggaran sebagaimana amanat undang-undang pilkada, terutama
pelaksanaannya berjalan lancar.

“Olehnya itu, sangat diharapkan agar
kita semua yang hadir ini dapat memahami setiap tahapan dan jadwal pilkada,
sehingga kita dapat mengawal setiap tahapan pilkada 2020 nantinya secara
bersamaan- sama,” katanya.





Sekertaris Bawaslu Halbar Haryanto
M. Taher menambahkan,
ouput atau
hasil sosialisasi ini agar semua pihak dapat memahami Undang-undang Nomor 10 Tahun
2016 tentang Pilkada Serentak. “Karena pada pelaksanaan tahapan pilkada
cenderung timbul permasalahan, maka setelah kegiatan ini kita dapat
meminimalisir sehingga tidak terjadi hal yang tidak kita inginkan, bila kita
semua dapat memahami maksud dari sosialisasi ini,” jelasnya.

Muksin Amrin dalam pemaparan materinya
menyentil
politik
uang
. Poin ini bagi Muksin, ibaratnya penyakit
akut yang penanganannya harus benar-benar.  Menurut Muksin, paragdima masyarakat yang
cenderung  ‘ada uang dia coblos’ masih
menjadi tantangan pihak pengawasan pemilu. Paradigma politik masyarakat seperti
ini penentuan pilihannya bukan atas dasar suka atau karena visi-misi pasangan
calon, melainkan karena karena uang.

“Tapi memang susah. Coba kita lakukan riset, di kampung-kampung mana ada
orang mau coblos tanpa ada uang ? sebagai contoh pada pemilihan umum kemari. Di
Kepulauan Sula pada pemilihan gubernur kemarin, timnya Muhammad Kasuba bagi-bagi
amplop dan per amplopnya disi 200 ribu rupiah. Amplop kemudian dibagikan ke
pendukung dan ditangkap oleh panitia pengawas lalu di proses sampai di pengadilan
dengan kurungan penjara 5 tahun dengan denda 200 juta. Kasus politik uang
memang sanksinya berat,” jelas Muksin. (haryadi/red)





Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan