SKAKMU Jadwalkan Lapor Wali Kota Ternate di KPK
JAKARTA, BRN – Untuk membuktikan keseriusan dalam mengungkap kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan pejabat daerah, Sentral Koalisi Anti Korupsi Maluku Utara akan melaporkan Wali Kota Ternate Tauhid Soleman ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis 25 Juli.
Selain aksi, mereka juga bakal melaporkan Wali Kota Ternate ke KPK terkait kasus penyertaan modal, sekaligus mengkroscek laporan soal dugaan korupsi pembelian eks rumah dinas Gubernur Maluku Utara oleh Pemerintah Kota Ternate.
Koordinator aksi Sentra Koalisi Anti Korupsi Maluku Utara, M. Reza menjelaskan, laporan resmi yang nantinya dimasukkan itu mengenai dugaan kasus korupsi penyertaan modal investasi yang diduga melibatkan M. Tauhid Soleman selaku sekretaris daerah dan komisaris.
“ Kita akan cek laporan dugaan korupsi pembelian eks rumah dinas Gubernur Maluku Utara yang katanya dilaporkan salah satu ASN Kota Ternate. Informasi yang kita terima, terlapor dalam laporan itu adalah salah satu pejabat penting di Kota Ternate,” kata Reza, Senin 22/7.
Menurut Reza, laporan kasus penyertaan modal investasi Pemerintah Kota Ternate ke PT Ternate Bahari Berkesan (TBB) ke KPK buntut dari tidak jelasnya penanganan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara. Padahal sudah ada beberapa orang yang sudah dijebloskan ke jeruji besi, sementara status Wali Kota sampai saat ini belum ada kejelasan hukum.
“Penanganan ini masih menuai tanda tanya dan terkesan begitu saja. Padahal masih ada peran pihak lain yang perlu diungkap, salah satunya Wali Kota Ternate Tauhid,” pungkasnya.
Dalam kasus ini, BPKP Perwakilan Provinsi Maluku Utara melalui hasil audit nomor: PE.03.03/SR-1016/PW33/5/2022 ditemukan adanya kerugian negara.
Jika diteliti, hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara tertanggal 7 Juli 2022 BPKP menemukan penyalahgunaan pengelolaan dana sebesar Rp22,85 miliar yang mengakibatkan kerugian negara Rp7 miliar.
Dari total ini, lanjut Reza, PT BPRS Bahari Berkesan, anak perusahaan TBB mengelola sebesar Rp11 miliar. Di lain sisi, juga ditemukan penyetoran modal oleh pemerintah daerah periode 2015 sampai 2019 senilai Rp550 juta ke PT BPRS tidak dicatat atau dibukukan sebagai penyertaan modal pada laporan keuangan PT BPRS.
“Sehingga hasil perhitungan negara oleh BPKP menunjukkan kerugian negara sebesar Rp550 juta. Ini tentu kejahatan sistemik yang kiranya perlu di ketahui KPK. Kita akan melaporkan secara resmi dan memberikan data ke KPK,” terangnya.
Fatalnya lagi, akta pendirian PT BPRS Bahari Berkesan Nomor 136 tanggal 27 Juli 2014, TBB tidak memiliki saham. Kendati demikian, BPRS Bahari Berkesan mendapat suntikan modal atas nama pemerintah menggunakan bantuan modal TBB sebagai holding company.
“Ini bisa dikatakan modus sebagai anak perusahaan. Di balik kasus ini M. Tauhid Suleman sudah harus di panggil KPK untuk dimintai keterangan. Kasus lain seperti Haornas 2018 mestinya juga ditelusuri,” katanya. (ches/red)