Rekayasa Tanda Tangan Hingga Kesepakatan Sepihak Kontrak DSP Huntap Korban Gempa di Halsel Terbongkar
![]() |
Salah satu rumah yang rusak akibat gempa bumi magnitudo 7,2 di Halmahera Selatan pada 24 Juli 2019 lalu. |
HALSEL, BRN– Dana
Siap Pakai (DSP) untuk pembangunan hunian tetap (huntap) bagi korban gempa bumi magnitudo 7,2
di Halmahera Selatan, Maluku Utara, pada 24 Juli 20219 lalu belum juga
dicairkan. Pemblokiran rekening penerima oleh BPBD Halmahera Selatan jadi sumber
sebab.
Alasan rekening penerima diblokir
kabarnya berdasarkan rekomendasi. BPBD menggangap keputusan menerbitkan
rekomendasi untuk mencegah penyalahgunaan bantuan.
Sebelumnya Kepala BPBD Halmahera
Selatan, Daud Jubedi mengatakan, pertimbangan dikeluarkannya rekomendasi
pemblokiran itu guna mengantisipasi sekaligus mencegah kekeliruan pemanfataan bantuan.
“Jangan sampai dana bantuannya tidak
dipakai untuk bangun rumah, tapi belanja barang yang lain,” kata Daud Jubedi
dipertengahan 2020 lalu.
Daud Jubedi merupakan Kepala BPBD
dimasa pemerintahan Bahrain Kasuba dan Iswan Hasyim selaku bupati dan wakil
bupati.
DSP hunian tetap bersumber dari APBN
ini diberikan sesuai kategori kerusakan. Rumah rusak berat Rp50 juta, rusak sedang
Rp25 juta, dan rusak ringan Rp20 juta per kepala keluarga.
Penyaluran DSP hunian tetap ditransfer
BNPB ke masing-masing rekening penerima melalui Bank Rakyat Indonesia Kantor
Cabang Pembantu Labuha, Desa Tomori, Kecamatan Bacan, Halmahera Selatan. Sayangnya,
pihak bank tidak mentransfer dana bantuan rekening penerima (para korban gempa),
malah memblokir rekening para korban dengan alasan perintah BPBD melalui surat
rekomendasi.
Mencari
Keadilan
Mengetahui rekening mereka diblokir
bank, awalnya warga di Dua kecamatan Saruma itu memilih persuasif. Hanya saja, pihak
BRI KCP Labuha bersikeras memblokir rekening mereka.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Kesabarak warga
habis dan meluapkan amarah lantara kurun waktu Tiga tahun lebih (terhitung pasca
gempa bumi) mereka tak kunjung menerima bantuan yang menjadi hak mereka. Demonstrasi
dan jalur hukum pun dipilih sebagai bentuk luapan amarah.
Di tahun 2021, warga bersepakat menempuh
jalur hukum. Mereka menggugat ke Pengadilan Negeri Halmahera Selatan lewat Kantor
Hukum Bambang Joisangadji dan Patners. Dalam gugatan Noomor
39/Pdt.G/2021/PN.Lbh. itu sebanyak Tiga pihak yang didugat. Yaitu BPBD
Halmahera Selatan, BRI KCP Labuha dan PT. Jeras Bangun Persada, kontraktor
pengadaan DSP hunian tetap.
“Tiga pihak yang kami gugat, BPBD, BRI
KCP Labuha dan PT. Jeras Bangun Persada. Pihak-pihak ini sebagai tergugat,” kata
Kuasa hukum warga korban gempa, Bambang Joisangadji, Selasa 8 Februari 2022.
Babang menjelaskan, para penggugat
masing-masing dibuatkan buku tabungan di KCP BRI Labuha untuk pencairan uang
bantuan tunai. Namun buku tabungan oleh BPBD tidak memberikan ke penggugat.
Ironisnya pihak BPBD malah mengeluarkan
rekomendasi kepada BRI KCP Labuha untuk memblokir rekening para penggugat.
Lebih anehnya lagi, kata Bambang, pihak BRI KCP Labuha menindaklanjuti
rekomendasi dari BPBD tanpa memerhatikan ketentuan undang-undang perbankan.
“Yang jelas-jelas perbuatan tersebut
bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang perbankan. Bahwa secara hukum
bank harus mengikuti ketentuan undang-undang perbankan, bukan mengikuti surat
rekomendasi BPBD Halmahera Selatan. Karena itu merupakan tindakan menyalahi
aturan yang bersifat Lex Specialis,” tutur Bambang.
Selain memblokir rekening, lanjut
Bambang, BRI KCP Labuha juga memindahbukukan uang bantuan tunai senilai Rp15
juta dari rekening penggugat ke PT. Jeras Bangun Persada. Pemindahan dana tanpa
sepengetahuan pemilik rekening.
“Jadi warga korban gempa atau penggugat
ini tidak pernah memberikan kuasa kepada BRI KCP Labuha untuk memindahbukukan
uang di dalam rekening mereka ke pihak PT Jeras Bangun Persada. Para penggugat
juga tidak tahu ihwal kontrak perjanjian kerja sama antara penggugat dan pihak
PT. Jeras Bangun Persada untuk membangun hunian tetap pengganti rumah mereka
yang rusak,” ucapnya.
Bambang menambahkan, kontrak kerjasama
tersebut diketahui setelah mereka memasuk gugatan di pengadilan. Semua tanda
tangan didalam dokumen, 30 persen di rekayasa, termasuk tanda tangan kontrak.
Pelaksana Tugas Kepala BPBD Halmahera
Selatan, Abukarim Latar dikonfirmasi mengaku sedang berada di luar daerah. Kendati
begitu, Abukarim merasa perhatian atas kondisi sebagai bersar korban gempa bumi
yang masih bertahan di tenda-tenda pengungsian.
“Saya masih di luar daerah. Tapi saya
sangat perhatian dengan kondisi para warga. Saya berharap masalah ini cepat
selesai supaya warga kembali tempati rumah yang layak,” kata Abukarim tanpa
menjelaskan ihwal rekening yang masih terblokir di BRI KCP Labuha.
Sekadar diketahui, BNPB mencatat lebih
dari dua ribu rumah rusak akibat gempa bumi magnitude 7,2 itu. Rumah rusak
berat 1.061 unit, rusak sedang 1.412 unit. Sedangkan fasilitas umum kategori rusak
berat berjumlah 78 dan rusak ringan 39 unit.
Kerusakan fasilitas umum terbesar
berada di Kecamatan Gane Barat Selatan dengan 542 unit kategori rusak berat. Kepulauan
Joronga 287 unit, Gane Barat 203 unit, Gane Timur Selatan 116 unit, Bacan Timur
Tengah 72 unit, Bacan Timur Selatan 8 unit, dan Bacan Timur 2 unit.(brn/pm)