LPI Dorong KPK Telusuri Proyek SPAM Rp40 M di BPPW Maluku Utara

Pekerjaan instalasi sistem penyediaan air minum (SPAM) di Desa Limbo, Kabupaten Pulau Taliabu, boleh dibilang proyek gagal. Lembaga Pengawasan Independen (LPI) Provinsi Maluku Utara menyebut, proyek jumbo yang menguras APBN Rp40 miliar ini sebelumnya ditolak Bupati Taliabu Aliong Mus saat serah-terima pada September 2023.
Koordinator LPI Provinsi Maluku Utara Rajak Idrus mengatakan, proyek ini dikerjakan oleh PT. Kusumo Wardana Group dan PT. Darma Prima Mandala. Proyek yang melekat di Balai Prasarana Permukiman (BPP) Wilayah Maluku Utara itu dikerjakan tanpa kajian teknis dan asal jadi.
Sebab, kata Jeck, sapaan akrab Rajak Idrus, baru difungsikan kurang dari tujuh bulan pada tahun 2020, pipa penghubung untuk mengalirkan air bersih rusak. Imbasnya, suplai air bersih dari Sungai Desa Beringin ke Desa Limbo terhenti.
“Rp40 miliar itu dibagi dua item kegiatan, jaringan perpipaan Rp24.740.000.000, dan IPA Rp16,8 miliar. Gagalnya pekerjaan ini Siti Haliza Efendi selaku PPK harus bertanggung jawab,” katanya, Sabtu, 16 Desember.
Selaian pejabat pembuat komitmen (PPK), pihak rekanan atau kontraktor yang mengerjakan proyek dimaksud dapat diberikan sanksi pidana sesuai perintah Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
“Sudah diterangkan sangat jelas, bahwa aset nagera yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan umur proyek minimal 10 tahun bisa dikenai sanksi hukum. Terkait proyek air bersih di Desa Limbo sana, kurang dari tujuh bulan sudah rusak dan tidak dinakmati oleh masyarakat setempat,” sambungnya.
Jeck mengisyaratkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar meninjau langsung pekerjaan tersebut. Proyek ini perlu diusut karena terindikasi adanya praktik korupsi.
“Anggrannya sangat besar, tapi nihil manfaat. KPK sudah harus mengusutnya,” terangnya.
Jeck menambahkan, dari hasil monitoring LPI, proyek ini kembali dianggarkan melalui APBN sebasar lebih dari Rp28 miliar dengan skema multiyear.
“Suda ditenderkan melalui P2JK BPPW. Tapi anehnya, ada perbedaan nilai pagu, di sisitem LPSE Jakon (jasa konstruksi) pagunya hanya Rp16,8 miliar, sedangkan pada saat penandatanganan kontrak pagunya justru Rp28,3 miliar. Artinya ada tambahan sekitar Rp12,5 miliar. Bahkan sudah pencairan uang muka Rp3 miliar, namun ketika dicek di lapangan belum ada progress,” jelasnya. **