Brindonews.com






Beranda Nasional KPK Tetapkan Tersangka Baru Kasus PUPR

KPK Tetapkan Tersangka Baru Kasus PUPR

JAKARTA, BRINDOnews.com 
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan kembali menetapkan
tersangka baru kasus dugaan suap proyek-proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) 2016.





Tersangka
baru itu diduga adalah Bupati Halmahera Timur Rudy Erawan. Mantan Ketua DPD
PDIP Provinsi Maluku Utara tersebut diduga telah ditetapkan sebagai tersangka
penerima suap dalam kasus dugaan suap proyek-proyek Kementerian PUPR 2016.

Bersamaan
dengan itu, KPK juga menetapkan Direktur PT Sharleen Raya (Jeco Group) Hong
Arta John Alfred sebagai tersangka pemberi suap. Surat perintah dimulainya
penyidikan (sprindik) Rudy dan Alfred sudah diteken pimpinan KPK sekitar dua
pekan lalu atau pekan pertama Januari 2018.

Rudi
Erawan dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Pembe
rantasan Tipikor. Sementara Hong Arta John Alfred disangkakan dengan Pasal 5
ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal
55 ayat (1) KUHPidana. ”Sprindik penetapan RE sebagai penerima dan HAJA (Hong
Arta John Alfred) sebagai pemberi sudah diteken (ditandatangani pimpinan KPK)
sekitar dua minggu lalu. Detailnya bisa ditanyakan ke jubir,” ujar sumber
bidang penindakan KPK.





Juru
Bicara KPK Febri Diansyah tidak membenarkan dan tidak membantah informasi
penetapan Rudi Erawan dan Hong Arta John Alfred sebagai tersangka baru kasus
dugaan suap pengurusan usulan program aspirasi milik Komisi V dalam APBN
Kementerian PUPR 2016 serta pengerjaan proyeknya di Maluku dan Maluku Utara.

Hanya,
Febri belum menerima informasi tersebut termasuk sprindik yang diteken pimpinan
KPK. ”Belum ada informasi tersebut. Saya belum dapat informasi kalau ada
sprindik,” ungkap Febri saat dikonfirmasi KORAN SINDO, kemarin.

Yang
pasti, menurut Febri, dugaan suap proyek PUPR ini masih ada satu terdakwa yang
menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Terdakwa tersebut adalah
Wakil Ketua Komisi V DPR dari Fraksi PKS yang dirotasi menjadi anggota Komisi
VI nonaktif Yudi Widiana Adia.





Febri
membenarkan, dalam persidangan Yudi memang ada saksi yang mengungkap bahwa ada
Rp1,5 miliar dari Yudi untuk pendirian PT Anugrah Buwana Indonesia (perusahaan
tambak udang) dan hasil usahanya dibelikan 3 rumah dan dua bidang tanah.
Menurut Febri, asal-muasal uang pendirian perusahaan dan pembelian properti
tersebut menjadi fokus KPK juga. KPK, menurutnya, tentu akan menelusuri dan
memastikan apakah asal-muasal uang untuk pendirian perusahaan tersebut berasal
dari hasil penerimaan suap Yudi dengan total Rp11,265 miliar yang didakwa JPU
pada KPK.

Kemudian,
KPK akan memastikan apakah perbuatan tersebut masuk dalam unsur tindak pidana
pencucian uang (TPPU). ”Kekuatan alat bukti yang paling penting. Kalau terdakwa
membantahwajarsaja. Tapi, KPK tidak akan bergantung pada bantahan tersebut.
Untuk TPPU atau tidak, kita fokus pada fakta persidangan,” ujarnya.

Ketua
DPP PDIP Bidang Hukum, HAM, dan Advokasi Trimedya Panjaitan mengaku kaget
dengan penetapan Rudy Erawan sebagai tersangka. Trimedya mengaku kalau benar
penetapan tersebut dilakukan KPK, pihaknya menghargai langkah hukum tersebut.
Di sisi lain, PDIP akan menunggu konferensi pers resmi KPK. ”Kita menunggu saja
secara resmi (pengumuman) penetapan,” ujar Trimedya.





Wakil
Ketua Komisi III DPR itui membenarkan, Rudy Erawan sudah diberhentikan dari
posisi sebagai ketua DPD PDIP Malut sejak September 2017. Hanya saja, Trimedya
tidak mengetahui secara spesifik alasan pemberhentian Rudy. Menurut Trimedya,
selepaspengumuman KPK atas penetapan Rudy sebagai tersangka, Rudy berpotensi
dipecat sebagai kader PDIP.

”Kasus
korupsi prinsipnya pecat juga,” tandasnya. Berdasarkan fakta-fakta persidangan
dan pertimbangan putusan para terpidana sebelumnya, sudah terungkap tentang
dugaan keterlibatan Rudy Erawan dan Direktur PT SharleenRaya (JecoGroup)
HongArta John Alfred.

Rudy
Erawan diduga menerima uang dengan total Rp 6,1 miliar dalam tiga tahap.
Penerimaan tersebut diungkap dan diakui terpidana penerima suap mantan kepala
BPJN IX Amran HI Mustary, mantan anggota DPRD Malut sekaligus mantan Ketua DPD
PAN Malut Imran Sudin Djumadil, dan terpidana pemberi suap PT Windhu Tunggal
Utama Abdul Khoir.





”Saya
serahkan uang di situ, Delta Spa, Pondok Indah ke Pak Rudy. Tempat itu saya
tahu justru dari Pak Rudy,” ungkap Imran Sudin Jumadil dalam persidangan
sebelumnya. Un – tuk Alfred, sudah tertuang dalam putusan terpidana Abdul
Khoir, Komisaris Utama PT Cahayamas Perkasa So Kok Seng alias Tan Frenky Tanaya
alias Aseng, dan Amran HI Mustary. Alfred bersama Khoir dan Aseng telah
memberikan suap sejumlah Rp38,613 miliar. (Koran-Sindo) 

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan