Eufemisme dan Penggunaan Bahasa di Media Sosial

![]() |
Ajeng Dinda Savira. |
======
Penulis adalah Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Malang.
Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang dilakukan
oleh manusia sehari-hari. Manusia melakukan interaksi melalui bahasa yang
diucapkan.
Menurut Suyanto, bahasa adalah simbol atau system bunyi yang dapat dihasilkan oleh manusia dan memiliki makna
serta dapat mempermudah seseorang dalam memahami sesuatu.
Bahasa memiliki sifat unik dan beragam. Berbagai macam
bahasa dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari pada kegiatan interaksi
manusia.
Seseorang dapat melakukan komunikasi dengan sesama melalui
berbagai macam bahasa. Dalam berbahasa, seseorang dapat mengutamakan hal-hal
yang baik dan sopan saat mengucapkan atau mengujarkan sesuatu. Bahasa yang
dapat meminimalisir sifat kasar dan terkenal dengan sopan serta halus adalah
eufemisme.
Menurut Keraf, dalam buku Diksi dan Gaya Bahasa, eufemisme
adalah suatu ujaran yang tidak menyinggung perasaan orang lain. Penggunaan
bahasa eufemisme dapat meminimalisir perasaan atau sikap kurang sopan dan
kurang menyenangkan ketika sedang melakukan komunikasi dengan seseorang.
Eufemisme dalam
Instrumen Komunikasi
Eufemisme merupakan jenis figura bahasa yang paling sering
digunakan dalam komunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Eufemisme dikenal
sebagai penggunaan bahasa secara halus dan sopan.
Para ahli bahasa dari Barat berpendapat bahwa eufemisme
berasal dari bahasa Yunani “eu” yang memiliki arti baik dan “pheme” yang memiliki
arti perkataan. Dengan demikian, eufemisme memiliki arti suatu perkataan dengan
menggunakan atau memilah bahasa yang lebih baik.
Eufemisme tidak hanya muncul dalam sebuah kata, namun dapat
ditemukan dalam bentuk frasa, klausa, maupun kalimat. Selain itu, penggunaan
sinonim, antonim, kata serapan, bentuk singkatan, penggunaan istilah asing,
penggunaan etafora, dan penggunaan periphrasis. Penggunaan bahasa eufemisme
memiliki fungsi masing-masing berdasarkan penuturnya. Fungsi tersebut dapat
berupa penghormatan, bela sungkawa, candaan, kesedihan, dan lain sebagainya.
Eufemisme dalam
Budaya Komunikasi
Leech mengatakan eufemisme merupakan suatu tindakan yang
dapat mengganti bahasa yang berdifat kurang baik menjadi lebih sopan dan
menyenangkan. Eufemisme merupakan suatu istilah dengan menggunakan kata-kata
yang baik, definisi tersebut menekankan pada seseorang untuk dapat
meminimalisir suatu bahasa yang kasar atau tidak sopan dengan mengganti
penggunaan bahasa yang halus dan lebih sopan.
Eufemisme tidak dapat dipisahkan dari budaya karena
eufemisme dapat mencerminkan suatu budaya. Berbagai nilai budaya dapat
ditimbulkan oleh eufemisme seperti apabila eufemisme digunakan dalam bahasa
daerah maka dapat menjadi peran sebagai jembatan yang dapat menghubungkan
bahasa dengan cerita-cerita rakyat. Selain itu, eufemisme dapat menjadi
fenomena bahasa yang memiliki hubungan erat dengan budaya, tradisi, dan
komunitas sosial. Berkaitan dengan hal itu, terkait bahasa dan budaya memang
tidak dapat dipisahkan. Budaya dapat melahirkan bahasa serta bahasa dapat
mencerminkan suatu budaya. Penggunaan bahasa eufemisme dapat mencerminkan suatu
budaya.
Bahasa eufemisme adalah sebuah bahasa yang diperhalus agar
dapat menutupi ungkapan atau bahasa yang dianggap kasar maupun kurang sopan.
Bahasa baku adalah bahasa yang baik dan benar. Artinnya, pemakaian atau
penggunaan bahasa yang serasi dengan sasarannya berdasarkan konteks serta dapat
mengikuti kaidah yang telah ditetapkan. Adapun hubungan eufemisme dengan bahasa
baku adalah dapat menyesuaikan penggunaan atau pemilihan bahasa terhadap
sesuatu berdasarkan konteksnya (siapa, apa, kapan, di mana, dan mengapa
seseorang itu berbiacara).
Eufemisme juga dapat menjadi tolak ukur atau menjadikan
pembicara lebih mudah mehamami suatu makna yang disampaikan dalam komunikasi
meskipun hal tersebut memiliki makna tersembunyi. Yang mana apbila seseorang
hanya menerapkan bahasa baku dalam berkomunikasi, maka akan terjadi pro dan
kontra dalam suatu waktu. Karena bahasa baku adalah baik dan benar. Bahasa yang
baik adalah penggunaan bahasa sesuai dengan situasi dan kondisi (konteks).
Adapun untuk bahasa yang benar adalah bahasa yang digunakan berdasarkan kaidah
kebahasaan. Dalam penggunaan bahasa yang baik diperlukan eufemisme saat
melakukan komunikasi atau saat sedang bertutur.
Eufemisme dalam
Media Sosial
Penggunaan bahasa eufemisme dalam media sosial dapat
meminimalisir perasaan menganggu, menyinggung, atau meresahkan pambaca atau
pengguna media sosial. Eufemisme dapat digunakan sebagai salah satu alternative
dalam berekspresi di dunia maya agar terlihat lebih sopan dan halus.
Seiring dengan berkembangnya zaman eufemisme telah sering
digunakan oleh masyarakat, hamper stiap orang menggunakan eufemisme dalam
berkomunikasi. Kebiasaan masyarakat dalam menggunakan bahasa eufemisme dapat
dipngaruhi oleh berbagai budaya dan latar belakang yang berbeda. Berikut adalah
dampak penggunaan eufemisme di dalam sosial media: Sebagai penghalus ucapan,
Sebagai sarana untuk merahasiakan sesuatu, Sebagai sarana Pendidikan, Sebagai
sarana dalam menolak bahaya.
Berbagai upaya dapat dilakukan oleh pemerintah dalam
menerapkan penggunaan bahasa eufemisme di dalam media sosial. Hal ini didukung
oleh mudahnya akses media sosial oleh seluruh masyarakat. Bahkan berbagai berita
dan issu yang menyebar dapat diperoleh dengan mudah dan cepat di media sosial.
Oleh karena itu, hal ini dapat menjadi salah satu alternative untuk mempermudah
dalam penerapan eufemisme di dalam sosial media. [*]