Disruption: Pergeseran Mahadasyat Pendidikan Kita
Penulis : Irawati Sabban, M.Pd
Mahasiswa Program |
“Satu-satunya hal yang konstan di dunia ini adalahperubahan” Heraclitus, Filsuf Yunani.
Kita menghadapi sebuah era baru yaitu era disruption. Gangguan terjadi karena didorong
Revolusi Industri 4.0. Jepang saat ini telah mengenalkan konsep masyarakat yang
berpusat pada manusia dan teknologi mengubah cara manusia hidup,
bekerja, dan berkomunikasi yang disebut Society 5.0.
Konsep masyarakat yang berpusat pada
manusia (human-centered) dan berbasis teknologi (technology based) yang
dikembangkan Jepang ini membawa perubahan mahadasyat dalam
sistem pendidikan, pelayanan kesehatan, perdagangan, sistem pemerintahan serta
setiap aspek kehidupan di
Jepang.
Transformasi Kehidupan atau Masyarakat 5.0 oleh Negeri Sakura (sebutan lain Negara Jepang) itu dirancang untuk
mengatasi tantangan sosial sebagai penurunan populasi usia produktif dengan meningkatkan
produktivitas dan menciptakan pasar baru. Lantas negara kita tercinta Indonesia yang memiliki bonus demografi pada tahun 2020-2030 apakah sebuah peluang atau tantangan?.
Era ini
membutuhkan disruptive regulation,
disruptive culture, disruptive mindset, dan disruptive marketing yang merombak tatanan
kehidupan gaya lama. Contohnya saja gaya bertransportasi kita,
ketika dulu berdiri dipinggiran jalan dan melambaikan tangan kini telah berubah
dimana saja kita dengan mudah menemukan transportasi aksi dengan sentuhan jari
pada layar
smartphone. Disruptionberpotensi menggantikan
pemain-pemain lama dengan yang baru. Disruption adalah sebuah inovasi yang berkelanjutan.
Lalu pertanyaanya, bagaimana dengan model Pendidikan kita, yang nantinya akan
terdisruptive menggantikan seluruh sistem lama dengan
cara-cara baru.
Baru-baru ini, pemerintah menyediakan
37,3 ribu server untuk sekolah dan 1,7 juta komputer tablet yang berisi buku
elektronik, materi pembelajaran, dan konten edukatif untuk peserta didik yang
dapat diakses secara online atau offline pada anggaran tahun 2019.
Pertanyaannya bagaimanakah peran dan fungsi pendidik pada era baru ini?. Yang
akan terjadi ialah guru gaya lama akan tergantikan dengan guru digital. Mengapa
saya sebut guru digital? Sebab yang akan terjadi tidak ada
lagi learning di ruang-ruang kelas,
tetapi learning akan terjadi dimana
saja. Tentunya outcome dari
Pendidikan era ini akan menghasilkan pula lulusan yang berbeda (behaviore change). Lantas apa yang
harus kita siapkan dalam entering sociaty 5.0.
Pertama, lulusan diera ini sedang menghadapi kenyataan bahwa
mesin-mesin cerdas mulai mengambil lebih banyak peran dalam produksi, sehingga
peluang dunia kerja semakin
terbagi-bagi.Keterampilan menjadi
faktor penting dalam entering sociaty 5.0. Disruption komponen isi pendidikan harusnya
memfokuskan padapengembangan
keterampilan peserta didik bukan saja
keterampilan bertahan hidup, tapi juga keterampilan berfikir kritis,
konstruktif, dan inovatif. Kenyataannya,
Pendidikan kita di Indonesia sampai saat ini masih bergaya lama, yang
terpenting adalah peserta didik mampu mengerti dan memahami materi pelajaran
sehingga nanti hasil ujian akan memberikan hasil yang menggembirakan.
Tak dipungkiri pola belajar peserta didik saat ini
berbasis pada nilai atau standar yang ditetapkan, tujuannya adalah lulus dari
nilai yang distandarkan. Dalam sociaty 5.0, kita sudah mulai belajar
bekerja bersama robot dan kecerdasan buatan secara efektif. Keduanya sangat
membantu kita mencapai tingkat kreativitas yang baru.Sebab salah satu ciri sociaty 5.0 adalah
kemajuan teknologi yang diterapkan manusia untuk meningkatkan proses produksi.
Kaloborasi di antara dunia kerja, akademisi, pembuat kebijakan,akan sangat penting untuk menavigasi masa
depan kerja. Sekolah harus bekerja dengan bisnis dan sektor publik untuk mengembangkan
kurikulum yang sesuai permintaan dunia
kerja dan
relevan dengan society 5.0.
Kedua, perubahan Pendidikan pada komponen metode
pembelajaran yang mengharuskanpeserta didik berpikir analitis, kritis, dan
kreatif. Cara berpikir ini disebut
cara berpikir tingkat tinggi (HOTS: Higher
Order Thinking Skills). Kemampuan HOTS dapat dilatih dalam proses
pembelajaran di kelas. Yakni, dengan memberikan ruang kepada peserta didik
untuk menemukan konsep pengetahuan berbasis aktivitas. Ini dapat mendorong
peserta didik untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis. Para guru boleh
memilih aneka model pembelajaran, seperti discovery learning, project based learning, problem based
learning, dan inquiry learning. Dalam hal ini guru berperan
sebagai fasilitator bagi peserta didik untuk menawarkan arah dalam menemukan
solusinya. Pengenalan dunia nyata tidak hanya sebatas lingkungan sekitar. Tapi
lingkungan universal yang bisa dijelajahi menggunakan fasilitas laman daring.
Ini akan meningkatkan kualitas diri peserta didik yakni terbukanya wawasan
global sebagai bagian dari masyarakat dunia.
Ketiga adalah sarana dan prasarana. Sarana dan
prasarana pendidikan memang sangat menarik perhatian. Mengapa?
Sampai hari ini pendidikan kita masih dalam masalah mendasar yakni sarana dan
prasarana yang tidak memadai,
ruang kelas yang hamper ambruk, tidak tersedianya buku-buku pelajaran, akses
jalan menuju sekolah, dan lain sebagainya. Peraturan Peerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang standar Nasional Pendidikan yang menyangkut standar sarana dan
prasarana pendidikan secara nasional juga belum mampu terpenuhi sesuai dengan
standar tersebut. Mau tidak mau, pendidikan harus mampu beradaptasi dengan
sistem digital society 5.0. Pendidikan kita harus mampu menjadi media penyiapan
sumber daya manusia yang unggul dengan kopetensi global sesuai konsep society
5.0 yang melayani kebutuhan manusia dalam menggunakan ilmu pengetahuan yang
berbasisi modern (IoT, Basis Data, AI, dan robot).
Tenaga pendidik harus
mampu menghadirkan solusi
dengan pendekatan penggunaan Teknologi dalam proses belajar mengajar serta
mampu merubah gaya belajar untuk menguatkan Literasi Digital pada diri peserta
didik.Tenaga pendidik juga
harus mampu meningkatkan pemahaman dalam mengekpresikan diri di bidang literasi
media. Pengadaan komputer dan leptop di sekolah-sekolah merupakan barang wajib,
koneksi internet juga menjadi kebutuhan utamanya. Sebab ada pergesaran cara
belajar konvensional ke arah digital, contohnya adalah penggunaan
pencil/bolpint dan kertas mulai tersingkirkan dengan adanya aplikasi email
sehingga tugas-tugas tidak lagi
dikumpulkan dengan lembaran-lembaran kertas tetapi berupa kertas digital.
Setiap sekolah harus memiliki laboraturium komputer yang terhubung dengan
internet menjadi keharusan dalam menghadapi Sociaty 5.0. Salam Merdeka
Belajar!!!.(*)