Direktur Eksekutif Nasional Institut Apresiasi Kebijakan Menkop-RI

JAKARTA, BRN – Kebijakan dan langkah Kementerian Koperasi (Kemenkop-RI) yang memberikan kesempatan kepada Koperasi, untuk mengelolah pertambangan dan mineral sebanyak 2.500 hektare patut diberikan apresiasi.
Kebijakan Menkop RI Ferry Juliantono merupakan terobosan yang menandai babak baru dalam sejarah gerakan koperasi di Indonesia. Langkah ini juga sebagaimana diatur dalam dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Direktur Eksekutif Nasional Institut Apresiasi, Riyanda Barmawi menilai, keterlibatan koperasi dalam sektor strategis seperti pertambangan adalah bentuk nyata dari demokratisasi ekonomi nasional, di mana rakyat diberi akses langsung pengelolaan sumber daya alam.
“Langkah Menkop Ferry Juliantono ini patut diapresiasi. Untuk pertama kalinya koperasi mendapat kepercayaan dan legitimasi penuh untuk mengelola sumber daya alam strategis seperti tambang dan mineral. Ini bukan hanya kemajuan regulasi, tapi juga kemajuan paradigma ekonomi nasional,” ujar Riyanda di Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Pria yang biasa disapa Bung RB ini mengatakan, kebijakan tersebut akan memperluas partisipasi ekonomi masyarakat sekaligus memperkecil ketimpangan antara korporasi besar dan pelaku usaha berbasis rakyat.
Dengan izin seluas 2.500 hektare, koperasi kini memiliki peluang besar untuk membangun ekosistem usaha tambang yang berkeadilan, mandiri, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama.
“Koperasi bisa menjadi pemain baru yang profesional, transparan, dan beretika dalam industri tambang. Dengan pendampingan yang baik, koperasi mampu menghadirkan model bisnis yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tapi juga berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakat sekitar,” ujarnya.
Lebih lanjut, Riyanda menegaskan pentingnya penerapan prinsip tata kelola lingkungan yang bertanggung jawab (green mining) di setiap koperasi yang akan mengelola tambang.
Ia menilai, kebijakan ini harus diikuti dengan mekanisme kontrol dan pelatihan teknis agar koperasi tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga melestarikan alam dan memberdayakan masyarakat lokal.
“Koperasi yang sehat bukan hanya mencari profit, tapi juga memastikan lingkungan tetap lestari dan masyarakat sekitar tambang memperoleh manfaat langsung. Harus ada model bisnis sosial-ekologis yang dijalankan dengan disiplin,” tegasnya.
Riyanda juga mengapresiasi semangat pemerintah yang terus memperkuat gerakan koperasi agar mampu bersaing dengan korporasi besar melalui peningkatan kapasitas manajerial, akses permodalan, serta kolaborasi lintas sektor.
Ia berharap kebijakan ini tidak berhenti di tataran regulasi, tetapi juga dilengkapi dengan pendampingan teknis, pembiayaan khusus, dan pengawasan berjenjang agar koperasi benar-benar siap secara profesional.
“Kita berharap peluang besar ini tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang hanya ingin mencari keuntungan jangka pendek. Pemerintah dan Dekopin harus memastikan tata kelola koperasi tambang ini transparan, profesional, dan berpihak pada rakyat,” tambahnya.
Menutup pernyataannya, Riyanda menyebut kebijakan tersebut sejalan dengan semangat ekonomi gotong royong dan kedaulatan rakyat atas sumber daya alam, sebagaimana diamanatkan konstitusi.
“Ini momentum emas untuk membuktikan bahwa ekonomi rakyat bisa menjadi tulang punggung pembangunan nasional. Saatnya koperasi naik kelas dan menunjukkan bahwa mereka mampu sejajar dengan pelaku usaha besar, tanpa mengorbankan nilai gotong royong dan kelestarian lingkungan,” pungkasnya (red/brn)