Hendra: Kasus RSP Halbar, Kejati Tak Perlu Tunggu Laporan
TERNATE,BRN – Proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama Halmahera Barat, merupakan tindakan korupsi yang terjadi di depan mata.
Disebut korupsi karena pembangunan dan lokasi penganggaran proyek sesuai perencanaan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, awalnya ditempatkan di Desa Janu, Kecamatan Loloda, merupakan salah satu kecamatan terisolir sehingga diberi nama rumah sakit pratama.
Namun demikian, pembangunan rumah sakit ini kemudian dipindahkan di Desa Soang Sungi, Kecamatan Ibu menyebabkan pekerjaannya mangkrak hingga kini.
Tujuan Pembangunan RS Paratma yang di pusatakn di Kecamatan Lolola itu untuk Memperpendek Jarak dan Waktu Tempuh. Membawa pelayanan kesehatan lebih dekat ke masyarakat, terutama di wilayah yang sulit dijangkau.
Selain itu juga memastikan masyarakat miskin dan kurang mampu dapat mengakses layanan kesehatan dasar dengan lebih mudah.
Hal tersebut dikemukakan praktisi dan pakar hukum keuangan negara Universitas Khairun Ternate, Dr. Hendra Karianga SH.,MH., kepada Media Grup (Jumat 12/12).
Pemindahan pembangunan rumah sakit dari Loloda ke Kecamatan Ibu, kata Hendra, telah melanggar azas perencanaan. Dalam artian, perencanaan yang sudah ditetapkan pemerintah pusat melalui Kemenkes RI tidak boleh diubah.
“Perencanaannya kan pemerintah pusat tapi kenapa harus diubah oleh Pemda Halbar, kata Hendra bertanya.
Selain melanggar azas perencanaan, pembangunan RS Pratama Halbar yang dikerjakan oleh penguasaha Joni (Koko) Laos, melalui PT Mayagi Mandala Putra, ini juga melanggar azas tahun fiskal terhitung sejak 1 Januari hingga 30 Desember 2025.
Lantaran itu, sebut Hendra, telah melampaui batas waktu dan terbutki mangkrak, sehingga kerugian negara atas pelaksanaan proyek ini menjadi nyata. Baginya, tidak ada alasan bagi penegak hukum untuk tidak mengambil langkah tegas terhadap perbuatan Bupati Halbar, James Uang, yang menyimpang dan melawan hukum.
Penegasan pengacara kondang ini sekaligus mengendus pernyataan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidus) Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Fajar Haryowimbuko, yang mengatakan pihaknya mengambil langkah jika ada laporan resmi dari masyarakat terkait proyek gagal ini.
Menurut Hendra, tindak pidana korupsi bukan kategori delik aduan sehingga penyidik jaksa tidak harus menunggu laporan masyarakat. Justru berita media masa merupakan informasi awal yang harus ditindaklanjuti penyidik jaksa.
“Sekali lagi korupsi merupakan tindak pidana yang berbahaya bagi kelangsungan sehingga tidak perlu menunggu pengaduan resmi karena bukan delik aduan,”tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Hendra mengingatkan James Uang, merupakan bupati yang tidak bertanggung jawab karena menjadi dalang atas gagalnya pembangunan RS Pratama Halbar.
“Perbuatan James Uang harus dihentikan,” tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, proyek pembangunan RS Pratama Halbar, dikerjakan oleh pengusaha Joni (Koko) Laos melalui PT Mayagi Mandala Putra, menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 senilai Rp 42.946.393.870.61. Pihak perusahaan diberi waktu pekerjaan selama 280 hari kalender, terhitung sejak 25 Maret 2024 dengan Nomor kontrak:440/02/DAK-KES/TENDER/III/2024.
Hingga berita ini ditayang, Bupati Halbar,James Uang saat dikonfirmasi via handphone terkait kebijakannya memindahkan lokasi pembangunan RS Pratama belum memberikan penjelasan (red/brn)






