Skandal Dugaan Korupsi Rp56 Miliar, APH Didesak Tangkap Aliong Mus

TERNATE, BRN – Koalisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Maluku Utara mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) segera menangkap eks Bupati Pulau Taliabu Aliong Mus, atas dugaan kasus korupsi puluhan miliar.
Kordinator Lapangan KPK Malut, Alimun Nasrun, mengatakan dugaan korupsi puluhan miliar yang melibatkan mantan Bupati Taliabu tersebut dilakukan secara masif di antaranya:
Skandal Keuangan Kabupaten Taliabu Korupsi Puluhan Miliar di Balik Kerja Sama PEMDA dan Bank BRI
Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara Sebuah skema korupsi sistematis diduga terjadi dalam lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Pulau Taliabu selama lima tahun berturut-turut. Jaringan birokrasi dan lembaga keuangan negara diduga terlibat, merugikan negara hingga lebih dari Rp.56 miliar. Bukti-bukti kuat menunjukkan adanya dugaan kolusi antara pejabat Pemda Taliabu dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Taliabu.
Modus Lama, Skema Baru: Pendebetan Ganda dan Transaksi Ilegal
Pola dugaan korupsi ini pertama kali terdeteksi pada tahun 2015. Rekening kas daerah milik Pemda Pulau Taliabu dibobol melalui praktik pendebetan ganda—penarikan dana dua kali atas transaksi yang sama. Negara dirugikan sebesar Rp.1,36 miliar.
Alih-alih dihentikan, praktik ini justru berlanjut dalam skala lebih besar pada 2016. Saat itu, ditandatangani sebuah MoU antara Pemda Taliabu dan BRI Kanwil Manado dengan nomor: 790/00.01/PT/2016 dan nomor: B.0433-XII/KC/PM/02/2016 tanggal 18 Februari 2016 tentang pengelolaan keuangan daerah dan penggunaan jasa layanan perbankan. Ironisnya, perjanjian ini justru diduga menjadi pintu masuk bagi praktik penyimpangan sistematis.
Pada 2017, pihak BPPKAD menindaklanjuti perjanjian tersebut dengan Bank BRI Unit Taliabu melalui MoU nomor: 900/001/SP/BPPKAD/PT/2017 dan nomor: B.2899/XII-KC/PEM/10/2017 tanggal 12 Oktober 2017, yang menetapkan BRI sebagai bank penerima, penampung, dan penyalur dana transfer, dana perimbangan, dan dana lainnya.
Namun, penyimpangan terus terjadi. Pendebetan ganda kembali terjadi pada 2016, menyebabkan kekurangan kas sebesar Rp.3,56 miliar. Kesalahan validasi transaksi bank menambah kerugian sebesar Rp.753 juta. Selain itu, dana senilai Rp.2,8 miliar ditarik tunai tanpa prosedur resmi SP2D—hanya bermodalkan kwitansi dan persetujuan lisan pejabat daerah. Bahkan transaksi senilai Rp1,8 miliar terjadi tanpa dasar pencairan yang sah.
Kejahatan yang Berulang: 2017–2018
Pada 2017, modus yang sama kembali dilakukan. Tercatat 15 transaksi pendebetan ganda dengan nilai kerugian mencapai Rp.4,17 miliar. Hanya sebagian dana yang berhasil dipulihkan, menyisakan defisit Rp.2,3 miliar. Kesalahan validasi 13 transaksi SP2D menyebabkan tambahan kerugian Rp.868 juta. Total kerugian tahun itu ditaksir sebesar Rp.3,17 miliar.
Pada 2018, kelebihan validasi oleh bank, OPD, dan pihak ketiga mencapai Rp.4,07 miliar. Namun saldo rekening akhir hanya tersisa Rp.3 miliar, menimbulkan pertanyaan besar mengenai aliran dana yang seharusnya tercatat.
Puncak Skandal: Transaksi Tanpa SP2D dan Dana ke Rekening Pribadi
Tahun 2019 menjadi titik kulminasi skandal ini. Pemda Taliabu, melalui Kuasa BUD atas perintah Bupati dan Kepala BPKAD, kembali melakukan transaksi mencurigakan. Enam transaksi tunai senilai Rp.7,4 miliar dilakukan tanpa SP2D.
Lebih mengejutkan lagi, terdapat 19 transaksi pembayaran pajak senilai Rp.21,9 miliar yang dilakukan tanpa ID Billing dan NTPN. Bahkan, dana sebesar Rp.10 miliar dikirim ke dua perusahaan dan satu rekening pribadi tanpa laporan resmi (bukti terlampir).
Melibatkan Nama-Nama Besar
Bupati Pulau Taliabu periode 2015–2025, Aliong Mus, sebagai pihak yang memberikan otorisasi pencairan dana tanpa melalui prosedur resmi. Nama Sekretaris Daerah, Kepala BPPKAD, dan Bendahara Umum Daerah juga terlibat dalam sejumlah transaksi mencurigakan.
Salah satu kontraktor berinisial RA, yang dikenal dekat dengan bupati, diketahui mencairkan dana sebesar Rp.6,3 miliar pada 2016 tanpa SP2D.
Pelanggaran Aturan Keuangan Negara
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Maluku Utara tahun 2022 dan 2023 menyebut bahwa seluruh kerugian negara belum dipulihkan. Selain itu, kerja sama antara Pemda dan BRI melanggar Pasal 18 Ayat (4) PP No. 39 Tahun 2007 dan Pasal 32 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta sejumlah aturan teknis lainnya.
Menurutnya, dengan nilai kerugian negara yang masif dan pola kejahatan yang berulang tiap tahun, KPK MALUT Mendesak Kejaksaan Tinggi Maluku Utara dan POLDA Maluku Utara untuk segera mengambil tindakan hukum. Dugaan korupsi berjaringan yang melibatkan lembaga keuangan dan pejabat publik dinilai sebagai ancaman serius bagi integritas sistem keuangan negara.
Berikut rincian ini rincian kerugian negara.
Tahun | Rincian Kerugian | Nilai Kerugian |
2015 | Pendebetan ganda rekening kas daerah | Rp.1.366.481.652 |
2016 | Pendebetan ganda, kesalahan validasi, transaksi tanpa dasar dan penarikan tanpa SP2D | Rp.8.971.630.345 |
2017 | Pendebetan ganda dan validasi SP2D | Rp.3.171.524.402 |
2018 | Kelebihan validasi transaksi | Rp.4.077.950.795 |
2019 | Transaksi tanpa SP2D, pajak tanpa ID Billing/NTPN, dana ke rekening pribadi | Rp.39.306.358.255 |
Total | Rp.56.893.945.449 |
“Atas dasar ini KPK Malut meminta APH segera tangkap Mantan Bupati Pulau Taliabu, Aliong Mus atas dugaan korupsi 56 miliar, desak Alimun dalam orasinya di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Rabu 28 Mei 2025. (*)