Brindonews.com
Beranda Headline Halmahera Timur Koleksi 19 Kasus Kekerasan

Halmahera Timur Koleksi 19 Kasus Kekerasan

HALTIM, BRN – Angka kekerasan perempuan dan anak di Halmahera Timur sudah tercatat mencapai 19 kasus. Presentase jumlah kasus ini tercatat di Dinas KBP3A Halmahera Timur walaupun baru terhitung lima bulan pada 2025.

Pelaksana Tugas KUPTD KUPPA Dinas KBP3A Halmahera Timur Fatimah Karepesina, menyebutkan trend periode Januari sampai Mei 2025 sudah tercatat 19 kasus kekerasan yang dalam penanganan.





Fatimah mengatakan, kasus kekerasan tersebut paling banyak dialami anak dibawa usia yang menjadi korban. Sisanya dialami oleh perempuan dalam rumah tanggah.

“Kekerasan fisik 7 kasus dan kekerasan seksual 12 kasus yang kami catat. Kasus paling banyak dialami adalah anak-anak. Dari jumlah kasus, tiga diantarnya dialami oleh perempuan dewasa. Sementata belasan lainnya korbannya anak di bawah umur. Kasus kekerasan seksual biasanya di dalamnya juga termasuk kekerasan fisik dan psikis,” kata Fatimah, Rabu, 14 Mei.

Fatimah menyatakan, kasus kekerasan ini paling tertinggi di Kecamatan Maba dan Kecamatan Maba Tengah. Rata-rata kasus tersebut yang dilakukan onkum cabul dipengaruhi oleh minuman keras jenis captikus dan pengaruh media sosial ditamba pergaulan bebas.





“Ada banyak faktor pemicu terjadinya kasus kekerasan mulai dari minuman keras, minimnya pengetahuan anak dan pengaruh negatif dari media sosial. Jadi pemicunya bukan hanya satu, tapi banyak faktor yang pengaruhi,” jelasnya.

Meski begitu, belasan kasus kekerasan yang terjadi separuhnya diselesaikan dengan cara mediasi. Walaupun dalam Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual adalah pidana murni dan tidak bisa diselesaikan secara pikiran dingin pihak keluarga.

Penyelesaian kasus ditangan keluarga kata Fatimah, bikin KUPTD kadang tidak membawa kasus sampai keranah hukum. Menurut Fatimah, sepatutnya para oknum kekerasan harus diberi hukuman yang setimpal untuk mendapatkan efek jerah walaupun sudah dimaafkan keluarga korban.





“Itu yang menjadi kendala kami untuk bawa ke ranah hukum. Kami sudah pendampingan tapi pihak keluarga selesaikan secara kekeluargaan dan kemudian cabut perkara. Yang dilakukan UPTD adalah penjangkauan kasus ketika ada aduan, sedangkan pendampingan masih sebatas ke sikolog untuk proses rehabilitasi,” jelasnya. (*)

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan