Memulai Kecerdasan dari Pelosok

![]() |
Potret pendidikan di daerah terpencil/Ilustrasi. Sumber foto: google |
TERNATE, BRN – Kala masyarakat tengah membicarakan
anjloknya harga kelapa dalam (kopra) yang saat ini ramai di bahas, Rustam
Panjab justru memikirkan nasib pendidikan di Maluku Utara terutama di
daerah-daerah terpencil
(pelosok).
Pria
yang menjabat Kepala Bidang Pembinaan SMA di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
(Dikbud) Provinsi Malut itu menyadari, rendahnya akses pendidikan baik pendidikan dasar,
menengah, dan pendidikan atas di daerah terpencil hingga saat ini masih menjadi
persoalan yang belum terpecahkan. Pemerintah masih mencari formula untuk
membuat pemerataan pendidikan bagi anak-anak di daerah-daerah terpencil.
Di Maluku
Utara sendiri, banyak terdapat daerah-daerah terpencil di daratan Halmahera.
Sekolah-sekolah yang ada di daerah terpencil masih sangat membutuhkan perhatian
pemerintah.
“
Bangunlah dan lihat pendidikan yang di pelosok. Disana banyak sekolah
membutuhkan perhatian pemerintah, kita perhatikan disana dulu,” kata dia saat
di sambangi Brindonews.com di ruang
kerjanya belum lama ini.
Membangun kecerdasan peserta didik tidak
harus di dahului ke sekolah yang ada di kota atau di ibu kota kabupaten atau
sekolah bebangunan “megah”. Program afirmasi daerah
tertinggal, terluar, dan terdepan (3T) oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dikatakan terjangkau bilamana
pendidikan daerah terluar sudah tersentuh.
“ Kita
lihat disitu (daerah terpencil ) dulu. Karena kenapa, disana perbedaan
pendidikan di ibu kota kabupaten dan pendidikan yang ada di kota sangat jauh
berbeda. Anak-anak ke sekolah juga terkadang tidak mengenakan seragam sekolah.
Jadi mulai dulu dari sana (daerah terpencil), SMAN 32 Halsel adalah contoh
kecil bagaimana pendidikan di daerah pelosok belum tersentuh sepenuhnya,” kata
dia.
Menuturnya,
memulai kecerdasan dari daerah terpencil sangat penting. Menyediakan fasilitas
sarana prasarana pendidikan selayaknya di ibu kota kabupaten atau di kota
tentunya sangat mendorong. Ia mengaku, generasi muda yang ada di daerah terpencil
tak jauh berbeda dengan generasi muda yang ada di ibu kota kabupaten atau yang
ada di kota. Sebab, banyak generasi muda disana (pelosok) kelak menjadi pejabat
besar.
“ Kenapa
kita harus perhatikan ibu kota kabupaten lagi, kurangilah minimal kita keluar
dan melihat lebih jauh di sana (daerah pelosok). Karena generasi muda bukan di
sini saja (di kabupaten/kota). Mari kita mulailah dari pelosok kalau maju, tapi
jalannya bersamaan,” katanya.
Untuk
memulai itu semua, kata dia, dibutuhkan peranan baik pemerintah provinsi, pemerintah
kota maupun pemerintah kabupaten. Salah satu kendala yang di hadapi saat ini
adalah kurangnya ruang cabang dinas di kabupaten dan kekurangan pengawas
sekolah.
“ Kita
punya 8 (delapan) cabang dinas. Cabang dinas yang ada di kabupaten/kota itu di
berikan ruang bagaimana memoles program pengawasan dan pengendalian pendidikan
kabupaten bersangkutan. Kalau hanya di bentuk tanpa memiliki kantor (kontrak)
kapan konsentrasi kerja, kita juga masih kekurangan pengawas sekolah. Karena
peranan pengawas sekolah itu adalah bagaimana mengawasi secara langsung
perjalanan sekolah itu, sehingga fungsi kontrol berjalan, memberdayakan cabang
dinas itu maksimal dengan tupoksi yang jelas dan menambah tenaga pengawas lebih
banyak lagi,” ujarnya.
Tentang
Pemetaan Guru Honor dan Kenaikan Upah
Rustam mengatakan, pemetaan
guru honorer tidak bisa di pandang mana swasta dan mana sekolah negeri, pemetaan
harus dilakukan secara merata tanpa memprioritaskan sekolah. Sebab, guru honor
harus masuk skala prioritas minimal satu sekolah di sesuaikan mekanisme yang
ada.
“ Semua sama. Karena tanpa swasta, SMA/SMK negeri
tidak harus yakin bahwa lebih berdominasi,” kata Rustam.
Rustam bilang, pemetaan dan pemerataan guru honor
adalah salah satu langkah kecil bagaimana mengatasi rendahnya akses pendidikan
di daerah terpencil.
Wakil Ketua DPRD Malut, Ishak Naser
mengatakan usulan kenaikan gaji guru honorer saat ini sudah masuk tahap
pembahasan. Hanya saja dalam pembahasan sementara disepakati Rp 1 juta dari
usulan minimal Rp 1.750.000 dan maksimal 2 juta per guru honor.
“ Mengingat keterbatasan keuangan daerah
saat ini, pemerintah baru menyepakati untuk enam bulan pertama
dinaikkan dari Rp 750 ribu menjadi Rp 1 juta rupiah per guru,” kata politisi
NasDem itu belum lama ini.
Pertimbangan kenaikan gaji karena selama
ini gaji guru honorer masih jauh dari standar. Standarisasi tenaga cleaning
service dengan upah Rp 1 juta 500 ribu dianggap tidak memenuhi asas kepatutan dengan
gaji guru honorer yang hanya Rp 750 ribu per bulan/gurunya.
“ Pertimbangan inilah kemudian kita
usulkan. Kalau evaluasi di enam bulan pertama itu kinerjanya baik, dari Rp 1
juta di naikkan menjadi 1.750 ribu per bulan,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
(Dikbud) Malut, Imran Yakub ketika di temui Brindonews.com di Hotel Grand Dafam pada Senin (5/11) lalu
membenarkan adanya kenaikan gaji honorer. Dia mengatakan, kenaikan gaji itu di
enam bulan pertama dari RP 750 ribu naik menjadi Rp 1 juta rupiah.
“ Iya ada kenaikan dan itu sudah di
bahas,” kata Imran saat di temui di sela-sela kegiatan BPKAD Malut.
Imran Yakub belum memberikan tanggapan menyangkut
pemerataan pendidikan di daerah terpencil. Beberapa kali Brindonews.com berusaha mencari tangappan Kepala Dikjar itu belum
berhasil, karena beberapa panggilan telepon tidak tersambung. (brn)