FORAPO Malut Pertanyakan Tatakelola (Governance) PT. Harita Grup
Naswan Hadilia |
TERNATE, BRN – Forum Akademisi Kepulauan Obi (FORAPO) Maluku
Utara menilai penyaluran danaCorporate
Social Responsibility (CSR) oleh perusahaan PT. Harita Group belum sesuai prosedur.
Sebelumnya, pihak perusahaan diklaim penyaluran CSR sudah sesuai prosedur, tetapi fakta di
lapangan tidak demikian. Belum tepat sasaran dan sangat bertentangan dengan hukum dan regulasi serta
prinsip-prinsip dasar dari CSR yaitu akuntabilitas dan transparansi terkait
dengan pertanggung jawaban kepada stakeholder terutama masyarakat di lingkar
tambang kepulauan Obi.
Demikian kata Sekretaris Forapo Malut, Naswan
Hadilia. Dia mengatakan, ada undang-undang yang mengatur tentang pelaksanaan CSR
(tanggung jawab sosial dan lingkungan). Diantaranya Pasal 74 UU No 40/2007 tentang perseroan terbatas (PT), Pasal 15 huruf (b) dan (d) UU No 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal, Pasal 2 Peraturan Pemerintah No 47 tahun 2012 tentang
tanggung jawab sosial dan lingkungan dan perseroan terbatas (PT).
“ Di Pasal 74UU No 40/2007 disebutkan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya
di bidang danatau
berkaiatan dengan SDA wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pasal 15 huruf (b) UU No 25/2007 di
jelaskan, setiap
penanaman modal berkewajiban melaksakan tanggung jawab sosial perusahaan, sedangkan huruf(d) yaitu menjaga kelestarian lingkungan hidup. Sementara Pasal 2 Peraturan Pemerintah No 47/2012 adalah
setiap perseroan selaku
subjek hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan,” katanya via WhatsApp
kepada Brindonews.com, Minggu
(25/11) malam tadi.
Ketentuan
penyaluran CSR juga diatur dalam Pasal 3 ayat 1Peraturan Pemerintah No 47/2012. Di pasal ini menjelaskan tanggung
jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud Pasal 2Peraturan Pemerintah No 47/2012. Karena itu,sudah menjadi kewajiban bagi
perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam berdasarkan UU dalam
hal ini PT Harita Grup.
Menurutnya, prinsip
dasar akuntabilitas dan transparansiCSRatau segala aktifitas kegiatan
perusahaan terkait sosial, ekonomi dan lingkungan yang berdampak pada masyarakat
lingkar tambang (masyarakat Pulau Obi) tidak sama sekali terpenuhi sesuai
dengan Pasal 100 huruf(b) UU No 40/2007yaitu direksi perusahaan wajib membuat laporan
tahunan di dalamnya menjelaskan laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan
lingkungan sesuai pasal 66 ayat 2 huruf(c).
“ Juga
diperkuat pada Pasal
6 Peraturan Pemerintah No 47/2012
yang mengatakan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dimuat dalam
laporan tahunan perseroan. Selanjutnya POJK No 29/POJK.04/2016 tentang laporan
tahunan emiten atau perusahan publik Pasal
3 ayat 2 meliputi laporan tahunan harus
dapat diperbanyak
dalam bentuk salinan dokumen cetak dan salinan dokumen elektronik (situs perusahaan).
Hal ini menunjukkan semua aktifitas PT Harita
Group harus dipublikasikan
kepada masyarakat luas terutama masyarakat lingkar tambang di kepulauan Obi”.
“ Bahkan
menurut POJK No 51/POJK.03/2017 Pasal 10 ayat 1 menyatakan bahwa LJK, Emiten
dan Perusahaan Publik wajib menyusun Laporan Keberlanjutan, Pasal 12 menyatakan,pelaporan
tersebut wajib dipublikasikan di media cetak atau elektronik,” ujarnya.
Selain
tidak mensyaratkan tidak menjaga lingkungan sebagaimana amanat UU
No 23/1997 jo UU No 32/2009, kinerja bidang peningkatan SDM dan
Infrastruktur pendidikan PT. Harita Grup tidak tersentuh sama sekali.Harita Grup tidak serius membangun
SDM dan infrastruktur pendidikan yang merupakan
bagian dari tanggung jawab sosial dan lingkungan dari perusahaan.
“
Karena itu masyarakat lingkar tambang kepulauan Obi pertanyakan tatakelola (Governance) perusahaan,” katanya. (brn)