Fatoni Chandra Sebut PT, FBLN Caplok Lahan PT Karya Wijaya dan Mineral Trobos

MALUT,BRN – Direktur Kajian & Riset Perlindungan Kawasan Hutan & Laut, Fatoni Chandra, membantah tudingan yang menyebut PT Karya Wijaya (KW) melakukan aktivitas pertambangan nikel ilegal di Pulau Gebe, Halmahera Tengah itu tidak benar.
Tudingan tersebut tidak benar dan menyesatkan. PT Karya Wijaya memiliki izin usaha yang sah dan tidak pernah melakukan kegiatan tambang tanpa perizinan, justru PT. Fajar Bhakti Lintas Nusantara yang mencaplok lahan konsensasi milik PT Karya Wijaya dan Mineral Trobos
“Yang melakukan aktivitas ilegal justru PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara (FBLN). Perusahaan itu yang mencaplok lahan konsesi sah milik PT Karya Wijaya dan PT Mineral Trobos,” tegas Fatoni, Selasa (30/9/2025).
Fatoni menjelaskan, adanya sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bukan berarti KW terbukti menambang ilegal. Sengketa itu justru muncul karena PT FBLN mengklaim lahan yang sudah memiliki izin resmi atas nama PT Karya Wijaya.
“Proses hukum di PTUN adalah upaya klarifikasi terhadap klaim sepihak FBLN. Sampai saat ini tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan KW bersalah,” ujarnya.
Selain itu, Fatoni juga membantah dugaan bahwa KW tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) serta tidak menjalankan kewajiban reklamasi. dokumen IPPKH sebagai dasar legalitas penggunaan kawasan hutan dalam kegiatan operasional nikel sudah dimiliki perusahaan dan sah secara hukum.
Menurutnya, semua dokumen administrasi sudah dipenuhi sesuai aturan yang berlaku. Dengan pemenuhan kewajiban tersebut, PT Karya Wijaya menegaskan komitmennya untuk menjalankan kegiatan pertambangan secara bertanggung jawab dan sesuai regulasi yang berlaku.
Perusahaan juga menyatakan siap diawasi oleh lembaga berwenang demi memastikan tata kelola pertambangan yang transparan dan berkelanjutan
“Kalau ada kekurangan di administrasi, itu bukan berarti ilegal. PT KW tetap tunduk pada regulasi, termasuk soal reklamasi pasca tambang,” jelasnya.
Fatoni menyayangkan pemberitaan yang tidak berimbang karena tidak melakukan konfirmasi lebih dulu kepada pihak KW. Hal itu dapat merugikan citra perusahaan maupun menciptakan persepsi keliru di masyarakat.
Dirinya mengajak media, lembaga pengawas, dan masyarakat sipil untuk turun langsung ke lokasi agar mendapatkan gambaran yang objektif.
“Kami terbuka untuk verifikasi lapangan bersama. Fakta di lapangan akan membuktikan siapa sebenarnya yang ilegal,” pungkasnya.