Brindonews.com
Beranda Daerah Eksploitasi 11 Warga Adat, WKM Diduga Bajak IUP Kemakmuran Pertiwi Tambang

Eksploitasi 11 Warga Adat, WKM Diduga Bajak IUP Kemakmuran Pertiwi Tambang

Direktur Hukum dan Advokasi Anatomi Pertambangan Indonesia (API), Usman Buamona

JAKARTA,BRN – Dugaan tumpang-tindih izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara kembali terjadi. Kasus tersebut diduga melibatkan dua perusahaan diantaranya PT. Kemakmuran Pertiwi Tambang (KPT) dan PT Wana Kencana Mineral (WKM). Hal ini disampaikan Direktur Hukum dan Advokasi Direktur Hukum dan Advokasi Anatomi Pertambangan Indonesia (API),Usman Buamona kepada redaksi brindonews,com via WhatsApp Kamis (20/11/2025)

Menurutnya,  kedua perusahan tambang itu sama-sama memperoleh izin pada lokasi konsesi yang diduga berada di area yang sama. Persoalan ini menunjukkan lemahnya tata kelola perizinan di tingkat Pemerintah Provinsi Maluku Utara pada masa Abdul Gani Kasuba.

kata Usman, izin pertama diterbitkan untuk PT KPT, dengan surat keputusan gubernur nomor. 237/KPTS/MU/2026 tanggal 12 April tentang pembatalan keputusan bupati Haltim nomor 188.45/70/540/2007 dan pemberian IUP kepada PT Kemakmuran Pertiwi Tambang berdasarkan keputusan Bupati  540/KEP/66/2025 seluas 9.555 Herkate yang terletak di Kecamatan Waselei Selatan.

Kemudian pemerintah provinsi kembali mengeluarkan izin baru untuk PT WKM berdasarkan keputusan gubernur nomor 299/PTS/MU/2026 pada tanggal 9 Mei 2016, tetang peniciutan wilayah izin usaha pertambangan mineral bukan loham dengan luas 24.700 hektare di Desa Ekor dan Sage Kecamatan Wasilei Selatan.

“Gubernur Maluku Utara saat itu telah mengeluarkan IUP untuk Kemakmuran Pertiwi Tambang. Namun tak lama kemudian, IUP baru juga terbit atas nama PT Wana Kencana Mineral,” ujar Usman.

API menilai penerbitan dua izin dalam satu wilayah konsesi berpotensi memicu konflik kepentingan dan membuka peluang penyalahgunaan kewenangan. Usman juga menyebut perlunya penelusuran terhadap dugaan keterlibatan oknum pejabat provinsi pada periode 2015–2016.

“Terdapat indikasi bahwa proses tersebut memanfaatkan kewenangan pemerintah provinsi pada rentang tahun 2015 hingga 2016,” ujarnya.

Tumpang tindih izin itu kemudian memicu langkah hukum dari PT WKM yang menggugat IUP milik PT KPT, yang diketahui merupakan anak perusahaan PT Harita Group.

“Setelah dua IUP muncul di lokasi yang sama, PT WKM melalui salah satu pihak yang memiliki pengaruh di tingkat provinsi mengajukan gugatan terhadap IUP Kemakmuran Pertiwi Tambang,” kata Usman.

API juga menyoroti kasus penangkapan 11 Warga Adat Sangaji, yang menurut mereka telah dimanfaatkan dalam konteks konflik korporasi di Halmahera Timur. Usman menyebut isu tersebut dipakai untuk menyerang pihak lain, termasuk PT Position.

“Kami melihat adanya indikasi bahwa isu 11 Warga Adat dimanfaatkan untuk mendukung agenda bisnis PT WKM. Isu itu kemudian dipelintir hingga seolah terkait dengan sengketa lahan yang melibatkan PT Position,” tambahnya.

Selain itu, API mendesak Pemerintah Provinsi Maluku Utara menindaklanjuti dugaan penjualan ore ilegal yang menurut mereka terkait dengan aktivitas PT WKM. Selain itu 90 metrik ton ore nikel sitaan negara seharusnya masuk ke kas pemerintah.

“90 ribu metrik ton ore Nikel sitaan negara seharusnya menjadi pendapatan negara atau daerah. Namun dalam kasus ini, kami melihat adanya dugaan bahwa ore tersebut tidak disetorkan sebagaimana mestinya,” tegasnya (red/brn)

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan