Brindonews.com
Beranda Hukrim Diduga Ada Mainan Jaksa dalam Dugaan Kasus Korupsi DID Kota Tidore Kepulauan 

Diduga Ada Mainan Jaksa dalam Dugaan Kasus Korupsi DID Kota Tidore Kepulauan 

TERNATE, BRN – Penetapan dan penahanan tersangka kasus dugaan korupsi dana insentif daerah (DID) tahap II Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara 2020 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Tidore menyisahkan banyak kejaganggalan.

Nuraksar Koja, pemilik toko tani ditahan berdasarkan surat perintah penahanan Kepala Kejaksaan Negeri Tidore Kepulauan Nomor PRINT-1/Q.2.11/Fd.2/04/2024 tanggal 26 April 2024 lalu.





Dilansir dari Tandaseru.com, edisi Sabtu 27 April 2024, penahanan dilakukan setelah adanya penetapan tersangka yang dilakukan tim penyidik Pidsus Kejari Tidore berdasarkan surat penetapan tersangka Nomor TAP–1/Q.2.11/Fd.1/04/2024 tanggal 26 April 2024.

“Adapun tujuan dilakukan penahanan sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAPidana serta Pasal 21 ayat (4),” ujar Kastel Kejari Gama Palia didampingi Kasi Pidsus Alexander Maradentua, Jumat 26 April 2024.*

Jaksa menilai pengelolaan DID tersebut tidak sesuai juknis atau petunjuk teknis dan petenjuk usaha produksi pertanian yang dikleuarkan Wali Kota Tidore Kepulauan di 2020.





Pemilik toko menyalurkan alat pertanian kepada kelompok tani di Tidore Kepulauan melalui Dinas Pertanian. Di mana total anggaran DID tahap II tahun 2020 sebesar 2,1 miliar.

Jaksa menuding pemilik toko melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp745.241.363,64 berdasarkan laporan hasil perhitungan (LHP) kerugian keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Maluku Utara kala itu.

Namun, setelah proses persidangan, fakta-fakta lain perlahan terungkap. Mulai dari permintaan sejumlah uang dengan dalih pengembalian kerugian negara oleh oknum jaksa. Juga ada penawaran untuk meringankan tuntutan jaksa terhadap tersangka.





Permintaan itu rupanya dimulai saat masih dalam tahap pemeriksaan awal sampai penahanan. Namun, tersangka tidak mengindahkan keinginan jaksa, karena merasa tidak bersalah. Dan, tak miliki uang sebanyak yang diminta.

Sebelumnya, pada sidang di pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri Ternate, Jumat 8 November 2024, sempat terjadi ketegangan antara keluarga tersangka dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Alexander Maradentua.

Pasalnya, keluarga menilai Alexander yang juga Kasi Pidsus Kejari Ternate menangani kasus tersebut telah menzalami tersangka yang jelas tidak bersalah.





Dugaannya oknum jaksa memanfaatkan kasus tersebut untuk mendapatkan keuntungan dari tersangka dengan meminta sejumlah uang atas dalil pergantian kerugian negara. Namun hal itu tidak dipenuhi pemilik toko, imbasnya Nuraksar Koja ditahan.

Nuraksar usai persidangan kepada awak media mengungkapkan keterangan yang terungkap dalam persidangan, bahwa dirinya hanya menerima uang sesuai dengan yang dibelanjakan Dinas Pertanian, yaitu Rp711.296.000.

Uang tersebut untuk pembelian barang berupa hendsprayer, biotani dan pestisida nabati. Sementara anggaran untuk kegiatan tersebut sebesar Rp2,1 miliar.





“Yang mengirim uang adalah kelompok tani Kecamatan Oba Utara, Oba Selatan, Oba Tengah dan Kecamatan Oba. Ini sesuai fakta dalam persidangan,” kata usai sidang di Pengadilan Tipikor, pada Pengadilan Negeri (PN) Ternate, Jumat 8 November 2024.

Nuraksar bilang, kegiatan tersebut sejak 2020, namun baru diusut pada 2022 setelah Kepala Dinas Pertanian, Imran Yasin dan Taher selaku PPK meninggal dunia.

Dirinya kemudian ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan korupsi uang sejumlah Rp745.241.363 (745 juta). Padahal pada 2021 tidak ada temuan terkait penggunaan dana DID.





Bahkan, kegiatan ini juga melibatkan seluruh kelompok tani di Tidore Kepulauan sebanyak 1.109 orang.

“Pada tahun 2021 bulan Januari ketika anggaran tersebut cair apakah tidak ada tim verifikasi?, Inspektorat dan yang lain terlibat pada saat itu? Ke mana mereka?, kanapa pada tahun 2023 atau 2024 baru ada hitungan kerugian dari BPKP,” tutur Nuraksar.

Nuraksar merasa janggal terhadap sisa uang dari total anggaran saat itu. Sebab, uang yang masuk ke rekeningnya dari Dinas Pertanian Tidore kala itu hanya Rp711 juta. Anggaran sisa kurang lebih Rp1,4 miliar tidak diketahui keberadaanya hingga saat ini.





Nota pertanggungjawaban atas anggaran Rp711 juta yang masuk ke rekening Nuraksar pun lengkap, dan sudah dihadrikan dalam persidangan disertai dengan bukti rekening koran.

“Uang dari total 2,1 miliar, dikurangi yang masuk ke rekening saya senilai 711 juta, sisanya itu kemana?, kok tidak ada pemeriksaan malah saya selaku pemilik toko yang harus menanggung semua kerugian negara,” sambungnya.

Menurut Nuraksar, dalam persidangan seluruh kelompok tani untuk wilayah Oba Utara, Oba Selatan, Oba Tengah dan Kecamatan Oba Kota Tidore Kepulauan menyampaikan bahwa semua barang telah mereka terima tanpa ada kekurangan.





Bahkan mereka dengan sadar menandatangani nota pembelian barang-barang tersebut.

“Kalau sebagai pemilik toko dibilang korupsi, berarti seluruh kelompok tani tidak akan menerima barang dan saya akan dikenakan tindak pidana penipuan. Kalau penipuan pun dari mana. Sedangkan barang tersebut sudah diterima semua kelompok tani,” terangnya.

Selain itu, Nuraksar menyebut, pada 26 Juni 2024, ketika JPU Kejaksaan Negeri Soa Sio, Tidore mengantarkan pelimpahan perkara dan dititipkan di Rutan Kelas II Ternate, dirinya sempat menanyakan kerugian negara dalam kasus ini.





“Saya tanya berapa kerugian negara yang menjadi tanggung jawab, kemudian dijawab oleh penuntut umum bahwa untuk saya sendiri sekitar Rp180 juta,” ungkapnya.

Dirinya kembali menanyakan “Kenapa pada saat penyidikan diminta kepada saya melalui penasehat hukum saya sebesar Rp380 juta. Lantas dijawab penuntut umum bahwa kenapa saya tidak tawar. Kemudian penuntut umum bilang mereka tunggu niat baik dari saya, kalau bisa dikembalikan saya dituntut ringan.”

Hal yang sama juga kembali ditanyakan Nuraksar ke JPU saat pulang dari sidang di Pengadilan Negeri Ternate dengan agenda pemeriksaan saksi a de charge.





Di dalam mobil tahanan menuju Rutan Ternate, Nuraksar menanyakan kembali ke JPU Alexander tentang berapa kerugian negara yang dituduhkan terhadapnya. Lalu JPU menjawab sesuai hitung-hitung sekitar Rp160 juta.

Menurut Nuraksar, JPU memintanya mengembalikan uang sekitar Rp100 juta agar disampaikan ke pimpinan, sehingga tuntutan terhadapnya diturunkan menjadi 2 tahun.

JPU juga menyampaikan jika dirinya tidak mengembalikan Rp100 juta, mereka (jaksa) akan tuntut maksimal termasuk penarikan aset.





Pada saat sidang tuntutan, Nuraksar kembali menayakan hal yang sama kepada JPU Soa Sio Tidore, Alexander. Saat itu JPU menyampaikan bahwa kerugian negara hanya sekitar Rp160 juta.

“Saya bilang kenapa pada saat tuntutan yang dibacakan sekitar Rp700 juta? Kemudian dijawab oleh penuntut umum mereka tuntut sekitar Rp700 juta lebih biar saya beritahu kepada keluarga mendiang Kadis Pertanian agar sama-sama ikut mengganti kerugian Negara,” ujar Nuraksar.

“Lalu saya jawab gimana bisa Pak Alex?, menurut ibu ketua majelis hakim yang disampaikan di depan persidangan bahwa mereka berdua (Imran Yasin dan Taher) tidak bisa lagi dikenakan pidana, karena sudah meninggal dunia,” tambahnya.





Nuraksar bilang, JPU saat itu juga meminta maaf kepadanya karena tuntutan tinggi, sesuai standar operasional prosedur (SOP), Kejaksaan Negeri Soa Sio Tidore.

“Saya selaku terdakwa bingung. Apakah kerugian negara bisa ditawar?, apakah kerugian negara bisa berubah-ubah berdasarkan pernyataan jaksa penuntut umum?,” tanya Nuraksar lagi.

Dirinya kembali bertanya “Apakah tanggung jawab orang yang meninggal dunia harus dilimpahkan kepada saya untuk menanggung perbuatan yang tidak saya lakukan?, ini tidak adil bagi saya.”





Semua tudingan yang dialamatkan JPU kepada tersangka sudah terbantahkan selama persidangan.

Selan itu Nuraksar menambahkan, pada Januari 2023, Jaksa Alexander Maradentua menyampaikan kepada tersangka lewat Kepala Inspektoran, Arif Marajabesy untuk menyediakan uang sebesar Rp350 juta agar kasus tersebut tidak naik ke pengadilan.

Dirinya pun berharap hakim pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Ternate memutus perkara yang secara jelas tidak dilakukanya tersangka dengan seadil-adilnya.





Dalam perkara ini JPU Pengadilan Soa Sio menuntut Terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima) Tahun 6 (enam) bulan dikurangkan dengan masa penahanan yang telah dijalani, dengan perintah agar Terdakwa ditahan.

Mejatuhkan pidana denda terhadap Terdakwa Nuraksar Koja, dengan denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan hukuman kurungan selama 6 (enam) Bulan.

Menghukum Terdakwa Nuraksar Koja membayar uang pengganti senilai Rp. 745.241.363,64 (tujuh ratus empat puluh lima juta dua ratus empat puluh dua ribu tiga ratus enam puluh tiga ribu rupiah enam puluh empat sen).





Selanjutnya, menyatakan merampas untuk negara uang sebesar Rp4.800.000,- (empat juta delapan ratus ribu rupiah) yang dititipkan keluarga Terdakwa kepada penuntut umum sebagai perhitungan uang pengganti, sehingga sisa uang pengganti yang harus dibayarkan sebesar Rp740.441.363, 64 (tujuh ratus empat puluh juta empat ratus empat puluh satu ribu tiga ratus enam puluh tiga rupiah enam puluh empat sen) dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak membayar kekurangan uang pengganti tersebut, paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Dalam hal ini Terdakwa/Terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun 9 (sembilan) bulan. (Tim)





Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Iklan