Brindonews.com
Beranda Hukrim PT NKA Diduga Keruk Ore Nikel Tanpa IPPKH dan Tak Buat Jaminan Reklamasi

PT NKA Diduga Keruk Ore Nikel Tanpa IPPKH dan Tak Buat Jaminan Reklamasi

Papan nama PT NKA di Site Moronpo, Halmahera Timur. (Foto: Tribunternate)

HALTIM, BRN – PT Nusa Karya Arindo, perusahaan tambang nikel di Kabupaten Halmahera Timur diduga melakukan sejumlah pelanggaran serius, termasuk mengoperasikan tambang tanpa IPPKH.

Pelanggaran lain yang ditemukan oleh BPK RI atas hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada 2023 lalu ditemukan PT NKA belum buat jaminan reklamasi dan jaminan pasca tambang.





Dugaan pelanggaran itu diungkapkan oleh Ketua Harian DPD Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Maluku Utara, Mudasir Ishak. Menurut Mudasir, perusahaan pemegang konsesi seluas 20.763 hektar itu beroperasi tanpa memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan tanpa menyertakan jaminan reklamasi dan pasca tambang.

“Yang mencurigakan, operasi perusahaan diduga justru menggunakan lahan di luar konsesi yang semestinya. Ini menunjukkan praktik yang tidak transparan,” tegas Mudasir Kamis malam, 11 September.

Berdasarkan investigasi lapangan, perusahaan tersebut diduga telah menyerobot kawasan hutan seluas total 250 hektar. Dugaan perluasan aktivitas tambang itu mencakup kawasan Hutan Lindung seluas 116,16 hektar, Hutan Produksi Terbatas 115,76 hektar, dan Hutan Produksi Konversi 14,19 hektar.





Mudasir menekankan bahwa, pelanggaran pada kawasan hutan lindung merupakan yang paling krusial. Itu sebab, Perusahaan tambang harus memiliki dokumen yang lengkap baru melakukan kegiatan penambangan.

“Kawasan ini memiliki fungsi vital sebagai penyimpan air, penyangga keanekaragaman hayati, dan pencegah bencana ekologis, sehingga secara hukum tidak boleh dieksploitasi,” jelasnya.

Jika terbukti, aktivitas perusahaan tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan serta Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.





Mudasir mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta Satgas PKH untuk segera melakukan investigasi menyeluruh.

“Pengawasan yang lemah membuka celah bagi perusahaan tambang untuk melakukan eksploitasi liar tanpa memperhatikan keberlanjutan dan hukum. Jika terbukti, perusahaan harus dihentikan operasinya dan diproses hukum,” tegasnya.

Selain merusak ekosistem, aktivitas tambang ilegal ini juga dinilai menimbulkan kerugian besar bagi negara akibat hilangnya sumber daya hutan, fungsi ekologis, serta absennya dana jaminan reklamasi.





Mudasir juga meminta Pemerintah Pusat untuk menjadikan kasus ini sebagai perhatian dalam pemberantasan tambang ilegal di Maluku Utara.

“Kasus ini harus menjadi atensi bapak Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas kasus tambang ilegal di Maluku Utara dan meminta penegak hukum segera mengusut tuntas dugaan kasus tersebut,” tutupnya. (*)





Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan