Reses Perdana, Sahril Tahir Gandeng KNPI dan OKP

TOBELO, BRN – Anggota DPRD Provinsi Maluku Utara periode 2019-2024
untuk pertama kalinya melakukan reses di daerah pemilihan masing-masing di
Pemilu 2019. Selama reses anggota dewan akan menyerap aspirasi masyarakat,
utamanya menyangkut usulan.
Seperti dilakukan Sahril Tahir. Wakil rakyat
periode 2019-2024 ini melakukan reses di daerah pemilihan II Halmahera
Utara-Morotai. Dalam penjaringan aspirasi masyarakat perdana ini Sahril
menggandeng KNPI Halut, OKP, advokad, maupun mantan Anggota DPRD Halut.
Dalam penyampaiannya Sahril menjelaskan, reses
atau penjaringan aspirasi bertajuk Bacarita Halmahera Utara di Cafe Jarod Tobelo, merupakan bagian penting bagi
setiap anggota dewan baik provinsi maupun kabupaten/kota. Tahapan ini DPRD selain
bersifat wajib, segala aspirsi atau keluhan yang diutarakan masyarakat akan
dijadikan pokok pikiran anggota dewan
untuk kemudian dimasukkan dalam penganggaran. “Buah pikiran dan aspirasi yang
masuk akan ditampung dan akan diperjuangkan di tahun anggaran selanjutnya,” kata
Sahril, Rabu (18/12) kemarin.
“Disisi lain
kerja anggota dewan juga diamanatkan dalam undang-undang, kalau anggota
tidak turun reses berarti dia lalai apa yang telah diamanatkan oleh
undang-undang,” Sahril menambahkan.
Ketua DPD Gerindara ini mengatakan, acara Bacarita Halmahera
Utara kali ada enam poin yang menjadi prioritas
pembahasan, yaitu ijin tambang, pendidikan, human traficking, penanganan HIV/aids,
lingkungan (limbah pertambangan) dan digagasnya forum aspirasi KabupatenHalut
dan Pulau Morotai.
Menurutnya, reses merupakan salah satu pintu
masuk bagi masyarakat menyampaikan usulan terhadap berbagai pembangunan kepada
anggota dewan. Tugas anggota dewan selanjutnya untuk menyampaikan ke pemerintah
agar dijadikan program di tahun akan datang.
Sumito H. Tengku Ali, salah satu warga Desa
Gorua, Kecamatan Tobelo, Halmahera Utara menyentil soal kenaikan iuran BPJS
Kesehatan. Sumito mengatakan, naiknya iuran BPJS Kesehatan perlu disikapi Anggota
DPRD Malut. Baik dewan provinsi maupun Kabupaten Halmahera Utara (Halut) paling
tidak atau minimal memerhatikan nasib masyarakat tidak mampu dari sisi
pelayanan kesehatan.
“Contoh kasus di salah satu desa di Loloda Kepulauan.
Dengan minimnya pelayanan kesehatan sehinga pasien harus dilarikan ke Rumah
Sakit Tobelo untuk mendapat perawatan medis,” kata Sumito.
Berbeda dengan Sumito. M. Yusmin Syawal justru
memilih menyinggung isu pertambangan di Halut. Yusmin mengatakan, dampak
negatif akibat pertambangan sepatutnya dipikirkan baik Pemerintah Provinsi
(Pemprov) Malut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan DPRD Halut maupun DPRD
Malut.
“Pemerintah harus tolak perusahan tambang
yang masuk di Halut, karna ini akan berdampak pada masyarakat. Pemerintah juga harus
mencabut semua ijin pertambangan di
Halut. Ini butuh peran DPRD,” katanya.
“Baik pemprov aaupun kabupaten harus sinkron,
jangan provinsi bilang lain kabupaten bilang lain. Halut ini paling cocok
untuk lahan produktif,” Sumito
menambahkan.
Isu BPJS dan pertambangan menampik bagi Sadikin
Teki. Alumnus Hukum Unkhair ini meminta DPRD Malut ataupun kabupaten berperan
aktif pada nilai jual kopra dan nasib nelayan. Menurutnya, harga kelapa dalam
atau kopra di Malut terutama di Halut selain belum stabil, juga tak kunjung
merangkak naik ke taraf menjanjikan. (Mar/red)