KPU Malut Dinilai Takut Eksekusi Cakada Yang Tersangka
TERNATE, BRN – Komisi
Pemiluhan Umum (KPU) Provinsi Maluku Utara dinilai tak memiliki kebenarian
untuk mengeksekusi calon kepala daerah (Cakada) yang berstatus tersangka.
Terbukti, hingga kini KPU Malut belum juga mencoret atau mendiskluafikasi Ahmad
Hidayat Mus (AHM) sebagai peserta pilgub tahun 2018.
Sebelumnya, Ketua KPU RI Arif Budiman mengatakan, pada
intinya KPU sudah siap mencoret nama-nama calon kepala daerah yang telah
ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Usulan tersebut disampaikan ke DPR dalam bentuk perubahan PKPU.
KPU berharap bisa mendiskualifikasi calon kepala
daerah tersangka sebelum pencoblosan pilkada pada Juni 2018 mendatang. Namun,
KPU baru bisa melakukan itu jika sudah diatur dalam PKPU. “Jadi dalam
pencoblosan nanti memungkinkan pemilih untuk mendapatkan kepala daerah yang
bersih dan berintegritas,” ungkap Arif Budiman di Jakarta, Senin (2/4/2018)
lalu.
Sebelumnya juga Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dan Menteri
Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai PKPU lebih baik daripada perppu untuk payung
hukum penggantian calon kepala daerah yang bermasalah. PKPU lebih tepat
diterapkan dalam kondisi saat ini di mana banyak calon kepala daerah menjadi
tersangka dugaan kasus korupsi.
Kendati
begitu, Ketua KPU Malut, Syahrani Somadayo ketika dikonfirmasi via handphone mengaatkan,
wacana perubahan peraturan KPU mengenai pergantian cakada yang berstatus
tersangka hanya berlaku pada pemilihan legislatif (Pileg). “ Wacana itu berlaku
pada pileg, untuk pilgub sudah selesai. Jadi peraturannya tidak bisa dirubah
lagi,” katanya, Kamis (5/4/2018) malam tadi.
Kata
dia, meski AHM sudah berkekuatan hukum tetap alias tersangka, namun tidak mempengaruhi
AHM sebagai peserta cakada pada kontestasi politik kali ini. “ Soal AHM itu tidak
pengaruh,” cetusnya.
Perlu
diketahui, Ahmad Hidayat Mus ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Jumat
16 Maret 2018 lalu dengan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pembebasan
lahan bandara Bobong Kepulauan Sula yang merugikan negara senilai Rp. 4,9 miliar tahun
2009. (emis/brn).