Brindonews.com
Beranda Daerah Warga Akekolano Desak Pemkot Perjelas Status Tanah Kantor BP4K

Warga Akekolano Desak Pemkot Perjelas Status Tanah Kantor BP4K





Betua BPD Akekolano,Arman Sangaji

SOFIFI,BRINDOnews.comLambatnya
upaya penyelesaian status tanah kantor BP4K oleh Kepala Desa (Kades)
Akekolano,Junaidi Sangkop berujung dengan kekecewaan warganya sendiri.Ini
karena sejak dilayangkannya surat rekomendasi dari Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) Akekolano tanggal 11 Oktober 2015 silam yang meminta agar masalah
tersebut segera ditindaklanjuti ke Pemerintah Kota Tidore Kepulauan,malah
digantung begitu saja oleh Pemerintah Desa dibawah kendali Junaidi Sangkop.

Saking
kecewanya,warga lantas mendesak kepada Pemerintah dalam hal ini Walikota Tikep
Capt.Ali Ibrahim maupun Wakil Walikota Muhammad Sinen untuk segera mengambil
sikap untuk menyelesaikan masalah tersebut.”Dua tahun lebih masayarakat
menunggu kepastian akan penyelesain status tanah itu,tapi lagi – lagi aspirasi
masyarakat ini dihiraukan begitu saja oleh kepala desa,ada apa sebenarnya,”kata
ketua BPD Akekolano,Arman Sangaji,Kamis (28/2/2018).





Sebelumnya
dipenghujung tahun 2015 silam atau tepatnya di bulan Oktober,persoalan ini
mencuat ke publik setelah warga dan BPD desa setempat mengeluarkan mosi tidak
percaya lewat media massa menuntut agar Pemkot Tikep segera mengembalikan hak
kepemilikan tanah atas kantor BP4K Kecamatan Oba Utara.Persoalan hak kepemilikan
tanah kantor BP4K bermula ketika tiga mantan kepala desa,antara lain,Harun
Baud,Mahmud Saman dan Abdullah Biji serta BPD desa setempat mengadakan rapat
bersama pada 6 Oktober 2015 silam.

Rapat itu menghasilkan beberapa poin penting
yakni status tanah gedung kantor BP4K dan sisa lahan persis disebelah utara
berbatasan dengan gedung pusat rehabilitasi narkoba yang belakangan diduga
telah berpindah tangan ke oknum tertentu adalah milik desa yang dipinjamkan
untuk kebun percontohan Balai Penyuluh Pertanian (BPP) kecamatan Oba kabupaten
Halmahera Tengah (Halteng) waktu itu.Kantor BPP kecamatan Oba itu kemudian kini
dikenal dengan nama kantor BP4K kecamatan Oba Utara setelah peralihan dari
Halteng ke kota Tikep saat ini.

“Saksi hidup juga masih
ada,bahwa jelas tanah itu adalah tanah bekas garapan warga untuk kepentingan
pertanian warga sendiri bukan milik Pemerintah yang dipinjamkan kepada
warga,namun setelah masa peralihan ini berubah status,kok aneh,”tanya Arman.





Sumber yang memperkuat
fakta bahwa lahan tersebut adalah milik warga desa beber Arman Sangaji, yaitu
di periode tahun 1945 dimasa kepala desa Ahmad Antarani dan tahun 1971, dimasa
pemerintahan Kauka Doguru. Dimana warga serta Pemerintah Desa setempat
berinisiatif membuka lahan serta membentuk kelompok tani untuk menggarap lahan
yang kini ditempati kantor BP4K Kecamatan Oba Utara itu.”Dari garapan pertanian
diatas tanah itulah hasilnya kemudian dijual dan uangnya dipakai untuk
membangun kantor desa dan gedung pertemuan warga serta sekolah tingkat dasar
(SD),nah dari situ saja sudah jelas bahwa tanah itu adalah milik desa,untuk itu
saya mendesak kepada Pemkot untuk secepatnya menyelesaikan kekisruhan ini agar
tidak menjadi masalah dikemudian hari,”tukasnya.

Selain itu fakta mengenai
hak kepemilikan tanah diatas kantor tersebut kata Arman,juga diuraikan oleh
pengakuan warga misalnya ditahun 1985,lokasi pertanian kelompok tani desa
Akekolano ini selanjutnya dipinjamkan kepada Pemkab Halteng oleh Kepala Desa
saat itu yakni Abdullah Antarani untuk didirikan kantor BPP Kecamatan Oba
dengan syarat pinjam pakai.Ironisnya,dimasa Pemerintahan Halteng hingga
peralihan ke Kota Tikep,status lahan tersebut sama sekali tidak disebutkan
muasalnya.

Berikutnyanya,pada tahun
1986 sampai dengan tahun 1991 Pemerintaha Desa Akekolano saat itu dipimpin oleh
Harun Baud berhasil mengembalikan sebagian aset warga berupa tanah ini seluas
2,5 hektar setelah dikapling oleh mantan Bupati (Alm) Malawat,pemberian
pimpinan Desa sebelumnya.Tanah ini kemudian dialihkan untuk lokasi perkebunan
milik Masjid seluas 1,5 hektar dan lokasi perkebunan milik Gereja seluas 1
hektar.Belakangan,sebagian dari tanah seluas 1,5 hektar yang dikelola Badan
Kesejahteraan Masjid (BKM) Al-Muttaqin desa itu rencananya akan dijual
perkapling oleh panitia pembangunan masjid atas kesepakatan bersama dengan
seluruh jamaah muslim yang disetujui oleh Pemdes Akekolano.Uang dari hasil
penjualan tanah ini dipakai untuk pembangunan lanjutan Masjid baru yang
letaknya tidak jauh dari lokasi Masjid lama (tua).Sementara sisa tanah yang
tidak dijual dipakai untuk lahan pekuburan warga muslim.





Begitupun pada tahun 1992
sampai dengan tahun 2001 dimasa pemerintahan Mahmud Saman pada kurun waktu 2002
hingga 2013 dimasa kepala desa Abdullah Biji serta pemerintahan Junaidi Sangkop
saat ini,status kepemilikan lahan kantor BP4K kecamatan Oba Utara serta lahan
yang diduga telah berpindah tangan ke oknum – oknum tertentu itu sampai
sekarang tidak jelas disebutkan oleh Pemerintah apakah dibeli ataukah masih
milik desa yang dipinjamkan ke Pemerintah Kota.

“Anehnya setelah peralihan
tidak disebutkan apakah sudah dibeli alias bayar atau masih milik
desa,sedangkan lahan yang kami duga sudah dipatok oleh oknum tertentu itu
apakah ini dibayar atau tidak,kalau ada pembayaran,kepada siapa tanah itu
dibeli,kan sampai sekarang tidak ada satupun administrasi atau surat yang
menerangkan jika lahan yang dipatok oknum tertentu itu dibeli dari pihak warga
atau desa,kami harap ada perhatian Walikota Ali Ibrahim dan Wawali Muhammad
Sinen agar mampu merasionalkan persoalan ini,saya yakin bahwa kedua masih
berpihak kepada warga jelata,bahwa keduanya masih menjadi pembela hak – hak
warga ketika warganya sedang dirudung masalah,namun jangan salahkan warga jika
masalah ini tidak secepatnya diselesaikan,saya yakin pasti muncul keraguan dan
tanda tanya warga bahwa dimana pemimpin kita,dimana letak keberpihakannya,dan
dimana nuraninya ketika warganya membutuhkan,”pungkas Arman Sangaji.(aby/rky)





Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan