Empat Srikandi Nilai Kerja Sekwan Asal-asalan

![]() |
Inilah pakain Adat yang di Pakai itu di Tanggung masing-masing Saat Hut Pemprov |
SOFIFI-BRINDOnews.com-Meskipun sudah
dianggarakan untuk pengadaan pakaian sipil harian anggota DPRD Maluku Utara
tahun 2015 lalu, akan tetapi baru direalisasi tahun 2017, hal ini terkuak saat
Paripurna Istimewa HUT Provinsi Malut ke 18 di Sofifi, Kamis (12/10/2017). Anggaran
tahun 2015 tetapi kenapa tahun 2017 baru diserahkan.
Penyebab
salah satunya, karena realisasi barang tersebut tidak sampai ke tangan seluruh
anggota. Anehnya, pesanan itu sudah dilakukan sejak 2015. Polemik seputar
pengadaan barang dan jasa menggunakan APBD tahun anggaran 2015 kurang lebih Rp
500 juta itu dihebohkan oleh srikandi DPRD Malut.
Sebanyak
enam srikandi DPRD yang mempersoalkan pakaian tersebut di tengah-tengah acara
sedang berlangsung. Mereka menyayangkan pakaian adat yang dijanjikan sekretaris
dewan Abubakar Abdullah tidak sampai ke tangan mereka. “Seharusnya pakaian adat ini
sudah ada sejak dua tahun lalu. Masa anggaran pengadaan dari 2015, baru
barangnya kami terima Rabu Pagi (12/10/2017).
Itu
pun dipaksa,” kata anggota Fraksi PDIP Dapil Halmahera Utara dan Pulau Morotai,
Diana Sumindar di dapan wartawan BRINDOnews.com, Kamis sore. Dia mengatakan, banyak anggota
DPRD yang baru menerima pakaian adat tersebut, Rabu sore kemarin. “Itu termasuk
punya saya. Sementara dari beberapa teman srikandi (anggota DPRD) yang lain
baru terima Kamis pagi,” ujar dia.
Diana
yang terlihat tidak mengenakan baju adat sebagaimana anggota DPRD lainnya itu,
menurutnya, ada perlakukan tidak adil dari Sekretaris DPRD Maluku Utara
Abubakar Abdullah terhadap 45 anggota DPRD di sekertariat. “ini bukan soal pakaian atau baju adat, tetapi masalahnya sekwan tidak adil.
![]() |
Inilah Pakaian Adat Yang di Serahkan Sekwan kepada Srikandi Tidak di Pakai |
Diana
mengemukakan, baju adat miliknya yang diterima Rabu sore juga tidak sesuai
ukuran tubuh yang sebelumnya dipesan ke penjahit perusahaan pemenang tender.
“Sudah begitu, punya saya tidak muat. Kalau pun muat, masuk akal baju yang kita
terima langsung pakai. Kan nanti tidak nyaman. Mesti dicuci dulu,” sambungnya.
“Mereka (sekretariat dewan) mengangap kita (para srikandi)
selama ini diam saja walau diperlakukan tidak adil. Sehingga diperlakukan
seperti apapun tetap diam. Namun, kali ini berbeda karena setiap orang ada
batas kesabarannya.”Diana mengatakan langkah yang dilakukan para
srikandi tersebut untuk tujuan mengevaluasi kinerja Sekretaris DPRD Malut
Abubakar Abdullah.
Hal
senada, dikatakan Raden Winani Safitri, anggota Fraksi PKS Dapil Halmahera
Selatan, sesuai undangan yang diterimanya diwajibkan pakai baju adat. Sementara
dirinya dan beberapa anggota tidak dapat mengenakan baju tersebut. Permaisuri Kesultanan Bacan itu
menyesalkan, adanya pelayanan sekretariat dewan yang terkesan tidak merata.
Menurutnya, persoalan baju adat miliknya yang tidak sesuai ukuran tidak menjadi
masalah, asalkan sebelum itu dikoordinasikan, dikonfirmasi kalau pakaian adat
yang tersedia terlambat dikirim atau tidak ada.“Ini supaya kita bisa
beli sendiri dari jauh hari. Jangan buat janji, ketika ditelepon mereka janji,
janji-janji terus sampai pagi tadi baru saya terima,” kata dia
.
Dia
meminta pelayanan kurang baik dari Sekwan Abubakar Abdullah itu harus dibenahi.
“Prinsipnya saya harapkan ada komunikasi yang baik. Dan kepercayaan yang
diberikan itu jangan disia-siakan. Itu aja sih,”tutupnya.
Amatan
BRINDOnews.com, pada acara HUT berlangsung hanya terdapat kurang lebih 30
anggota dewan yang mengenakan pakaian adat. Selebihnya mengenakan pakaian
harian biasa berupa jas lengan panjang dan dasi.
Sementara,
rata-rata dari unsur pimpinan dan ketua-ketua alat kelengkapan DPRD Maluku
Utara seluruhnya mengenakan pakaian adat. Termasuk Ketua DPRD Alien Mus, yang
juga salah satu srikandi dari Fraksi Golkar Dapil Kepulauan Sula.
Hingga
berita ini ditayangkan Sekwan Abubakar Abdullah saat di konfirmasi via
handphone Jumat (13/10/2017) enggan menagggapi.(bud)