Helmi: Keputusan Bawaslu Menimbulkan Kegaduhan Pemilu

![]() |
HELMI ALHADAR |
TERNATE, BRN
– Pasca 5 nama Bacaleg eks narapidana (napi) korupsi yang
diakomodir Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Malut pada sidang ajudikasi beberapa
waktu lalu, hingga saat ini masih hangat di perbincangkan. Para akademisi pun
di buat heran terkait larangan Bacaleg pada pemilu 2019.
Mengenai
hal tersebut, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara
(Ummu), Helmi Alhadar mengatakan, secara politis dan moral, orang yang sudah pernah
bermasalah karena korupsi sudah kehilangan legitimasi. Karena itu para eks napi
korupsi harus rela untuk
tidak mencalonkan diri sebagai wakil rakyat.
“ Secara linear masih
mengganggap masalah HAM. Tetapi dalam HAM juga ada pembatasan hak dimana akibat
dari kesalahan dilakukan sebelumnya,” kata Helmi yang dikonfirmasi via
WhatsApp, Senin (10/9) padi tadi.
Keputusan Bawaslu
mengabulkan permohonan Bacaleg eks napi
korupsi itu tentu bersebrangan dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU)
nomor 20 tahun 2018. Keputusan Bawaslu tersebut bukan tidak mungkin menimbulkan
nilai buruk masyarakat terhadap Bawaslu. Sebab, Bawaslu dinilai tidak
profesional dan tidak kompak dengan KPU.
“ Tak heran kalau ada penilaian buruk.
Orang akan menilai keputusan Bawaslu menimbulkan kegaduhan dan keraguan akan
pemilu yang berjalan baik,” sambungnya.
Menurutnya, Bawaslu
mestinya menunggu keputusan Mahkamah Agung (MA) untuk memutuskan biar searah
dengan KPU yang berpegang teguh pada PKPU. Di satu sisi, masyarakat seolah
dibuat ‘bingung’ karena sebelumnya Bawaslu sendiri mendatangi
partai politik (parpol) untuk menandatanagni pakta integritas, sementara di
sisi lain, Bawaslu sendiri yang melakaukan ‘blunder’
dengan meloloskan Bacaleg eks napi.
“ Untuk itu kita berharap
Bawaslu dan KPUharus tetap satu dalam menyikapi persoalan ini. Dan para parpol
supaya menjunjung tinggi etika dan moral politik,” ujar Helmi.
Kendati begitu, mantan
ketua Prodi Ikom Ummu ini tidak menyoalkan proses hukum.tetapi bagi dia, hukum
juga ‘memungkinkan’ mempertimbangkan dan mengedepankan persepsi keadilan dan
moral.
Lepas dari semua alasan
itu, kata dia, dinamika politik 2019 nanti bisa saja menimbulkan pertanyaan
dari masyarakat tentang komitmen parpol untuk menegakan politik ‘bersih’. Harapan Indonesia bebas
korupsi tak lepas peran aktif parpol. Ditambah
lagi skandal korupsi ‘berjamaah’ yang
menyeret 41 dari 45 wakil rakyat Kota Malang saat ini masih hangat di
perbincangkan.
“ Orang pasti bertanya
diaman komitmen parpol. tentu hal ini sudah sepatutnya parpol berbenah dari
dengan tidak mempertimbangkan calon-calon yang bermasalah korpusi untuk tidak
lagi diusung. Sebab ini tentunya membuat kepercayaan rakyat kepada parlemen
terus memudar,” ucap Helmi. (eko/red)