Harita Nickel Siap Penuhi Kebutuhan 1,5 Juta Baterai Kendaraan Listrik
PT Halmahera Persada Lygend (HPL) memamerkan produk
Mixed Hydroxide Precipitate atau MHPdalam acara Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (3rd G20 EDM-CSWG) yang berlangsung di Bali, 29-31 Agustus 2022.
Pengenalan produk hilirisasi hasil pengolahan nikel kadar
rendahitu sekaligus menjadikan perusahaan
ekstra aktif dibawah naungan Harita Nickel itu sebagai perusahaan pionir di
Indonesia dalam memproduksi bahan baku utama baterai kendaraan listrik.
PT HPL memiliki kapasitas produksi mencapai 365 ribu WMT/per
tahun. Kapasitas produksi ini membuat Harita Nickel mampu memenuhi kebutuhan
1,5 juta baterai kendaraan listrik pada tahun 2022 dan lebih dari 3 juta
kendaraan pada 2040 mendatang.
Head of External Relations Harita Nickel, Stevi Thomas menyatakan,
PT HPL berhasil memproduksi MHP dengan memanfaatkan nikel limonit (kadar
rendah) melalui teknologi High Pressure
Acid Leach (HPAL). Sebelumnya,
nikel limonit tidak dimanfaatkan karena kadarnya sangat rendah (<1,3%) dan tergolong
jenis batuan penutup (overburden).
“Namun, jenis tersebut kini memiliki nilai strategis dan
menjadi material yang banyak dicari produsen baterai kendaraan listrik dunia,”
kata Stevi di sela-sela partisipasi Harita Nickel pada eksibisi dalam rangkaian
acara Pertemuan ke-3 Deputi Lingkungan dan Kelompok Kerja Keberlanjutan Iklim
atau 3rd G20 EDM-CSWG.
Stevi mengatakan, partisipasi Harita Nickel pada acara ini untuk
mengenalkan keberhasilan Indonesia di mata dunia sebagai produsen MHP,
sekaligus turut mendukung dalam penanggulangan perubahan iklim. Yaitu mendorong
penurunan emisi dari penggunaan kendaraan bermotor bahan bakar fosil demi mencapai
netralitas karbon (Net Zero Emission) dan energi bersih di tahun 2060
atau lebih awal.
Di saat pemerintah bercita-cita menjadi pemain utama dunia
dalam industri baterai kendaraan listrik, Harita Nickel tampil menjadi yang
terdepan.
“Harita Nickel menjadi pionir di Indonesia tidak hanya dalam pengolahan
dan pemurnian bijih nikel kadar rendah melalui teknologi High Pressure Acid Leach, tapi juga membawa Indonesia satu langkah
ke depan sebagai produsen bahan baku baterai kendaraan listrik yang
diperhitungkan dunia,” tambah Stevi.
Stevi menambahkan, selain upaya optimal dalam konservasi mineral
nikel limonit, kehadiran teknologi HPAL juga
mampu memberi manfaat lain dalam hal penyediaan ribuan tenaga kerja lokal,
khususnya di Pulau Obi, Halmahera Selatan. Juga memberi kontribusi ekonomi
lainnya dalam bentuk pendapatan negara, pembangunan daerah di wilayah
operasional, serta peningkatan dan perluasan jangkauan program pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat.
Penerapan teknologi tersebut menjadi salah satu wujud
komitmen perusahaan terhadap praktik operasional yang ramah lingkungan. Begitu
juga komitmen terhadap keberlanjutan menjadi strategi perusahaan melalui 3
pilar utama, yakni perubahan iklim, hak asasi manusia, dan tata kelola.
“Selain menempatkan lebih dari 1.000 terumbu karang buatan di
perairan sekitar wilayah operasional, Harita Nickel juga melakukan rehabilitasi
lahan mangrove di Halmahera Selatan selama 2 tahun berturut-turut di wilayah
seluas 20 hektar dengan jumlah bibit tanam 47 ribu,” tambah Stevi terkait
komitmen lain terhadap perlindungan lingkungan.
Program keberlanjutan lainnya, lanjut sambung Stevi, adalah
pemanfaatan limbah slag nickel dari hasil peleburan (smelter) nikel saprolit
(kadar tinggi) dalam bentuk material bahan bangunan seperti batako, paving
blok, dan genteng.
Material ini telah dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas
pabrik dan pendukung di internal, juga gedung salah satu bank BUMN di daerah. Pemanfaatan
material tersebut telah mendapatkan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. (red)