Wujudkan Sekolah Ramah Anak, Hadi Abdullah: Butuh Tanggung Jawab Bersama

Mustamin: Ada Sanksi Yang Bernilai Positif
![]() |
Ilustrasi sekolah ramah anak. |
TERNATE, BRN – Implementasi Peraturan Daerah atau Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang kota layak anak butuh kerja keras pemerintah. Agar implementasi regulasi daerah yang konsentrasinya di sekolah ramah anak ini di bilang perfect, keterlibatan semua stakeholder tentu kunci utamanya.
Kepala SMPN 7 Ternate Hadi Abdullah mengemukakan, untuk mewujudkan kota layak anak, terutama di sekolah ramah anak agar berjalan integrated, holistik dan subtainnable adalah tanggung jawab bersama.
“ Untuk menghilangkan slogan diujung rotan ada emas, kadang-kadang kita berpikir dua kali lipat dan serba salah. Mau pakai rotan salah, tidak pakai rotan salah,” katanya saat disambangi di ruang kerjanya, Kamis (13/6) tadi.
Nahkoda di sekolah percontohan ramah anak ini bilang, sekolah yang ia pimpin itu tetap bertekad menghilang istilah guru ‘rotan’ dan tetap menjadikan SMPN 7 Ternate sebagai satu-satunya sekolah percontohan sekolah ramah anak di Tenate.
Walau demikian, ia mengaku sering menemukan guri yang masih main rotan. “ Bisa di bilang kita terjebak. Meskipun dalam kapal tersebut dilengkapi alat penunjuk arah, kompas,” Hadi menganologikan.
“Secara umum, pada kenyataannya masih ada (guru yang suka pukul siswa), tapi itu bukan pukul sampe ukur tobat. Itu tujuannya kase tingkatkan disiplin siswa”.
Kepala SMPN 1 Ternate Mustamin Hamzah menyatakan, hukuman atau sanksi fisik maupun non fisik yang dapat merugikan anak didik sudah tidak dibolehkan. Tanpa adanya Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan kota layak anak pun semua pihak berkewajiban memberikan yang terbaik kepada anak, terutama peserta didik.
“ Segala macam sanksi yang cenderung merugikan anak itu sudah tidak boleh. Apalagi kalau sudah ada perda yang mengatur,” tandasnya.
Wakil Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Provinsi Maluku Utara ini bilang, di SMPN 1 Ternate sudah lama menerapkan pelayanan yang ramah kepada `siswa-siswinya sebelum adanya Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan kota layak anak. Langkah itu dilakukan sebagaimana termaktub dalam tata tertib dan tata krama kehidupan sosial sekolah. “ Sudah lama kita lakukan itu,” katanya singkat.
Sanksi Yang Bernilai Positif
Selain sanksi ‘rotan’, menurut Mustamin, ada sanksi lain yang mengandung unsur-unsur edukasi. Sehingga sanksi yang diberikan kepada peserta didik lebih nyaman dan di respon baik oleh anak didik tanpa mengganggu kondisi fisik siswa.
Penerapan hukuman fisik maupun non fisik tidak selama jadi solusi. Karena itu, pihak sekolah berkewajiban mendesain sekolah sehigga ketika anak-anak berada di sekolah lebih merasa nyaman.
“ Di SMPN 1 sendiri sudah lama terapkan sekolah nyaman. Kalau ada siswa langgar disiplin, maka siswa tersebut diarahkan masuk ke perpustakaan membaca buku apa saja lalu kemudian buat resume tentang buku yang di baca. Sanksi edukasi lainnya membersihkan lingkungan sekolah dan menjadi siswa piket dan lain sebagainya, kira kira seperti itu,” Muztamin menjabarkan.
Sambut Baik Perda Layak Anak
Selain Hadi Abdullah, Mustamin Hamzah menyambut baik Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang kota layak anak. Berharap regulasi ini dapat memberikan rasa nyaman anak terutama pada lingkungan keluarga dan masyarakat. “ Kita yang notabanenya sebagai pendidik tentu bangga dengan adanya perda ini. Hak anak wajib dilindungi,” terang Mustamin. (ko/red)