Soal Ganti Rugi Lahan, Praktisi: Harita Group Tidak Boleh Paksakan Kemauan
HALSEL, BRN – Polemik pembayaran lahan yang tidak sesuai oleh PT Harita Nickel Group menuai kritik. Menurut praktisi hukum, Agus R. Tampilang, aksi protes perihal ganti rugi lahan beberapa waktu lalu ialah bentuk kekecewaan dan ketidakpuasan para pemilik lahan.
Agus menilai, sikap yang dipertontonkan perusahan raksasa yang kini membabat hutan di Pulau Obi, Halmahera Selatan itu merupakan tindakan sewenang-wenang terhadap lahan warga. Ganti rugi oleh Harita Group, kata Agus, harus sesuai permintaan pemilik, dan merinci semua rumpun tanaman pada lahan.
“Perusahaan tidak boleh memaksakan kemauan atau kehendak. Kalau pun ada perubahan nominal, harus ada kesepakatan kedua pihak. Apabila perusahaan beritikad baik membebaskan lahan warga, harusnya benar-benar ditunaikan jangan sampai ada pihak yang merasa dirugikan,” katanya, Kamis 31 Agustus.
Menurut Agus, pemilik IUP-OP PT TBP seluas 4.247 hektare berdasarkan SK Bupati Halmahera Selatan Nomor 18 Tahun 2010 tentang Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Bahan Galian Nikel DMP kepada PT Trimega Bangun Persada selaku pemegang izin, mestinya tidak saling merugikan satu sama lain.
”Jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual. Yang terjadi di Desa Kawasi dan Soligi merupakan pemaksaàn kehendak terhadap masyarakat atau pemilik lahan,” ujar Agus. **