Politik Karpet, Potensi Money Politic
HENDRA KASIM |
TERNATE, BRN – Nama Ahmad Hatari
masih menjadi pembahasan hangat usai pidato kontroversinya viral di media sosial
Sabtu kemarin. Anggota Komisi XI DPR-RI ini diduga melakukan politik
transaksional pada pemilu serentak 2019.
Menguaknya dugaan politik transaksional Ahmad Hatari yang juga Calon
Anggota DPR RI Partai Nasdem daerah pemilihan Maluku Utara itu pada Jumat 19
kemarin. Saat itu, politikus Nasdem ini menunaikan salat jumat di masjid Nurul
Bahar Tomalou, Kota Tidero Kepulauan. Usai jumatan, mantan kaban keuangan Papua
ini diberikan kesempatan memberikan sepatah-dua kata kepada jamaah.
Celakanya, pidato itu berunjuk bentrok antar warga Kelurahan Gurabati dan Tomalou.
Bentrokan itu diduga ketersinggungan pidato Ahmad Hatari.
Pegiat Pemilu Hendra Kasim menuturkan, dugaan politik transaksional yang
dilakukan Ahmad Hatari dengan memberikan karpet di Masjid Nurul Bahar Tomalou menurutnya
mengandung unsur money politic. Dimana
materi lainnya yang bersangkutan memengaruhi materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara
dan/atau pemilih untuk meraup suara.
“ DPR dilarang lakukan money politic.
Larangan ini tertuang dalam Pasal 286 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum yang mengatur calon anggota DPR dilarang menjanjikan dalam bentuk apapun,”
kata Hendra kepada redaksi brindonews.com, Minggu (21/4).
Menurut Hendra, Badan Pengawasan Pemilu atau Bawaslu bisa saja menjatuhkan
atau memberikan sanksi berupa pembatan calon kepada Ahmad Hatari. Sanksi itu di
berikan asalkan mengandung unsur Terstruktur, Sistimatis dan Masif atau TSM. “ Sanksi
administrasi yang diberikanpun tidak menggugurkan sanksi pidana,” singkatnya.
Advokat dan Consultan Hukum menjelaskan, berdasarkan video yang beredar di
sosial media, pelaku dan unsur yang menjanjikan sudah di penuhi. Unsur TSM
dimaksud adalah pelanggaran yang dilakukan oleh aparat struktural atau peserta
pemilihan dilakukan secara matang, tersusun bahkan rapi sehingga berdampak
terhadap hasil pemilihan.
“ Kenyataannya, hasil pemilihan paling tidak atas janji tersebut yang
bersangkutan mendapatkan suara sebanyak 700 suara lebih. Dengan demikian,
menurut kami peristiwa hukum tersebut termasuk dalam kategori money politic,” jelasnya.
“ Sebab itu, kami mendesak
Bawaslu Maluku Utara untuk memproses hal tersebut sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk memastikan penyelenggaraan
pemilu di Maluku Utara dilaksanakan sesuai dengan sistem hukum pemilu yang
berlaku,”sambungnya. (brn)