Menentukan Kriteria Kesalahan Medis Dokter
Penulis: Hasrul Buamona, (Pengacara di Kota Ambon dan Kandidat Doktor Hukum Kesehatan UII |
P |
rofesidokterdalamperkembangannyatelahmemilikisejarahpanjangdikarenakanprofesidoktermerupakansalahsatuprofesitertuaselainprofesiadvokat, sehinggalayakdisebutsebagaiprofesi yang mulia (officium nobile).
Mulianyaprofesidokter, bukandilihatdaritelahpanjangnyasejarahprofesidoktertersebut, namunterletakpadanilaipengabdiandanbagaimanamenggunakancara-carapenuhhatinuraniuntukmelayanimasyarakatdalamupayapencegahanmaupunperawatandanperbaikankesehatanmenujupadakesehatan yang
paripurna.
Profesidokterdalamperkembangannya di
Indonesia, diaturdalam
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 TentangPraktikKedokteran.Dimanaprofesidokteradalahsuatupekerjaan yang dilaksanakanberdasarkansuatukeilmuan, kompetensi, yang
diperolehmelaluipendidikan yang berjenjang,
dankodeetik
yang bersifatmelayanimasyarakat.Dengandemikianterlihatbahwakehadiranprofesidokterbertujuanuntukmemberikanperbaikandanperlindungankesehatanbagimasyarakatkhususnyapasiendalamruanglingkuppelayanankesehatan.
Pada kenyataannya, dalammenjalankantindakankedokterandenganpenuhprofessionaldanpengabdiankepadapasien, doktersendiritidakluputdarimasalahyang bermunculankemudian. Sepertihalnyadugaankesalahanmedisdokter padaakhirtahun 2013 lalu. Dugaan‘kesalahan’medis yang dilakukan dr.DewaAyuSasiaryPrawani, dkkdi RumahSakit Dr. KandouMalalayang Kota Manado,
Sulawesi Utara ini menjaditopik utama, baik di media cetakmaupun elektronik, sebagaimanaputusanKasasiNomor 365 K/Pid/2012 yang
amarputusannyamenyatakan, bahwaparadokterterbuktisecarasahdanmeyakinkanbersalahmelakukantindakpidana “perbuatan yang karenakealpaannyamenyebabkanmatinya orang lain”
(vide Pasal 359 KUHP JoPasal 361 KUHP JoPasal 55 KUHP).
‘Kesalahan’ dalam konteks hukum pidana berasal dari bahasa Belanda, “schuld”. Jan
Remmelink, seorang ahli hukum pidana Belanda
mendefinisikan ‘kesalahan’adalahpencelaan yang ditujukanolehmasyarakat yang menerapkanstandaretis yang berlakupadawaktutertentuterhadapmanusia yang melakukanperilakumenyimpang yang sebenarnyadapatdihindari.Perludiketahui, ‘kesalahan’dalamhukumpidanadibagiduakategori.Pertama,
kesalahan yang berbentukkesengajaan
(dolus). Kedua, kesalahan yang
berbentukkealpaan/kelalaian
(culpa). Kesalahan
yang berbentukkesengajaan adalah suatuperbuatanpidanadilakukanolehpembuatpidana (dader) dengandikehendakiterlebihdahulusertamemilikiniatjahat (mensrea), sedangkan kealpaan/kelalaian menunjukkan suatuperbuatanpidana yang dilakukanolehpembuatpidana (dader) tidakberhati-hatidantidakmemikirkankejadian yang akanterjadi, dimanakealpaaniniseorangpembuatpidanatidakmenghendakidantidakadaniatjahatmelakukanperbuatanpidana.
Dalamhukumpidanauntukmemintapertanggungjawaban. Seorangpembuatpidana haruslahtelahterpenuhiunsurekesalahan, perbuatannya haruslahmelawanhukum, sertaperbuatanpidananya telahdiaturterlebihdahuluolehaturanhukumsebagaimanaasashukumpidana yang mengatakan “KeineStrafOhneSchuld (BahasaJerman)” yang artinyahanya orang yang bersalah
yang dapatdimintaipertanggungjawabanhukumpidana.Sedangkankesalahanmedisadalahkesalahan yang dilakukanolehdokterdandoktergigibaikdalambentukkesengajaanataukelalaianmelanggarketentuandisiplinilmukedokteran yang diaturdalamPeraturanKonsilKedokteran Nomor 4 Tahun 2011 TentangDisiplinProfesionalDokterdanDokter Gigi, dantelah pula dibuktikankesalahanmedisnyamelalui audit medisolehKomiteMedis.
Menurutpenulis, sebagaimanaputusanKasasiMahkamahAgungNomor 365 K/Pid/2012, dr.DewaAyuSasiaryPrawani, dkk
tidakbiasdimintaipertanggungjawabanpidana, dikarenakandalampembuktianJaksaPenuntutUmumKejaksaanNegeri Manado tidakbisa membuktikandakwaanPasal 359 KUHP Jo
361 KUHP terkaitkelalaian
yang menyebabkanpasienSiskaMakateymeninggal dunia. Jugatidakbisa membuktikan emboli yang terjadisebagaipenyebabkematianpasien. Padakasusinimenggambarkanbahwaparapenegakhukum yang menanganikasustersebutmasihbelummemahamiaspekhukumkedokteransecarakomprehensif.
Perludiketahui, dalamprofesidokterterdapat 3 (tiga) aspekpengaturan yang terdiridariEtikaKedokteran,
DisiplinIlmuKedokterandanHukumbaikPidana, PerdatadanAdministarsi.Dari ketigaaspekinimemilikikedudukanmengatur yang berbeda, namuntidakbiasdipisahkan, terutamadalammembuktikandugaankesalahanmedisdokterdalammejalankantindakankedokteran.
MenurutPenulis,
seharusnyadalamkasusiniJaksaPenuntutUmumterlebihdahulumengupayakan audit medis
yang dilakukanolehKomiteMedis, untukmengetahuiapakahdokterdalamkasustersebuttelahmelakukankesalahanmedis.Pembuktiankesalahanmedisdariaspekdisiplinilmukedokteranmelalui audit medismemilikiperanpentingdanmenjadi kriteriautamauntukmembantupenegakhukumdalammembuktikankesalahanparadoktertersebutdariaspekhukumpidana, dikarenakansecarakhususdisiplinilmukedokteranmerupakanaturan yang mengaturdokterdalammelakukantindakankedokteranharussesuaidenganilmudankeahliannya.Artinya, segalahhal yang terkaitdengandugaankesalahanmedisharusdibuktikanterlebihdahulumelalui audit medisolehKomiteMedissebagaimanadiaturdalamPasal 49 UUNomor 29 Tahun 2004 TentangPraktikKedokteran, Pasal 39 UU Nomor 44 Tahun 2009 TentangRumahSakitserta PERMENKES No755 Tahun 2011 TentangPenyelenggaraanKomiteMedis.
Apabiladalam audit medis
yang dilakukanKomiteMedistersebutmembuktikanbahwadoktertelahmelanggardisiplinilmukedokteran yang
diaturdalamPeraturanKonsilKedokteran Nomor 4 Tahun 2011 TentangDisiplinProfesionalDokterdanDokter Gigi, makahasil audit medistersebutdapatdipakaiolehpenegakhukum (Polisi, JaksaPenuntutUmum)untukmenentukankesalahandalamhukumpidana. Apabila dalamhasil audit medistersebutapabiladoktertidakmelanggarketentuandisiplinilmukedokteran, makapenegakhokumtidakbiasmenentukankesalahanpidana yang padaakhirnyatidakbiasmemintapertanggungjawabanpidanadokterdalamkasustersebut.Makasangatlahtepatketikadalamkasusdugaankesalahanmedis, hokumpidanaharusdijadikansebagaiupayapenyelesaianterakhir (ultimum remidium). [***]